Mohon tunggu...
Abdul Rozak
Abdul Rozak Mohon Tunggu... Lainnya - Law Student

Anak kampung, yang sedang berjuang membahagiakan orang tuanya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Wacana Masa Jabatan Presiden Tiga Periode di Indonesia

1 Juli 2021   17:37 Diperbarui: 1 Juli 2021   17:47 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (Dok. Sesneg)

Usulan Masa Jabatan Presiden Tiga Periode 

Sejak bergulirnya Reformasi 1998, masa jabatan presiden Indonesia dibatasi dua periode. Tetapi, sejumlah politikus memunculkan isu kemungkinan ketentuan itu diubah. Tahun 2010, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ruhut sitompul (ketika masih menjadi politikus Demokrat) ingin masa jabatan presiden tiga periode. Di era kepemimpinan Jokowi, isu mengubah masa jabatan Presiden tiga periode mencuat beberapa kali. Tahun 2018, kelompok masyarakat dan partai Perindo ajukan uji materi pasal UU pemilu yang mengatur masa jabatan presiden/ Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi. Jhonny G. Plate (waktu itu Ketua Fraksi Nasdem MPR)  dan Surya Paloh, ungkap semua masyarakat ingin masa jabatan Presiden diubah dan bisa di amandemen. Begitupun menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo yang mengatakan bahwa, kita perlu melakukan amandemen tentang pemilihan Presiden yang dapat dilakukan tiga kali.

Pada Februari 2021 Arief Puyuono, Politikus Gerindra pendukung Jokowi menilai masa jabatan Presiden tiga periode patut untuk dipertimbangkan. Wacana masa jabatan Presiden tiga periode menemui puncaknya ketika mantan Ketua MPR Amien Rais memberikan pernyataan melalui video di kanal youtubnya. Amien Rais mencurigai manuver politik untuk mengadakan Sidang Istimewa MPR dengan usul untuk mengubah masa jabatan presiden. Wacana tentang masa jabatan Presiden tiga periode ini juga ditanggapi Presiden Jokowi melalui video. Jokowi menilai usulan itu ada tiga motif, ingin menampar muka saya, ingin cari muka atau ingin menjerumuskan. Jokowi mengatakan bahwa tidak ada niat dan tidak berminat untuk menjadi presiden tiga periode. Karena konstitusi mengamanatkan dua periode.

Wacana masa jabatan presiden tiga periode ini, selain dilatarbelakangi kepentingan politik juga karena nyaman dengan kepemimpinan Jokowi. Karena menilai Jokowi sangat hebat sehingga perlu dipertahankan dan perlu diberi ruang.

A. Konstitusional atau inkonstitusional?


Setelah Indonesia memasuki era reformasi, amandemen UUD 1945 baru dilakukan sebanyak 4 kali. Termasuk didalamnya pasal 7 yang mengatur masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI. Amandemen pasal 7 UUD 1945 dilakukan pada sidang umum MPR tanggal 14-21 Oktober 1999. Hasilnya adalah adanya sedikit perubahan untuk pasal 7 dan beberapa tambahan yang meliputi pasal 7A, 7B, dan 7C. Setelah amandemen tersebut, jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya bisa dipegang selama dua periode berturut-turut oleh seorang Presiden yang sama. Masa jabatan Presiden tiga periode untuk sekarang tidak bisa, karena karena konstitusi tidak menghendaki demikian.

Lalu apakah masa jabatan Presiden tiga periode konstitusional atau inkonstitusional? Merujuk ke pasal 7 UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, masa jabatan Presiden tiga periode jelas inkonstitusional, Karena tidak berdasarkan konstitusi.

Pasal 7 UUD 1945 mengatakan:

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun. Dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".

Jadi, masa jabatan Presiden tiga periode adalah inkonstitusional, karena tidak berdasarkan konstitusi/ UUD 1945.

B. Amandemen UUD 1945

Munculnya  wacana masa jabatan Presiden tiga periode diperkuat dengan wacana amandemen UUD 1945. Klausul tentang wacana masa jabatan Presiden tiga periode ditengarai masuk dalam amandemen UUD 1945 yang sejak awal periode MPR lalu sudah disepakati untuk memasukkan pokok-pokok haluan Negara. Meskipun tidak langsung, tetapi melalui usulan-usulan seperti GBHN, penataan kewenangan lembaga Negara dan juga beberapa isu-isu yang lain yang kemudian diusulkan untuk diubah melalui proses amandemen. Perubahan konstitusi sendiri sudah diatur dalam pasal 37 UUD 1945.

Pasal 37 UUD 1945:

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. 

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditujukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, siding Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggoata Majleis Permusyawaratan Rakyat.

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Pasal 37 memberikan ruang untuk dilakukannya amandemen, terlebih pada klausul tentang wacana masa jabatan Presiden tiga periode. Tetapi, menengok sejarah dalam amandemen konstitusi yang dilakukan dari tahun 1999 hingga 2002, masyarakat trauma dan dikawatirkan akan melebar. Pasalnya, amandemen tersebut sering berubah-ubah. Niatnya hanya membatasi masa jabatan, tetapi molor menjadi perubahan kedua, ketiga, keempat sampai materi yang berubah dari UUD tersebut 300 persen. Jadi, wacana amandemen masih menyisakan trauma akan masa lalu, yang perubahan klausulnya semakin melebar.

Lalu, apakah amandemen klausul tentang wacana masa jabatan Presiden tiga periode bisa dilakukan?

Seperti yang sudah diuraikan diatas, bahwa amandemen konstitusi tentang masa jabatan Presiden bisa dilakukan, dan konstitusi kita memberikan ruang untuk dilakukannya perubahan tersebut. Terlebih lagi, usulan amandemen ini muncul melalui tokoh-tokoh politik. Tentunya bukan tidak mungkin lagi amandemen ini bisa dilakukan, karena kekuatan politik dan kepentingan partai bisa menghendaki semuanya. Masyarakat juga harus bisa membedakan relitas media dan real reality politikus. Proses politik teknik di MPR dan proses politik abstrak di media seringkali tidak selaras.

C. Bertentangan dengan Agenda Reformasi 

Usulan masa jabatan Presiden tiga periode bertentangan dengan dua hal mendasar:

1. Bertentangan dengan upaya untuk mereformasi dan merancang sistem kepemiluan kita agar lebih demokratis.

Masa jabatan Presiden tiga periode tentunya bertentangan dengan upaya untuk memperkuat dan memperbaiki sistem kepemiluan kita agar lebih demokratis. Upaya ini tentunya dilakukan dengan cara pembatasan kekuasaan yang diatur sedemikian rupa, agar kemudian satu orang tidak memungkinkan memegang jabatan terlalu lama. Pembatasan kekuasaan yang diatur dalam pasal 7 UUD 1945 adalah bentuk upaya untuk memperbaiki sistem kepemiluan dalam kerangka sistem presidensil.

2. Bertentangan dengan semangat reformasi yang diperjuangkan banyak orang.

pembatasan kekuasaan yang diatur dalam pasal 7 UUD 1945 adalah bentuk manifestasi dari semangat reformasi untuk mengamandemen UUD 1945. Kita punya pengalaman pahit bagaimana masa jabatan Presiden dipegang oleh satu orang dalam jangka waktu yang sangat lama oleh Orde Baru, yaitu selama 32 tahun. Salah satu konsen isu ketika reformasi adalah bagaimana membatasi masa jabatan Presiden. Ini untuk memastikan baimana Presiden tidak memegang masa jabatan terlalu lama. Sebab kalau presiden memegang jabatan terlalu lama akan muncul tujuan-tujuan lain dalam masa jabatan itu yang berpotensi membuat penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih tidak demokratis lagi dan menimbulkan abose of power.

Wacana masa jabatan Presiden tiga periode bertentangan dengan dua hal di atas. Pertama bertentangan dengan upaya menata sistem elektoral kita untuk membuat proses pemiliha lebih demokratis lagi. Dan yang kedua berlawanan dengan semangat reformasi yang diperjuangkan banyak orang.

Penutup

Wacana tentang masa jabatan Presiden tiga periode tentunya sangat menarik untuk dibahas. Masyarakat juga harus tetap mengawal, memastikan dan mewaspadai agar upaya untuk melanggengkan kekuasaan tidak dilakukan. Penulis lebih tertarik lagi kalau pemerintah menghapus Presidential Threshold dan Presidential Threshold jadi 0 (Nol). Sehingga banyak calon Presiden, dan diskusi di ruang-ruang publik lebih substantif lagi, bukan perdebatan yang hanya gimik saja. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun