Percuma. Sosok lelaki telanjang telah lenyap di rimbun pepohonan. Meninggalkan tiga perempuan yang ingin menemuinya.
“Bagaimana ini Bude Sum?” Tanya Wati.
“Kita ke ladang…. Beritahu orang-orang tentang kejadian ini!” Sahut Sum.
Dalam sekejap kampung ramai. Para bapak dan pemuda yang semula bertebaran bekerja di ladang. Kini menyebar di sekitar kampung. Mencari sosok bernama Untung. Sosok lelaki pencari bambu yang hilang di kaki hutan Gunung Raung. Seminggu yang lalu.
Hingga menjelang sore. Sosok lelaki yang dicari tidak ditemukan. Para pencari berkerumun kembali di sekitar rumah Paijo, suami Wati. Tampak pula Pak Kampung Suadi.
“Sosok Pak Untung tadi hanya berpesan Pak” Kata Wati datar.
“Apa pesannya?” Tanya Kampung Suadi.
“Agar bapaknya besok malam, tepat pada malam Jum’at Kliwon membawakan setusuk sate gagak hitam. Ia minta letakkan di bawah pohon beringin besar itu” Jawab Wati sambil menunjuk pohon beringin besar nun jauh di utara. Di kaki hutan Gunung Raung yang masih perawan.
****
Pesan itupun tersampaikan pada keluarga Pak Untung. Kesesokan harinya, tepat pada malam Jum’at Kliwon. Selepas Maghrib. Sekitar seratus orang dari dua kampung. Bergerak ke arah pohon beringin tua. Obar-obor dinyalakan. Apinya meliuk-liuk diterpa angin malam. Empat lampu petromak turut dinyalakan memberi penerang.
Semakin mendekat ke arah pohon beringin tua. Suasana mencekam. Suara burung hantu, lengking rusa hutan, dan siulan binatang malam. Terdengar sayup jelas bersahutan. Mengiringi rombongan.