Alhamdulillah, kelompok kami tak sampai berurusan dengan petugas walaupun ada yang drop. Intinya sih, kayak kita lagi di tengah ujian hidup, kali ya. Kalau nyerah gitu aja, berabe, pokoknya jangan putus asa sama jalurnya, deh, sekesel-keselnya, hadapi saja lah! Kalau udah bener-bener nggak sanggup ya minta pertolongan dan lain kali pikir-pikir lagi, "Yakin masih mau nanjak?" He he...
Alun-alun Suryakencana: Bisa Upacara Bendera hingga Berburu foto dengan Latar Belakang Edelweis
Tapi apakah boleh dipetik? oh jangan. Jelas dilarang.
Padang luas ini juga dikelilingi bukit-bukit hijau nan cantik. Saking luasnya, kayaknya  bisa nih ngadain upacara bendera.
Saya, Mety, Ina, Kak Hani dan Kak Hasi tiba pukul 18.30 WIB setelah rombongan Kang Lilik, Dhebay, Tegar, Indy, Agip, CR, Kak Nugrah dan anaknya, Rantisi. Jadi beberapa tenda sudah didirikan, tinggal dialasi matras saja.
Kami langsung berbenah, bersih-bersih alakadarnya, salat dan istirahat. Tapi rasa hati nggak tenang karena rombongan Ummi, Mamake, bu Puspa, Bu P, Bu Wido, Pak Awang dan Pak Wowo juga Kang Baskom masih tertinggal jauh di belakang.
Niat hati ingin istirahat, jadi nggak bisa. Selain khawatir dengan kondisi teman-teman yang belum sampai, hawa dingin nyatanya nggak bisa bikin tidur tenang walau sejenak.
Badan udah dibedong sleeping bag, sudah dibaluri minyak-minyakan agar hangat, pakai kaus kaki, pake jaket, hoodie, tetap saja hawa dingin terasa menusuk tulang. (Makasih buat bontot-qu.. Rifa buat pinjaman SB dan Jaketnya. heehhe. Juga Mety untuk pinjaman kerir "mini"-nya.)Â
Kaki pun mulai nyut-nyutan dan kaku. Udah nggak karu-karuan lah rasanya. Tapi teman-teman saya bisa tidur, sih, luar biasa. Saya mah boro-boro. Bahkan di tenda sebelah aja ada yang kedengeran ngorok. Heheheh.. hakiki sekali sementara saya masih berjibaku dengan dingin dan pegal.
Pukul 11, rombongan Mbakpaw, ibu-ibu dan bapak-bapak baru sampai. Alhamdulillah selamat semua, hanya pastinya kelelahan. Mereka cerita, mereka sedih karena ketinggalan (ditinggalin). Awalnya ketinggalan sedikit aja karena ibu-ibu banyak mengambil foto dan waktu yang dibutuhkan untuk istirahat di tengah jalur juga jauh lebih lama dari rombongan di depannya, termasuk kami.
Ya sudah, akhirnya malam itu, kami melupakan sejenak kebaperan dan kelelahan dengan pergi tidur. Tapi saya sama sekali tidak bisa. Satu jam menjelang Subuh, barulah saya bisa memejamkan mata.
Pagi hari kami (masih dengan leyeh-leyeh di tenda) sementara di luar ibu-ibu sudah mulai memasak. Kebetulan ada yang bawa tekwan, ketupat instan, bawa bahan membuat bubur kacang ijo, ada yang bawa tempe kering, kentang kriuk, roti, kopi, madu, jahe, susu dan lain-lain. Banyak lah. Alhamdulillah kalau bareng emak-emak, perutmu aman, Nak...