Mewujudukan Indonesia Emas 2045
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, dengan letak wilayah yang strategis, dan potensi yang tak terbatas, telah merumuskan visi ambisiusnya untuk mencapai "Indonesia Emas 2045".Â
Visi ini pertama kali di ungkapkan Presiden Joko Widodo dalam sebuah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 pada bulan Juni 2023.
Pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut lalu membangun pilar-pilar visinya dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasarnya.Â
Pilar-pilar tersebut antara lain, Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan.
Dalam proses membangun Indonesia demi mewujudkan visi tersebut, tentu tidak hanya dari pihak pemerintah saja yang bergerak.Â
Namun, rakyat terutama generasi muda akan menjadi penggerak utamanya.Â
Lalu, di balik tujuan yang besar ini, kita dihadapkan pada suatu pertanyaan mendasar: apakah kemajuan itu benar-benar berarti jika kesejahteraan emosional generasi muda tidak menjadi prioritas?
Generasi Muda Indonesia Saat Ini
Jika kita mundur jauh kebelakang, generasi muda Indonesia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan bangsa ini.Â
Generasi muda selalu memegang peranan dalam setiap dinamika perubahan sosial, politik, dan ekonomi.Â
Namun di masa sekarang, semakin mendekati masa depan, tantangan-tantangan yang dihadapi generasi muda semakin jelas.Â
Stres akademik yang berat, tekanan dari ekspektasi sosial yang tidak realistis, dan pengaruh sosial media, semuanya merupakan bagian dari tantangan-tantangan kompleks yang harus mereka hadapi.Â
Bahkan, gangguan mental seperti depresi dan kecemasan semakin sering terjadi di kalangan generasi muda sekarang.
Tantangan-tantangan ini bukan hanya masalah pribadi, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada masa depan Indonesia.
Kesejahteraan Emosional Generasi Muda
Dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, seringkali kita hanya berfokus pada parameter ekonomi, pertumbuhan GDP, atau indikator-indikator makro lainnya.
Namun, kita sering melupakan bahwa keberhasilan suatu negara tidak hanya diukur dari pencapaian materi, tetapi juga dari kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakatnya.Â
Inilah mengapa kesejahteraan emosional generasi muda menjadi elemen kunci dalam mewujudkan visi besar ini.
Generasi muda adalah tonggak penting dalam pembentukan masa depan bangsa.Â
Mereka adalah generasi yang akan mengambil alih peran penting dalam perekonomian, politik, dan inovasi di masa depan.Â
Ketika mereka merasa sehat secara emosional, mereka cenderung lebih produktif dalam berbagai aspek kehidupan.Â
Mereka memiliki daya kreativitas yang tinggi, kemampuan berpikir yang fleksibel, dan motivasi untuk mencapai potensi terbaik mereka.Â
Hal ini selaras dengan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018) yang menunjukan bahwa orang yang mengidap depresi memiliki produktivitas yang rendah.Â
Tidak hanya itu, depresi juga memberi pengaruh terhadap daya pikir dan konsentrasi seseorang yang melambat (Nurjannah, 2013). Sedangkan inovasi, yang menjadi salah satu kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, sering kali lahir dari pikiran yang sehat secara emosional.
Selain itu, generasi muda yang sehat emosionalnya juga lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.Â
Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan kehidupan, bekerja secara produktif, dan berkontribusi pada komunitas mereka (WHO, 2013).Â
Sehingga, mereka yang memiliki kemampuan untuk mengelola stres dengan baik, memiliki ketahanan mental yang kuat, dan mampu cepat beradaptasi dengan perubahan, akan menjadi bekal yang sangat penting dalam menggapai Indonesia Emas 2045.
Selain dampak positif pada produktivitas dan kesiapan menghadapi tantangan, mendukung kesejahteraan emosional remaja juga memiliki implikasi sosial yang sangat signifikan.Â
Masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecanduan bisa menjadi beban berat bagi masyarakat.Â
Mereka tidak hanya merusak individu secara pribadi, tetapi juga memiliki dampak negatif pada keluarga, teman-teman, dan masyarakat luas.Â
Oleh karena itu, dengan fokus pada kesejahteraan emosional remaja, kita juga berinvestasi dalam pencegahan masalah sosial yang mahal dan merusak.
Tantangan Generasi Muda
Selain dengan upaya pencegahan, dalam upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, kita juga perlu melakukan pemahaman terhadap tantangan-tantangan yang generasi muda alami saat ini.Â
Adapun tantangan-tantangan yang dihadapi antara lain:
Stres Akademik yang Berat
Tekanan untuk meraih prestasi akademik yang tinggi adalah salah satu tantangan utama bagi remaja Indonesia. Kebutuhan untuk memenuhi ekspektasi keluarga, sekolah, dan masyarakat seringkali mengakibatkan tingkat stres yang tinggi. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional remaja, yang menyebabkan kecemasan dan depresi.
Tekanan sosial
Tekanan dari lingkungan sosial, perasaan tidak percaya diri, dan ketakutan akan masa depan seringkali menjadi pemicu kecemasan. Ini dapat menghambat kemampuan remaja untuk berfungsi secara optimal dan bahkan membatasi potensi diri mereka.
Tekanan Sosial Media
Perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial yang luas telah membawa dampak signifikan pada kesejahteraan emosional remaja. Tekanan untuk menjaga citra yang sempurna di media sosial, serta potensi cyberbullying dan perbandingan sosial, dapat menghasilkan stres dan tekanan tambahan.Â
Isolasi Sosial
Terutama selama pandemi COVID-19, banyak remaja menghadapi isolasi sosial yang dapat mengganggu perkembangan sosial dan emosional mereka.
 Keterbatasan interaksi sosial dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental.
Gangguan Mental di Indonesia
Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 -- 17 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental antara tahun 2021 -- 2022.Â
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%.
Statistik yang mengkhawatirkan ini harus menjadi peringatan bagi kita semua.
 Tantangan ini bukanlah hal yang bisa diabaikan atau disepelekan. Kita harus bertindak sekarang dengan cara yang komprehensif dan berkelanjutan.
Solusi bagi Generasi Muda
Tindakan yang perlu diambil seperti meningkatkan pemahaman tentang masalah kesehatan mental di masyarakat, memberikan dukungan kesehatan mental yang lebih luas, serta dengan menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan emosional remaja.Â
Kita juga harus mengedukasi remaja tentang cara mengatasi stres, mempromosikan kesehatan mental, dan meminimalkan dampak negatif media sosial.Â
Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita telah memberikan mereka alat yang mereka butuhkan untuk mengambil alih tongkat estafet bangsa ini dan menjalankan visi yang telah kita impikan bersama.
Inilah saatnya untuk bertindak. Mari bersama-sama menjadikan Indonesia Emas 2045 lebih dari sekadar impian, tetapi sebuah kenyataan yang kita ciptakan bersama dengan generasi muda kita.
Sumber:
https://jurnalekonomi.lipi.go.id/JEP/article/view/325
https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/50568
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H