Mohon tunggu...
Arrizal Tegar Al Azhar
Arrizal Tegar Al Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis adalah pintu kemana saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying: Bukti Kegagalan Pendidikan Karakter di Indonesia

4 Juli 2024   10:59 Diperbarui: 4 Juli 2024   11:08 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan karakter merupakan salah satu pilar utama dalam sistem pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk membentuk individu yang berakhlak mulia, berintegritas, dan berkepribadian baik.

Namun, kenyataannya, kasus-kasus perundungan (bullying) di sekolah-sekolah masih sering terjadi dan menjadi bukti nyata bahwa implementasi pendidikan karakter masih jauh dari harapan.

Melalui artikel ini, penulis akan menyoroti beberapa alasan mengapa pendidikan karakter di Indonesia belum berhasil terutama kaitannya dengan bullying, serta menyajikan bukti kasus-kasunya.

Minimnya Kesadaran dan Pemahaman Guru terhadap Pendidikan Karakter

Salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan pendidikan karakter di Indonesia adalah minimnya kesadaran dan pemahaman guru mengenai pentingnya pendidikan karakter.

Banyak guru yang masih fokus pada pencapaian akademis siswa dan mengabaikan aspek karakter. Padahal, peran guru sangat vital dalam membentuk karakter siswa.

Belum lama ini, sebuah kasus perundungan terjadi di salah satu SMK di Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, dimana korban menderita hingga meninggal dunia.

Dan menurut laporan yang diberikan, ternyata perundungan tersebut diduga telah dialami korban selama 3 tahun.

Dalam kasus tersebut, pihak sekolah mengaku bahwa mereka tidak pernah mendapatkan laporan adanya perundungan baik dari korban mau pun dari pihak orang tua.

Kasus ini menjadi bukti kesekian kalinya bahwa pendidikan karakter belum menjadi prioritas utama dalam pengajaran sehari-hari di banyak sekolah.

Kurangnya Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sering kali hanya dianggap sebagai tambahan atau pelengkap dalam kurikulum, bukan sebagai bagian integral dari proses belajar-mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun