[caption caption="kraksaan-update.blogspot.co.id"][/caption]Kota Probolinggo pada suatu hari. Prajurit-prajurit Batalyon 138/Macan Kumbang gigih berani mempertahankan Kota.
Tembakan-tembakan sporadis riuh ramai. Meledak-ledak di sela gemuruh angin Gending bertiup kencang.
Pada akhirnya. Kota tak dapat dipertahankan. Belanda menancapkan kekuasaannya sejak 12 Juli 1947.
Prajurit-prajurit Batalyon 138/Macan Kumbang meninggalkan kota. Menyebar ke daerah Pelas, Sukapura, Gending, Kraksaan, Paiton, dan Wonoasih sebagai basis gerakan.
Bergerilya mempertahankan kemerdekaan. Dari kekuatan Belanda yang ingin kembali menjajah. Republik Indonesia. Bumi tercinta.
Wajah-wajah tegang. Berselimut dinding-dinding kusam. Rintik-rintik hujan. Membisikkan berita kelam. Pada sebuah ruang redup redam.
“Aku mendengarmu.. cukup sekali saja” lirih bergetar suara Sang Komandan pada Kopral Sueb.
Sejenak kemudian. Dipanggilnya Sersan Huda, Sersan Ahmad, dan Kopral Wagimin. Lebih mendekat. Dan hanya berlima.
“Kamu bertiga juga Kopral Sueb nanti bergerak ke kota. Lebih mendekatlah” pinta Sang Komandan. Pintu ruang segera ditutup. Bergegas kembali Sang Komandan duduk pada kursi rotan yang mulai lapuk.
Sang Komandan meminta empat anak buahnya duduk. Tangannya menunjuk kursi kayu tanpa sandaran. Yang masih kokoh tak berayap. Di depannya.