Mohon tunggu...
Array Anarcho
Array Anarcho Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Budak korporat yang lagi berjuang hidup dari remah-remah kemegahan dunia. Sekarang ini lagi dan terus belajar menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. – Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Medan

Pungli dan Rusaknya Citra Pariwisata di Sumut

2 Mei 2024   21:13 Diperbarui: 2 Mei 2024   21:21 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pungutan liar (pungli) bukan hal baru di Sumatera Utara. Pungli terjadi di segala sektor, termasuk sektor parwisata. 

Baru-baru ini, viral kabar sepinya objek wisata Puncak 2000 yang ada di Kecamatan Merek, Kabupaten Tanahkaro Sumatera Utara. 

Padahal, objek wisata ini sempat menjadi primadona pelancong, khususnya warga Kota Medan

Sayangnya, objek wisata yang berada pada ketinggian hampir 2.000 meter di atas permukaan laut itu kini mulai sepi.

Dalam video yang beredar di media sosial, seorang lelaki yang tengah merekam video mengatakan bahwa objek wisata Puncak 2000 kini terbengkalai. 

Sang perekam juga menunjukkan perosotan yang mengarah ke kolam sudah dalam kondisi usang. 

Bahkan, di sekeliling lokasi tampak dipenuhi semak belukar. 

Dari berbagai unggahan di media sosial, netizen meresponnya dengan beragam. 

Ada yang menyebut bahwa sepinya Puncak 2000 karena pungli. 

Ada juga yang mengatakan karena harga makanan dan minuman di lokasi sangat tidak masuk akal.

Pada umumnya, pelancong yang pernah ke Puncak 2000 merasa kecewa. 

Sebab, hampir di tiap titik ada pengutipan. 

Belum lagi harus bayar jika ingin berfoto di sekitar lokasi. 

Banyak pengutipan yang akhirnya membuat pengunjung enggan untuk datang lagi kesana. 

Mereka kapok, karena niat awal ingin refreshing, justru berakhir stres lantaran biaya yang sangat tinggi. 

Bukan cuma Puncak 2000 saja yang bermasalah. 

Beberapa waktu lalu, viral juga pungli di kawasan Sidebuk-debuk, Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

Bahkan, pungli di Sidebuk-debuk berulangkali terjadi, hingga berujung pada kasus penganiayaan terhadap wisatawan. 

Kasusnya pun sempat diproses polisi, dan kemudian pihak terkait mengamankan pelakunya. 

Lepas dari Sidebuk-debuk, masalah yang hampir sama juga terjadi di Bukit Sibea-bea, Kabupaten Samosir. 

Masyarakat yang tadinya ingin berwisata rohani melihat patung Yesus justru kecewa, karena banyaknya pengutipan yang dilakukan sejumlah oknum. 

Bahkan, tarif yang dikenakan pun terbilang cukup mahal, hingga masyarakat enggan ke lokasi.

SDM yang Rendah

Melihat banyaknya kasus pungli di sejumlah objek wisata di Sumut itu, pelancong pun mengaitkannya dengan masalah sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah. 

Mereka yang melakukan pengutipan hanya memikirkan keuntungan sesaat, tanpa berpikir panjang kedepannya. 

Padahal, jika tempat wisata ini dikelola dengan baik, tentu akan memberikan keuntungan yang sepadan bagi masyarakat. 

Namun, karena lebih mementingkan keuntungan yang lebih besar, citra pariwisata di Sumut ini pun menjadi jelek.

Pelancong tak mau lagi datang ke Sumut karena alasan maraknya pungli. 

Semestinya, pihak terkait juga jangan terlalu serakah dalam mencari 'cuan'. 

Pengunjung bilang, berilah tarif yang sewajarnya. 

Jangan karena alasan tempat wisata, semua harga dipatok mahal. 

Buntutnya, masyarakat sendiri yang rugi. 

Orang-orang tidak mau lagi berkunjung ke sana lantaran muak dan bosan melihat tingkah segelintir oknum yang lebih mementingkan duit daripada kenyamanan pengunjung.

Peran Pemerintah Daerah

Peran pemerintah daerah dan aparat penegak hukum juga sangat penting dalam kemajuan pariwisata di Sumut. 

Jika suatu tempat marak dengan aktivitas pungli, sudah sepatutnya pemerintah daerah mengambil tindakan yang tegas. 

Jika ada yang melakukan tindakan mengarah ke perbuatan pidana, maka aparat penegak hukum harus segera menangkap dan memproses pelakunya. 

Di sisi lain, pemerintah daerah juga harus mengubah mindset masyarakat, tentang bagaimana mengelola tempat wisata yang baik.

Masyarakat perlu diberi pemahaman, bahwa mencari untung itu sebenarnya hal wajar, dan boleh saja dilakukan. 

Tapi jangan pula mematok harga secara berlebihan. 

Sebab, objek wisata ini tergantung pada kesan yang dirasakan oleh pelancong. 

Jika saja kesan pertama yang diberikan pada pelancong sudah jelek, maka kedepan dapat dipastikan pengunjung tidak akan mau datang lagi ke lokasi.

Secantik apapun dan semegah apapun sebuah tempat wisata, tapi jika tidak dikelola dengan baik, ujung-ujungnya bakal menanti kebangkrutan saja. 

Mudah-mudahan, para pengelola wisata dan masyarakat sekitar tempat wisata yang rawan pungli bisa berbenah. 

Hal ini demi kepentingan bersama. 

Dan yang terpenting, sebisa mungkin tempat wisata itu aman dari tindak kejahatan. 

Jangan sampai kasus perampokan yang dialami turis Prancis bernama Pujadas Carola EP Andrea Zoe (52) di Air Terjun Sipiso-piso, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, terulang lagi. 

Jika hal ini terjadi, dapat dipastikan citra pariwisata di Sumut kian suram dan menakutkan.(ray)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Medan Selengkapnya
Lihat Medan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun