Pukul 01.00 rasa kantuk menyergap Harsa. Serasa berat kelopak mata diajak menatap satu bunga kanthil yang masih mengapung. Diliriknya Bu Rosminah.
Aneh! Gaun Bu Rosminah berubah. Awalnya berwarna hitam, berubah putih bersih. Wangi kembang kanthil menyeruak ke segala ruang kamar. Seiring bunga kanthil ketiga tenggelam.
Harsa menghampiri Bu Rosminah, tetapi perempuan paruh baya itu menggeliat. Nampaklah sosok perempuan lain. Perempuan paruh baya nan cantik. Tapi, bukan Bu Rosminah. Perempuan semampai yang pernah Harsa lihat sewaktu di rumah Bu Rosminah.
Harsa salah tingkah. Namun, sepatah kata tak mampu diucapkan. Perempuan itu tersenyum. Melambai mesra. Mengajak Harsa tidur di sampingnya.
****
"Ingat Harsa. Semua yang kita alami, bagian dari perjanjian. Jangan sekali-kali kau langgar, jika kau ingin tetap dicintai Licia. Paham maksudku?"
"Paham Bu Ros" Jawab Harsa singkat. Sembari memandang mesra Bu Rosminah.
"Harsa. Cukup sebulan sekali kau menemuiku. Itu saja. Apa ada yang ingin kau sampaikan lagi?"
"Sementara cukup. Kalau Bu Rosminah butuh uang, kontak saja di nomor yang aku berikan. Jangan sungkan"
Bu Rosminah tersenyum, dan segera beranjak masuk rumahnya. Harsapun segera pulang. Sepanjang perjalanan, bayangan perempuan yang semalam hadir seakan menemani perjalanan Harsa. Perjalanan serasa indah dan singkat.
Setibanya di depan pagar rumahnya yang menjulang, Harsa kembali dibuat kaget. Dadanya serasa naik turun cepat. Degup jantungnya juga cepat. Bukan karena sosok perempuan semampai kembali hadir di depan pintu pagar Harsa. Tetapi, sosok wanita muda yang sangat Harsa harapkan.