Mohon tunggu...
Array Anarcho
Array Anarcho Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Budak korporat yang lagi berjuang hidup dari remah-remah kemegahan dunia. Sekarang ini lagi dan terus belajar menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. – Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tapera, Bangun Dulu Rumahnya, Baru Kutip Duitnya

8 Juni 2024   21:04 Diperbarui: 8 Juni 2024   22:35 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh demo tolak kebijakan Tapera/CNN

Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang bergulir jelang habisnya masa kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden RI membuat masyarakat, khususnya kalangan pekerja meradang. Pasalnya, kebijakan ini dinilai sangat tidak masuk akal, dan dianggap menyusahkan masyarakat berpenghasilan rendah. Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, bahwa program Tapera ini pernah ditolak di masa kepimpinan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Chatib bilang, Tapera tidak masuk akal jika dihubungkan dengan usia masyarakat untuk memiliki rumah.

Kata Chatib dalam podcast Malaka Project seperti dikutip dari Bisnis 24 menerangkan, usia masyarakat untuk memiliki rumah itu berada pada rentang 30 sampai 40 tahun. Sedangkan program Tapera ini baru bisa didapat pekerja pada usia 58 tahun. Selama puluhan tahun pula, pekerja harus menunggu lama untuk mendapatkan rumah. Dan kalaupun akhirnya pekerja mendapatkan hasil tabungannya di Tapera itu kelak, apakah uangnya cukup untuk membeli rumah?

Sedangkan kita ketahui, bahwa semua harga tanah termasuk bangunan akan mengalami kenaikan harga. Misalnya saja rumah program Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Tiap tahun, biaya cicilan rumah yang dipatok developer selalu naik. Tahun 2000-an, mungkin cicilan rumah masih Rp 800 ribu. Sedangkan saat ini, beberapa developer yang bekerjasama dengan pihak perbankan mematok cicilan rumah KPR perbulan bisa sampai Rp 1.200.000 atau Rp 1.300.000. Kenaikan cicilan rumah ini masih masuk akal, karena harga tanah dan bahan bangunan juga naik.

Lantas, bagaimana dengan Tapera yang uangnya bersumber dari 2,5 persen gaji pekerja? Apakah uang itu bakal cukup untuk membeli rumah di usia tua para pekerja? Tentu pertanyaan ini terus menggelayut di kepala masyarakat, khususnya kalangan buruh berpenghasilan rendah. Karena hal itu pula, Menteri PUPR Basuki Hadimuljo sampai mengungkapkan rasa penyesalannya setelah melihat kemarahan masyarakat. Ia pun mengatakan, mestinya keputusan soal Tapera ini tidak perlu diambil secara tergesa-gesa.

Kata Basuki, negara selama ini sudah memiliki program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Anggaran yang bersumber dari APBN untuk mensubsidi bunga perumahan mencapai Rp 105 triliun. Sedangkan Tapera, kata Basuki, jika dikalkulasikan dalam 10 tahun kedepan mencapai Rp 50 trilun. Karena hal itu, Basuki pun mengaku tidak legowo dengan keputusan ini. Ia pun meminta agar aturan ini jangan buru-buru diterapkan.

Kalaupun mau menerapkan aturan ini, masyarakat meminta agar negara membangun terlebih dahulu rumahnya. Kalau sudah rumahnya ada dan bentuk fisiknya bisa dilihat masyarakat, mungkin buruh legowo dikutip uangnya. Jangan dikit-dikit kutip uang, tapi wujudnya tidak ada. Ini yang kadang membuat masyarakat murka.

Penuh Kecurigaan

Terbitnya keputusan pemerintah soal PP No 21 tahun 2024 ini turut menimbulkan kecurigaan masyarakat. Warga menduga-duga, bahwa munculnya aturan ini ada hubungannya dengan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan program makan siang gratis pemerintah berikutnya. Namun, kecurigaan ini dibantah oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Kata Moeldoko, Tapera tidak ada hubungannya dengan IKN dan makan siang gratis.

"Tapera ini tidak ada hubungannya dengan APBN, enggak ada upaya pemerintah untuk membayar makan gratis, apalagi untuk IKN. Semuanya sudah, IKN sudah ada anggarannya," kata Moeldoko, dilansir dari ANTARA.

Moeldoko bilang, bahwa dana Tapera dikelola secara transparan melalui Komite Tapera yang dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner OJK serta kalangan profesional. Meski begitu, faktanya Menteri PUPR sendiri menolak aturan ini. Sebab penerapan Tapera dianggap ssangat tidak masuk akal.

Mesti Dihentikan

Karena banyaknya penolakan dari masyarakat, sudah sepatutnya kebijakan mengenai Tapera ini segera dihentikan saja. Sebab dapat dipastikan, masyarakat, khususnya kalangan pekerja merasa keberatan dengan aturan ini. Apalagi pekerja yang sudah memiliki rumah, tetap dipotong gajinya untuk keperluan Tapera tersebut.

Di tengah kecamuk soal kebijakan Tapera ini, sejumlah pimpinan buruh pun ikut bersuara. Mereka melakukan protes di Istana Negara menolak aturan ini. Presiden Partai Buruh Said Iqbal turut menjadi pihak yang menolak kebijakan tersebut. Kata Iqbal, pemotongan gaji pekerja ini hanya akan menambah beban kalangan buruh. Selama ini, buruh sudah banyak mendapat banyak pemotongan gaji.

"Buruh sudah dipotong jaminan pensiun 1 persen, jaminan kesehatan 1 persen, PPh 21 pajak, jaminan hari tua 2 persen, sekrang Tapera 2,5 persen, total mendekati hampir 12 persen," ucapnya pada wartawan di Jakarta. Karena alasan itu pula, lagi-lagi pembatalan ssoal Tapera mendengung. Namun begitu, jika nantinya para pimpinan buruh ini diundang ke Istana menemui Jokowi, ketegasan soal penolakan Tapera harus tetap disuarakan. Jangan lantas 'amem' dan 'melempem' ketika sudah diajak bertemu pemimpin negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun