Tidak hanya itu, pers juga harus memahami tentang hak privasi individu. Pers tidak boleh sembarangan membeberkan informasi pribadi tanpa izin yang sah. Misal, jurnalis tidak boleh mengunggah kartu identitas atau kartu tanda penduduk (KTP) seseorang, yang tidak ada kaitannya dengan pemberitaan dan kepentingan masyarakat luas.
Kemudian, pers juga harus memahami, bahwa ada situasi dimana kebebasan pers dapat dibatasi demi kepentingan umum. Contoh, jika ada terjadi konflik agama atau perang saudara yang dapat meruntuhkan satu negara. Maka pers sudah sepatutnya bisa memilah dan memilih, serta menimbang informasi seperti apa yang harusnya dipublikasikan. Jangan sampai informasi yang kita sampaikan justru menjadi pemicu konflik yang semakin luas di tengah masyarakat.
Berangkat dari hal tersebut, tentunya jurnalis atau wartawan juga sepatutnya mematuhi rambu-rambu yang ada di kode etik jurnalistik. Dalam 11 poin kode etik jurnalistik itu sudah jelas dan terang, bagaimana semestinya jurnalis dalam bertindak menjalankan tugasnya. Jangan sampai produk pemberitaan yang disajikan justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam 11 poin kode etik tersebut.
Perlunya UKJ dan Peran Dewan Pers
Agar jurnalis dan wartawan professional dalam menjalankan tugasnya, tentu penting rasanya untuk mengikuti uji kompetensi jurnalis (UKJ). Kegiatan ini sepatutnya menjadi wadah atau tempat bagi kalangan jurnalis, dalam merefresh kembali aturan dan acuan saat menjalankan tugasnya sehari-hari. Besar harapan, bahwa kegiatan UKJ tidak hanya menjadi kegiatan seremonial belaka.
AJI (Aliansi Jurnalis Independen), sebagai lembaga dan organisasi pers yang konsern dalam mendorong lahirnya jurnalis profesional, diharap terus dapat melakukan pelatihan dan kegiatan yang dapat menambah wawasan kalangan jurnalis. AJI juga diharap dapat memberikan masukan dan dorongan kepada Dewan Pers, untuk terus melakukan sosialisasi berkenaan dengan hukum pers dan kode etik jurnalistik, terkhusus kepada pihak-pihak yang mungkin akan mendirikan media baru.
Sebab, lahirnya media baru tanpa pemahaman hukum pers dan kode etik yang jelas, dikhawatirkan dapat melahirkan jurnalis atau wartawan yang tidak kompeten. Sehingga, bilamana muncul media yang hanya mementingkan sisi bisnis saja, niscaya harapan untuk memperbaiki mental dan melahirkan jurnalis yang profesional hanya akan menjadi angan-angan belaka.(ray)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI