Kita pasti mengenal Elon Musk. Pendiri SpaceX tersebut pernah mengatakan visi utamanya adalah menggunakan armada Starship untuk mengirim 1 juta manusia ke Mars pada tahun 2050.
Namun, pernahkah terpikirkan oleh kita, bagaimana jika para pionir tersebut meninggal dan tidak memiliki anak selama di mars? atau mungkin punya anak, tapi tidak dalam kondisi sehat?
Lalu apa gunanya?
Berawal dari pernyataan sederhana ini muncul kembali pertanyaan, apakah sebenarnya manusia bisa berkembang biak dan melahirkan di luar angkasa?
Gravitasi Mikro
Dalam penerbangan luar angkasa, manusia dihadapkan pada tingkat gravitasi yang berbeda-beda -- terkadang lebih kecil, terkadang lebih besar.
Jika kamu pernah menaiki wahana roller coaster, kamu mungkin ingat dengan larangan wanita hamil untuk menaikinya.
Hal ini disebabkan karena gaya G (gravitasi mikro) yang berlebihan dapat menyebabkan pelepasan prematur plasenta dari dinding rahim.
Pada kondisi gravitasi mikro juga, sperma  mengalami kendala dalam prosesnya membuahi sel telur.
Sayangnya teori-teori ini masih berupa gagasan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang ada.
Belum ada penelitian yang dilakukan pada manusia untuk melihat bagaimana gravitasi mikro memengaruhi proses pembuahan dan kehamilan.
Sejauh ini, sedikit atau bahkan tidak adanya gravitasi di luar angkasa sudah menjadi tantangan besar bagi NASA.
Misalnya di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), para astronot dianjurkan untuk tetap berolahraga setidaknya dua jam setiap hari di atas treadmill atau sepeda stasioner untuk mencegah kerusakan otot dan tulang.
Radiasi Kosmik
Sama seperti sumber radiasi lainnya, radiasi kosmik juga berisiko dapat merusak DNA, organ reproduksi, serta sel sperma dan sel telur.
Pada wanita, tergantung pada jumlah paparannya, hal ini mungkin dapat menyebabkan kemandulan, kegagalan ovarium, dan kanker, menopause dini atau bahkan kematian.
Pada kehamilan, risikonya bisa berupa keguguran dan kelahiran prematur.
Sedangkan bagi pria, terlalu banyak radiasi juga dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sperma atau kemandulan, meskipun beberapa temuan ilmiah menunjukkan bahwa sperma dapat disimpan dengan aman di luar angkasa untuk sementara waktu.
Terkait embrio dan janin, teori yang berkembang juga sama suramnya.
Radiasi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, gangguan kognitif, kelainan bentuk tubuh, dan risiko kematian bayi baru lahir yang lebih tinggi.
Seorang astrobiologi dan bioteknologi luar angkasa di Cranfield University di Inggris menyampaikan gagasannya bahwa akan terlalu banyak masalah yang muncul pada janin terutama di bagian otot dan tulangnya.
Jadi, dalam menjawab pertanyaan apakah bisa manusia melahirkan dan berkembang biak di luar angkasa? Untuk saat ini jawabannya adalah belum bisa.
Selain karena keterbatasan penelitian di bidang ini, kemungkinan kelahiran bayi di luar angkasa juga dinilai memiliki risiko yang besar.
Jika bayi memang bayi dilahirkan di luar angkasa, bayi tersebut akan memiliki kaki yang lebih kurus, otot lemah, penglihatan yang buruk, wajah lebih bulat, dan mempunyai potensi tinggi untuk menderita demensia di usia dewasa.
Sebenarnya telah banyak dilakukan penelitian oleh para ilmuwan walaupun masih dengan menggunakan embrio mamalia lain yang bukan manusia.
Masih belum ada penelitian lebih lanjut dengan menggunakan spesimen manusia yang dimana penelitian tersebut bisa menunjukkan hasil yang positif.
Teknologi akan terus berkembang, tidak terkecuali perkembangan dalam penelitian hal seperti ini.
sumber rujukan:
https://mashable.com/article/space-baby-birth-children
https://www.bbc.co.uk/ideas/videos/could-we-have-babies-in-space/p0fkxyn9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H