Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh Satu s/d Tiga Puluh Tiga

10 Oktober 2013   17:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ketika berada di dalam tempat khalwat itu Tarya meminta pasien menyebutkan nama lengkap, hari dan tanggal lahirnya. Dari suara pasien saat menyebutkan nama lengkapnya, Koma dapat mengetahui segala sesuatu mengenai pasien itu, dari riwayat hidup hingga penyakit yang dideritanya. Bahkan dapat meramalkan nasib seseorang kelak, dari intonasi tekanan suaranya. Sedangkan obat apa saja, dan cara penyembuhannya Koma ketahui dari suara ketika menyebutkan hari dan tanggal kelahiran.

Begitu pasien bersuara, Koma yang sudah diseting berubah menjadi bocah ajaib lalu mendikte Tarya, menjelaskan panjang lebar segala informasi mengenai pasien itu. Tarya hanya mengutip yang inti dan paling penting saja untuk dia sampaikan kepada pasiennya. Untuk belasan kali dalam sehari, cara itu berhasil.

Tiga Puluh Dua

~ Melacak Anak Hilang ~

Suatu hari tempat praktek Tarya kedatangan seseorang dengan tujuan bukan untuk berobat ataupun memperbaiki peruntungan. Seorang pria dengan dandanan perlente, pertanda dia bukan calon pasien sembarangan. Pria itu meminta bantuan Tarya untuk mencari keberadaan anak perempuannya yang sudah seminggu menghilang. Itu kasus baru yang belum pernah ditemui Tarya sebelumnya. Seperti yang lazim di masyarakat, opsi alternatif lain cara mencari anak hilang, selain mendatangi kantor polisi adalah meminta bantuan paranormal.

Langkah pertama, seperti biasa, Tarya berakting memejamkan mata seolah melakukan penerawangan gaib. Selanjutnya dia pura-pura komat-kamit pelan membaca mantra. Terakhir dia tutup dengan menyapukan dua tangan ke wajahnya.

"Menurut penerawangan saya, anak bapak berada di suatu tempat. Tapi, saya kesulitan mendeteksinya. Seperti ada sesuatu yang mengaburkan peneropongan saya sehingga kesulitan melihatnya dengan jelas. Ini cukup berat!" sang paranormal gadungan beraksi.

"Jadi bagaimana Ki? Apa anak saya bisa ditemukan?" sang pasien antusias dan mudah saja percaya bualan Tarya.

"Ini masalah berat. Sebentar, saya tinggal bermeditasi untuk mencoba meneropong kembali!" Tarya menuju tempat khusus itu. Dia biarkan pria itu menunggu.

Lagi-lagi ujung tombaknya ada pada Koma. Dia bertanya pada bocah itu. Tapi kali ini tak mendapat jawaban memuaskan. Koma tak mampu menemukan apapun. Media yang dideteksinya tak jelas. Tarya kalang kabut. Dia tak ingin kehilangan kesempatan emas mendapatkan banyak uang dari pasien itu. Sejenak Tarya tercenung memeras otak, mencari cara.

Pergulatan dalam hati Tarya, kalau hanya sok tahu sok menebak, itu spekulasi. Kalau tebakannya benar, itu keberuntungan. Tapi, presentase kebenarannya sembilan puluh persen mungkin meleset, sisanya hanya sepuluh persen yang tepat. Tentu saja riskan. Nama besarnya dipertaruhkan. Kalau sok tahu dan meleset, reputasinya akan hancur, karirnya bisa berakhir, dan bisa saja tak ada lagi keuntungan yang akan diraih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun