Kubiarkan imajiku bergentayangan kemanapun ia membawa khayalan dan lamunan untuk mereka-reka cerita. Seperempat jam berlalu, tiba-tiba aku dapat inspirasi dan langsung kuketik. Kubaca seksama, kutimbang-timbang, tapi lalu kuhapus saja. Cerita ini sepertinya tak begitu menarik, sudah terlalu umum dan mungkin sering diceritakan orang.
Huh, sepertinya kebebasan berceritaku tersekat oleh pemikiran bagaimana selera juri agar mereka memenangkan cerpenku. Aku malah jadi buntu. Kumatikan laptop. Besok saja dimulai lagi, toh masih ada lima hari sebelum batas pengiriman.
6 November 2012
Pagi-pagi, aku sudah bersiap mengerjakan cerpenku. Akumasih bingung memulai cerpenku, ide ceritanya belum kutemukan. Seperti pertapa sedang bertirakat mengharapkan ilham, aku mengurung diri seharian, dan yang kuharapkan adalah wangsit berupa ide cerita. Namun itu tak cukup membuatku segera menemukan ide cerita. Berjam-jam aku memelototi layar monitor laptopku, hingga magrib tiba, tak satupun ide cerita muncul, tak satu paragraf pun selesai kubuat. Kutunda besok saja, masih ada empat hari lagi.
7 November 2012
Hmm, susah-susah, bagaimana kalau menyadur? Cari saja cerpen bagus dari penulis terkenal yang sudah diterbitkan, lalu menyesuaikan ceritanya dengan tema asuransi, merombak alur dan memodifikasi tokohnya. Tapi tidak, nuraniku tak mengijinkannya, itu tidak cantik.
Sudah dua hari tapi belum juga kutemukan ide cerita bagus, itu membuatku sedikit tertekan. Baiklah, jangan terlalu dipaksakan, santai saja dulu. Mungkin bermalas-malasan dan banyak tidur untuk menyegarkan otak.
8 November 2012
Apa mungkin aura kamar kost ini tidak cocok denganku, sehingga inspirasi tak juga datang. Dan memang, tempat kostku tepat di pinggir jalan yang ramai, takkan pernah sepi sebelum jam duabelas malam. Jadi apa yang mesti kuperbuat? Apa mengungsi sementara ke tempat sepi, seperti ke hutan, gunung, atau goa. Ah, ya, mungkin pulang kampung saja. Ketenangan desa mungkin lebih membantu menemukan ide cerita.
Hanya berbekal laptop dan beberapa potong pakaian yang kubawa. Jam sepuluh, masih lumayan pagi, cukup untuk berangkat. Jam setengah satu sampai di desa tercinta. Satu setengah jam lebih berkendara, terik cukup menyengat, membuat lelah badan. Istirahat saja dulu, tidur, satu atau dua jam.
Aku terjaga jam empat sore, itupun dibangunkan ibuku. Aku bergegas mandi dan menyambar meja makan, lepas itu aku bersiap memulai. Baru saja membuka laptop, kerabat berdatangan, ngobrol ngalor ngidul hingga masuk beduk magrib mereka baru membubarkan diri.