Mohon tunggu...
Achmad Fha'i
Achmad Fha'i Mohon Tunggu... -

Petani adalah pekerjaan yang mulia, Dakwah adalah pekerjaan yang mulia "MENULIS pun pekerjaan yang MULIA" Ketiganya bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jodoh Pasti Bertamu

23 Februari 2015   15:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:40 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku seperti tak bernyawa jika harus hidup tanpa serang kekasih bro” Kata Billy.

“Aduuuuuh jangan begitu bro. Pasti banyak cewek yang suka sama kamu. Kamu itu tampan, putih, keren, lelaki bangat dah pokoknya.” Ujar Beni memuji Billy sahabatnya yang sedang galau.

“Eh Ben! kamu memujiku gak usah terlalu berlangit-langit. Kulit sawo gini dibilang putih. Kamu ngledek gue”.

“maksud gue dikit. Kulit putih dikit gitu bro.hheee. Dari pada aku bilang hitam. Emang lo mau dibilang kulit hitam kaya orang timur sana? Hehehehe”

“Wah kurang ajar lo ngledek gue”

“Santai bro...bercanda.”

Cerita dua orang sahabat Billy dan Beni. Remaja dari desa Mertoyudan. Keduanya layaknya anak ayam bersama induknya yang tak ingin berpisah kemana pun ia pergi. Keduanya selalu bersama dalam suka dan duka namun nasib mereka berbeda soal cinta. Beni yang tiap bulan ganti pacar, sedangkan Billy yang tak kunjung punya pacar sekalipun.

Beni dengan ketampanannya begitu mudah mendapatkan gadis untuk dijadikan kekasihnya. Berbeda dengan sahabatnya Billy yang berperawakan biasa-biasa saja. Jika Beni termasuk golongan menengah keatas maka billy adalah golongan menengah kebawah.

Tak henti-hentinya Beni membantu sahabatnya Billy untuk mendapatkan seorang kekasih namun tak henti-hentinya pun gagal. Tak satupun gadis rekomendasi Beni yang mau kepada sahabatnya Billy. Namun Beni kian tak menyerah. Segala cara dia lakukan demi sahabatnya. Bahkan guna-guna pun pernah ia lakukan namun juga tak berhasil. Suatu ketika sore hari mereka jalan-jalan. Langkah kecil dan sangat lambat sembari mengobrol.

“Kapan ya aku bisa punya pacar? Gak cantik gak papa deh, yang penting dia mau sama aku.” Kata Billy.

“Sabar bro. Saya juga sedang berfikir kok untuk membantumu. Jadi kamu tenang aja”. Jawab Beni.

“Ah sabar sabar. Aku harus bersabar sampai kapan? Keburu kiamat masak aku belum punya pacar?”

“Ya kan kata pak Ustad masih ada hari setelah hari kiamat. Mungkin kamu akan dapat pacar dihari itu bro hehehehe”.

“Wah Beni kurang ajar lo benar-benar sama sahabat sendiri juga. Teman lagi galau bukan dihibur malah diledekin.”

Lagian kamu galau ngomong masih bisa canda. Emang kamu tahu kari kiamat kapan?”

“Ya nggak sih. Tapi aku gak sabar pengen punya kekasih. Masak jalannya sama kamu mulu. Ntar dikira homo lagi sama orang-orang desa.”

Beni tertawa terbahak-bahak dan akhirnya Billy bisa ikut tersenyum meski malu-malu.



Beni dan Billy berjalan menyusuri desa tempat mereka tinggal. Tak jauh melangkah Billi melihat pohon rambutan yang tepat berada di depan pekarangan rumah warga setempat. Buahnya memerah sangat lebat. Tiba-tiba Billy pengen makan rambutan.

“Ben rambutan enak tu kayaknya. Manjat yuk”

“Eh gila lo itu punya orang bukan punya nenek lo”

“Gak papa de, sekali-sekali nyolong. Mumpung sepi, aku panjat kamu tungguin dibawah ya. Kalau ada orang kasi kode”.

Billy langsung memanjat pohon rambutan itu dan memetik buahnya. Belum sempat diberikan ke Beni, terdengar suara anjing menggonggong keluar dari rumah. Beni pun langsung lari terbirit-birit tak mengiraukan Billy yang masih ada di atas pohon rambutan. Anjing itu mengejar Beni. Beni berteriak minta tolong namun anjing tersebut tak terhalang dan akhirnya menggigit betis Beni. Beni pun terjatuh. Tangan dan lututnya terbentur di aspal hingga mengeluarkan darah.

Beni tak mengiraukan darah yang keluar dari sikut dan lututnya. Ia hanya menjerit sakit pada betisnya yang telah digigit anjing sembari berteriak meminta tolong. Seorang warga mendekati dan menolong Beni.

“Kenapa dek?” Tanya lelaki tua mendekati Beni.

“Tolong saya Pak. Saya digigit anjing.”

“Anjing putih berkepala hitam tadi itu?”

“Betul pak, tolong saya pak.”

“Iya ayo saya antar ke Puskesmas.”

Beni pun di gendong oleh Pak tua itu ke Puskesmas tak jauh dari tempat kejadian. Berjalan sekitar 300 meter akhirnya sampailah di sebuah Puskesmas. Beni langsung diberikan perawatan medis.

“Anjing itu milik saya dek. Tapi anjing saya jinak. Dia hanya akan marah jika kamu melakukan kesalahan terhadapnya. Ceritanya bagaimana sehingga kamu digigitnya? Tanya Pak tua.

“Tadi saya berjalan dari timur menuju utara Pak. Nah ketika saya tepat berada di depan rumah bertingkat dua yang berwana biru mudah, saya berhenti menunggu teman saya. Tak lama aku lihat anjing keluar dari rumah itu dan menggonggong. Aku terkejut, takut dan kuputuskan untuk lari. Ternyata anjing itu mengejar dan mengggigitku. Begitu ceritanya pak”

“Oo gitu. Yasudah saya minta maaf yak dek kalau gitu. Saya akan tanggung semua biaya pengobatanmu.”

Billy yang tadinya sedang berada di atas pohon rambutan ternyata telah berada di rumah Beni. Billy terkejut dan melompat dari atas pohon rambutan yang lumayan tinggi dan berlarih ke arah barat setelah melihat anjing menggonggong mengejar Beni ke arah timur.

Billy mengira Beni berlari pulang ke rumahnya. Ternyata tidak ada. Billy tak tahu kejadian yang menimpa Beni. Billy mengganti baju yang dikenakannya dengan baju milik Beni yang sedang dijemur depan rumah. Billy khawatir akan ada yang melihatnya tadi berlari. Dengan perasaan takut, Billy kembali ke lokasi tempat memanjat rambutan, namun dari arah yang berbeda. Billy berjalan santai seolah-olah baru melintas di area tersebut. Namun Billy tak menemukan siapapun. Billy membalik badan kemudian berjalan lagi ke arah barat. Tak lama kemudian Billy melihat Beni dari kejauhan keluar dari Puskesmas menggunakan becak. Dengan berlari kecil Billy mengikuti dari belakang hingga sampai di depan rumah Beni.

Beni yang hendak turun perlahan-lahan dari atas becak, langsung ditemui dan dibantu oleh Billy.

“Beni kamu kenapa?” Tanya Billy.

“Ceritanya nanti. Tu becaknya dibanyar dulu.” Jawab Beni.

“Iya Ben”.

Billy langung mengocek kantong celana mengambil uang dan membayar si tukang becak. Setelah itu Billy membantu Beni masuk ke dalam rumah.

“Ayo cerita apa yang terjadi denganmu bro?” Tanya Billy penasaran.

“Tadi aku digigit anjing yang ngejar aku tu. Kamu malah pergi menghilang. dasar sahabat kurang ajar.”

“Ya ampun maaf bro. Aku gak tahu mesti ngapain saat itu. Yang ada dipikiranku adalah lari karena akupun sudah tidak melihatmu setelah aku turun dari pohon. Kirain kamu lari menuju rumah. Aku susul ternyata gak ada.”

“Kamu tahu yang menolong aku siapa?”

“Siapa Ben?”

“Pak tua yang aku belum sempat tahu namanya tapi beliau itu adalah pemilik rumah tempat kamu nyolong rambutan itu.”

“Apa iya Ben? Berati kita ketahuan dong nyolong rambutan.”

“Gak kok. Tapi aku minta kamu harus menemui Pak tua itu di rumahnya.”

“Untuk apa Ben?”

“Kamu harus terus terang kepada beliau. Ceritakan semua apa yang telah kamu dan aku lakukan di rumahnya.”

“Yah janganlah Ben. Aku takut dipolisikan. Masa kita masuk penjara cuma gara-gara nyolong rambutan.”

“Ya itu sudah resiko kita bro. Kita harus bertanggung jawab atas perbuatan kita. Tapi aku yakin Pak tua itu gak sekejam yang kau kira. Orangnya baik kok. Buktinya beliau mau menanggung semua biaya pengobatanku sebab anjingnya telah menggigitku.”

“Iya deh. Aku akan ke rumahnya besok.”

“Jangan tunggu besok. Malam nanti selepas magrib kamu harus ke rumahnya.”

Hari mulai gelap. Matahari sudah tak terlihat di ufuk barat. Malam telah tiba. Adzan magrib dikumandangkan. Selepas Shalat Magrib, Billy langsung berangkat menuju rumah diman dia nyolong rambutan.

“Assalamualaikum.!” Ucap Billy sembari mengetuk pintu rumah tingkat dua berwarna biru itu.

“Waalaikumussalam. Maaf siapa ya? Tanya Pak tua itu membuka pintu.

“Saya Billy temannya Beni Pak, yang tadi sore di gigit anjing.”

“Oh iya silahkan masuk.”

“Ada apa ya malam-malam kesini? Teman mu bagaimana kondisinya sekarang?”

“Beni baik-baik aja kok pak. Cuma belum bisa pergi-pergi karena kakinya masih sakit.”

“Syukurlah kalau dia gak kenapa-napa. Soal kakinya itu cuma butuh istirahat aja dulu untuk beberapa hari.”

“Gini pak! Kedatangan saya kesini mau berterus terang soal kejadian sore tadi itu yang menimpa sahabatku Beni. Kami Berdua hendak nyolong rambutan yang ada di depan rumah bapak. Dan itu inisiatif dari saya pak. Bahkan saya sendiri yang memanjat. Beni hanya di bawah. Namun ketika saya tengah berada di atas pohon, seekor anjing menggonggong keluar dari dalam rumah. Karena takut, Beni langsung lari, dan anjing itu mengejar Beni bahkan menggigitnya. Sebab itu, saya dan sahabat saya Beni, kami pasrahkan semuanya kepada bapak atas tingkah kesalahan kami. Kami benar-benar menyesal. Dan Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya.” Ucap Billy menundukkan kepala.

“Jika sudah berlalu, ya sudah, biarlah belalu. Yang terpenting kalian sudah menyesali perbuatan kalian. Kalian saya maafkan. Dan saya berharap kalian tidak mengulanginya lagi dimanapun itu.”

“Iya Pak, kami berdua benar-benar menyesal.”

Di selang obrolan Billy dan pak tua yang merupakanketua RT setempat, keluarlah seorang gadis cantik jelita seumuran dengan Billy membawa nampan berisi dua gelas teh untuk sang tamu dan Ayahnya.

Si gadis itu tersenyum manis menatap Billy. Billy pun terpesona melihat wajah dan senyuman gadis cantik itu. Senyumnya pun di balas senyum oleh Billy. Si gadis itu tak berhenti senyum, sembari meletakkah teh itu di depan Ayahnya dan sang tamu.

“O iya dek Billy. Ini Putri saya. Namanya Nindi. Anak saya satu-satunya.”

“Oh iya pak. Hay Nindi, saya Billy.”

“Hay juga mas Billy. Salam kenal.”

“Salam kenal juga Nindi.”

Setelah berkenalan dengan Billy, Nindi langsung masuk ke kamarnya dan masih tersenyum-senyum. Billy pun melanjutkan obrolannya dengan Pak tua sembari menikmati suguhan teh angat buatan Nindi. Tak lama berselang, Billy berpamitan. Tak lupa Billy menanyakan nama sebenarnya dari Pak tua itu. Dan namanya adalah Pak Kurniawan. Billy kemudian beranjak keluar rumah. Di depan rumah, Billy menghentikan langkahnya tepat di bawah pohon rambutan itu. Billy menoleh menatap jendela rumah berharap Nindi berada dibalik dendela itu.

“Ohhh Nindi.....Kau canti sekali. Kaulah kekasihku Nindi.” Ucap Billy mulai tergila-gila dengan wajah cantik Nindi.

Anjing itu menggonggong lagi. Billy pun kaget seketika dan berlari meninggalkan rumah Pak Kurniawan. Anjing itu tak bisa kemana-mana karena sudah di ikat dengan rantai oleh pak Kurniawan jika sudah masuk malam.SEKIAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun