Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh Satu s/d Tiga Puluh Tiga

10 Oktober 2013   17:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di tempat khalwat, perhatian Tarya sejenak terpusat pada amplop coklat berisi lembaran-lembaran uang dengan nominal fantastis. Pencapaian omset terbesar sepanjang praktek pengobatannya. Untuk sementara dia lupa pada apa yang harus dilakukan untuk menemukan anak hilang itu.

Tarya lalu beralih pada baju milik si anak hilang itu. Dia tak tahu apa yang akan diperbuat dengan baju itu. "Mana mungkin diendus. Si Koma kan bukan anjing pelacak. Kelebihan pelacakannya ada pada telinga, bukan hidungnya." Dia mendongak sambil terpejam cukup lama dengan harapan menemukan cara.

"Suara, ya itu dia. Suara," cetus Tarya.

Koma sudah disetel berubah menjadi bocah ajaib dengan telinga yang supersensitif. Tarya menjatuhkan baju itu sama seperti pertama kali dia menemukan tombol kendali secara tak sengaja dengan menjatuhkan jambu, tapi tak mendapatkan suara yang cukup jelas didengar. Dia lalu memukul-mukulkan baju itu ke tanah untuk memunculkan sebuah bunyi suara. Dia menyuruh Koma mendengarkan dengan teliti agar dapat melacak dimana si empunya baju itu. Koma kemudian memejamkan mata seolah meresapi sesuatu. Cukup lama terpejam, Koma tak mendengar atau menemukan apapun yang berhubungan dengan keberadaan si anak hilang itu.

Saat berubah jadi bocah ajaib, Koma banyak memahami sesuatu. Tak memerlukan diskusi dengan Tarya, Koma tahu apa yang seharusnya dia kerjakan untuk memecahkan kebuntuan itu. Koma merebut baju itu dari tangan Tarya. Dia mengibaskan baju itu, bukan hanya belasan kali, tapi puluhan kali.

Satu kibasan, partikel-partikel bagian dari suara si anak hilang yang terendap di baju itu buyar tercecer ke segala arah. Satu sapuan udara segera mengikat beberapa partikel itu dan mengirimkan ke selaput gendang telinga Koma. Dia kembali memejamkan mata, menyapu sampah-sampah memori di otaknya. Setelah bersih, dia kunci rapat ruang memori itu agar tak ada yang masuk, apalagi mengotori. Koma hanya memasukkan partikel suara si anak hilang yang sudah terkonversi menjadi memori ke ruang data base otaknya.

Seperti Sulaiman, Koma meminta angin mengantarkan partikel suara si anak hilang itu mengelana untuk menemukan sumbernya.

"Wahai partikel! Temukan temanmu! Temukan sumbermu. Kalau sudah ketemu, lekas kabarkan padaku!" Bermenit-menit Koma tertegun memejamkan mata.

Tarya biarkan Koma beraksi. Dia hanya asyik menghitung jumlah uang yang diterima dari pasien itu. Tarya percaya dengan apa yang dilakukan Koma. Kalaupun itu tidak berhasil, Tarya telah merencanakan segala sesuatunya dengan matang sejak kemarin malam. Andai Koma tidak menghasilkan temuan apa-apa, Tarya akan sembarang mencatatkan alamat di mana anak itu berada, lepas itu, dia kabur.

Lebih dari setengah jam, Koma baru membuka mata. Tarya langsung menyerobot Koma dengan pertanyaan, dan secarik kertas beserta pena yang telah dipersiapkan untuk menuliskan hasil pencarian bocah  itu -persis jurnalis mengorek berita dari narasumbernya. Koma berhasil melacak, katanya si anak hilang itu masih berada di sekitar Kota Bandung. Tarya segera mencatat alamat jelas, lengkap dengan titik koordinat keberadaan anak itu. Koma menganjurkan pada Tarya agar si pasien segera mencari ke alamat tersebut secepatnya, sebab jika terlambat, mungkin dia tak mampu melacaknya lagi.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun