Mohon tunggu...
Arrizal Tegar Al Azhar
Arrizal Tegar Al Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis adalah pintu kemana saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Konsumsi Racun dalam Dosis Kecil Bikin Tubuh Kebal Racun?

30 Juli 2024   16:37 Diperbarui: 30 Juli 2024   16:39 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah terbayangkan olehmu, sebuah skenario di mana seseorang secara perlahan mengonsumsi racun dalam dosis kecil dengan harapan dapat membangun kekebalan terhadap racun tersebut. 

Kedengarannya seperti plot film fiksi ilmiah, bukan?

Tapi, apakah mungkin bagi seorang individu benar-benar menjadi kebal terhadap racun yang mematikan melalui konsumsi yang bertahap?

Ternyata, ada satu kasus yang menarik di masa lalu yang berkaitan dengan hal ini. 

Mithridatism

Mithridatism merupakan sebutan yang digunakan untuk mengenalkan konsep mengonsumsi racun dalam dosis kecil secara bertahap yang diyakini dapat membuat si konsumen tersebut menjadi toleran terhadap racun.

Berdasarkan berbagai sumber sejarah, konsep ini sebenarnya sudah sangat umum dilakukan oleh berbagai kalangan kerajaan di zaman dulu. 

Namun, salah satu kasus yang paling populer dan diyakini sebagai awal dari konsep ini terbentuk adalah kasus Mithridates VI, seorang raja dari Kerajaan Pontus (Turki) yang khawatir jika dirinya diracuni oleh musuhnya. 

Kekhawatiran ini muncul setelah ayahnya, Mithridates V, meninggal dunia akibat diracuni yang diduga dilakukan oleh para musuhnya.

Kejadian ini pun menimbulkan perasaan takut pada Mithridates VI sebagai penerus tahta. "Bagaimana jika selanjutnya aku yang diincar?", mungkin begitu pikirnya.

Ini pun menimbulkan pertanyaan bagi para sejarawan dunia, dari mana Mithridates, yang tidak memiliki pengetahuan tentang imunologi atau toksikologi, mendapatkan ide tersebut? 

Dari beberapa catatan menyebutkan bahwa Mithridates VI telah mengamati bahwa bebek di wilayahnya tidak mengalami penyakit tertentu atau bahkan kematian meskipun mereka memakan tanaman beracun. 

Dari situ ia menyimpulkan bahwa darah mereka pasti memiliki zat pelindung. Akhirnya Mithridates pun menggabungkan darah dari bebek tersebut dengan bahan lainnya seperti sekitar tiga puluh empat ekstrak tumbuhan, sekresi kelenjar berang-berang, dan madu.

Jadi, selain meminum racun tertentu, Mithridates VI juga sekaligus mengonsumsi penawarnya atau bahan-bahan lain yang diduga dapat mengurangi efek dari racun tersebut.

Mithridates pun secara teratur menelan racun dalam dosis kecil tersebut yang ditambah dengan bahan lain sebagai perlindungan terhadap musuh-musuhnya. Oleh karena itu, praktek ini kemudian dikenal sebagai mithridatism.

Lalu, seberapa manjur cara ini dilakukan oleh Mithridates? Menurut cerita yang berkembang, ramuan tersebut sangatlah ampuh. 

Ketika Mithridates dikalahkan oleh jenderal Romawi, Pompey, dia mencoba mengakhiri hidupnya dengan menelan racun. 

Namun, upaya itu gagal! Kenapa? 

Karena toleransi tubuhnya terhadap racun ternyata berhasil, sehingga akhirnya ia harus menghadapi kematian di tangan musuh-musuhnya. 

Setelah kematiannya itu, legenda tentang Mithridates terus berkembang, begitu juga bahan-bahan yang digunakan sebagai tambahan atau sebagai "penawar racunnya."

Apakah Mithridatism Ini Mitos?

Walaupun cerita tentang Mithridates mungkin mengandung campuran antara fakta dan fiksi, namun secara ilmiah konsep ini tidak sepenuhnya mustahil untuk membangun toleransi terhadap racun tertentu. 

Namun, sebelum Anda berpikir untuk mengonsumsi racun dalam dosis kecil, perlu diingat bahwa setiap racun memiliki cara kerja yang berbeda pada tubuh, dan mithridatism hanya mungkin efektif untuk beberapa jenis racun. 

Oleh karena itu, mempraktekan konsep ini harus diterapkan dengan sangat hati-hati dan pengetahuan yang mendalam.

Mithridatism Modern

Dalam sebuah penelitian mengenai toksikologi pada tahun 2018, Mithridatism tidak efektif terhadap semua jenis racun. Kekebalan biasanya hanya dapat dibangun terhadap racun yang secara biologis kompleks dan dapat diproses oleh sistem kekebalan tubuh. 

Sebab bergantung pada jenis racun, praktek ini bisa berisiko, karena racun dapat terakumulasi dalam tubuh hingga mencapai tingkat yang mematikan. 

Atau dengan kata lain efeknya sangat tergantung pada bagaimana tubuh memetabolisme atau mengeluarkan senyawa beracun tersebut.

Namun, dalam beberapa kasus, tubuh dapat mengembangkan toleransi terhadap racun non-biologis tertentu melalui adaptasi metabolik. Proses ini melibatkan peningkatan produksi enzim tertentu oleh hati, yang membantu memetabolisme racun tersebut dengan lebih efisien. 

Contohnya, peminum alkohol berat seringkali menunjukkan toleransi yang lebih tinggi terhadap efek alkohol karena tubuh mereka telah terbiasa memprosesnya.

Kemungkinan hati menjadi terbiasa mengeluarkan enzim-enzim tertentu, sehingga dibutuhkan lebih banyak alkohol untuk mulai merasakan efek mabuk. 

Namun, meskipun seseorang dapat dianggap memiliki toleransi terhadap alkohol, beberapa metabolit yang dihasilkan dalam proses ini bersifat toksik dan dapat terakumulasi di hati.

Catatan: Artikel ini ditujukan sebagai informasi sejarah secara umum, bukan ajakan untuk mempraktekan. Segala bentuk kasus yang berkaitan dengan fenomena ini berada diluar kendali penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun