Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 4 Empat Puluh Lima

17 Oktober 2013   01:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:26 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak mengenal waktu, pagi, siang, sore bahkan malam hari, kalau suara itu muncul maka Koma akan mengasyikinya sendiri. Dan, selama ini dia banyak asyik sendiri. Tak peduli ocehan orang tentang keganjilan tingkah lakunya yang identik sebagai bentuk kegilaan, karena pada dasarnya Koma tak mendengar apa pun selain suara sosok lelaki misterius itu, suara gaib itu.

Koma tak terlalu menanggapi kebenaran bahwa suara itu berasal dari seorang tokoh yang konon hidup di masa lalu, dengan segenap kegagahan dan kesaktian. Dia tak begitu percaya suara gaib yang mengaku Rakean Surawisesa. Bisa saja nama sebenarnya bukan Rakean Surawisesa tapi Mbah Jambrong misalnya, atau Mbah Santong, Mbah Semprong, atau siapalah itu. Mungkin hanya mengaku-aku saja. Tapi dia tak peduli. Yang penting suara itu enak diajak ngobrol, nyambung dan memahami dirinya ketika berbagi pendapat mengenai apa pun.

Di manapun dan kapan pun suara itu datang, Koma tak mampu menolak. Tak juga mampu mengundang suara itu agar datang pada waktu-waktu tertentu yang dia kehendaki. Suara gaib itu muncul kapan dan dimanapun sesuai kehendaknya sendiri. Hanya ketika Koma bersama Kyai Mastur suara gaib itu tak muncul. Entah tak berani, tak bisa, segan, enggan, atau terlalu menghormati Kyai Mastur. Atau pula, entah sosok di balik suara gaib itu kasihan pada Koma. Sebab, jika suara gaib itu muncul manakala Koma sedang bersama Kyai Mastur, mungkin sang kyai juga ikut-ikutan menganggap Koma gila.

Karena tingkah aneh Koma sering berbicara sendiri, kebanyakan penghuni pesantren semakin yakin kalau si santri aneh itu gila. Santri-santri putra, apalagi santri putri tak berani berada dekat dengan Koma. Seolah seperti bus, di kening Koma tertulis "Jaga jarak aman!". Dulu orang-orang di lingkungan pesantren terbuka dan mencoba memperbaiki psikologi Koma dengan beragam pendekatan persuasif, tapi dia malah menghindar, bahkan menutup diri dari interaksi dengan mereka, seolah mereka yang hendak mendekatinya adalah sekumpulan orang-orang dengan kasta terendah, hina dan patut dijauhi. Kini berbalik, kebanyakan penghuni pesantren memandang bahwa menjauhi Koma hukumnya sunat, bahkan fardhu 'ain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun