sejak aroma pilkada sudah digaungkan, Â kita masih terbawa suasana covid yang beringas. sejenak konsentrasi kita terbelah diantara dua pilihan, memberantas covid dan mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pilkada. para politikus bermain diantara dua arena tersebut, maka kita sebagai masyarakat biasapun dipersilahkan untuk bingung.
Kalau tidak lupa awal April 2020 kemarin Depdagri, DPR RI,KPU dan Bawaslu telah menyepakati penyelenggaraan Pilkada serentak untuk ditunda, yang seyogianya dilaksanakan pada bulan September 2020.ternyata melihat perkembangan terakhir yang tidak memungkinkan pandemi ini akan berakhir, maka demi kepentingan nasional penyelenggaraan Pilkada harus dilakukan. sekaitan dengan itu kabar benar dan hoax pun berlomba - lomba untuk mengacaukan situasi.Â
Seperti yang kita ketahui bahwa setiap anggaran pembangunan yang akan dipergunakan, sudah dianggarkan pada tahun sebelumnya, dan itu sudah persetujuan DPR RI kalau ditingkat pusat,DPRD di tingkat Daerah.Â
ada banyak poin dalam anggaran tersebut sebagai penunjang kegiatan pilkada yang sudah direncanakan. oleh karena nya , dengan adanya rencana penundaan Pilkada tersebut, maka otomatis akan mengganggu penggunaan anggaran yang sudah dan belum.Â
 kita mengetahui  bahwa Pilkada 2020 diikuti 270 daerah yang terdiri dari 9 propinsi dan 224 kabupaten dan 37 tingkat kota. tahapan demi tahapan sudah dilaksanakan, mulai perekrutan petugas, verifikasi administrasi dukungan, memperbaiki laporan pemilih , daftar pemilih yang sudah didata, pasti akan berubah di tahun berikutnya serta masalah usia yang berhak memberikan suara. ( 17 tahun )  semua ini jelas akan menambah pasal-pasal pengurangan dan penambahan pembiayaan.Â
Namun demikian KPU secara keseluruhan tidak memiliki wewenang penuh terhadap pengunduran pemilihan dan tahapan pemilihan, karena itu merupakan wewenang Pembuat UU dan masih perlu berkoordinasi dengan Mendagri .Â
Oleh sebab itu, perlu adanya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar kebijakan pengunduran Pilkada 2020 memiliki payung hukum yang jelas. Dalam situasi seperti ini, Presiden sebagai Kepala Negara memiliki wewenang mengambil keputusan  dalam situasi yang genting dan memaksa.Â
Sebagaimana disebutkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138 PUU/VIII/2009 tentang syarat untuk dapat dikeluarkannya  Perppu. Perppu ini akan  berfungsi sebagai pegangan hukum alternatif bagi KPU dalam menjalankan tugas sebagai panitia pemilihan.Â
Selaras dengan itu, Mendagri Tito Karnavian sebelumnya sudah memerintahkan jajarannya untuk segera berkoordinasi dengan kementerian terkait, utamanya dengan Sekretariat Negara untuk memulai penyusunan Perppu Pilkada 2020 sebagai perubahan atas UU 10/2016 yang mengatur Pilkada 2020.
Dilihat dari penggunaan anggaran apabila Pilkada ditunda, akan menimbulkan kekacauan anggaran, adanya perubahan mata anggaran yang geser sana geser sini, karena sebelumnya KPU  dan para penyelenggara administrasi sudah pasti telah menggunakan sebagian  anggaran tersebut, antara lain biaya atk (alat tulis kantor) biaya perjalanan dinas/konsultasi,biaya rapat-rapat dan biaya untuk cetakan bahan-bahan sosialisasi, honorarium para pengumpul data.Â
oleh karena itu disisa waktu yang masih ada 3 bulan lagi, adalah waktu yang sangat minim untuk melakukan persiapan dan perbaikan di segala bidang. sementara serangan Covid masih tetap menghantui,yang mengakibatkan para pengelola kegiatan bekerja dari rumah.
Disisi lain  Pemerintah Pusat juga perlu meninjau ulang SK Kepala Daerah yang akan habis masa jabatannya di tahun 2020. Opsi yang bisa dilakukan adalah melakukan perpanjangan SK atau menyiapkan Pejabat Pelaksana Tugas sementara untuk menjalankan tugas KDH tersebut. Â
Hal ini dilakukan untuk meminimalisir masalah-masalah yang akan muncul karena tidak adanya kepastian hukum yang melegitimasi status KDH Â dan bisa jadi membuat birokrasi mengalami kebingungan.Â
Jangan menunggu  partai politik  bergerak untuk menuntut KDH  dan Pemerintah Pusat untuk meneliti  SK KDH  karena dianggap pasti bermasalah secara administrasi., apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang merongrong banyak lini kehidupan masyarakat.
Ada beberapa KDH  yang mengeluhkan " Jika Pilkada tetap dilaksanakan maka, mereka mengusulkan supaya biaya penyelenggaraan pilkada tersebut dapat ditampung di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebab mereka beralasan APBD sudah terkuras habis untuk  biaya Penanggulangan Covid 19.Â
ada keyakinan bahwa APBN tidak  akan terganggu  karena keduanya masih berkaitan  satu sama lain, yakni mencegah penularan  Covid-19 dan  Pelaksanaan Pilkada . dimana pada tanggal 9 Desember 2020 yang akan datang akan tetap melaksanakan Pilkada serentak yang  memiliki dasar hukum lewat Perppu Nomor 2 tahun 2020 yang diterbitkan  pada tanggal 5 Mei dan direstui Satgas Covid-19 melalui surat bernomor 196 /KA .GUGUS /PD.01.02 /05 /2020  pada 27 Mei.
Jika Perppu tersebut tetap dilaksanakan, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan bagi semua pihak antara lain : 1. menghindari pengerahan massa pada masa kampanye, membuat peraturan / acuan bagi para penyelenggara agar melakukan sosialisasi dan kampanye dengan cara daring, tetap melakukan protokoler kesehatan, Â mengurangi jumlah pemilih untuk mendatangi TPS.Â
mempergunakan anggaran seefisien mungkin. dan yang terpenting ialah dengan mempertimbangkan masa bakti KDH.  Oya....apabila peraturan mendukung bahwa penduduk yang positif terkena Covid dilarang mendatangi TPS dan memberikan suara  ( karena ini menyangkut Hak Warga Negara )semoga Pilkada berjalan sesuai aturan dan Covid dapat tertangani dengan baik.Â
Ada satu yang mengganjal perasaan, yaitu ditundanya pelaksanaan Pilkades, sesuai surat  Menteri Dalam negeri Nomor. 141/4328/SJ tanggal 10 Agustus 2020. perihal Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa serentak dan Pemilihan Kepala Desa Antar Waktu (PAW) berdalih bahwa Penyelenggaraan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020 merupakan Program Strategis Nasional  yang harus didukung semua pihak termasuk Propinsi,Kab/Kota  baik yang berpartisipasi  dalam pilkada maupun tidak. berkenaan dengan point tersebut menjadi dasar penundaan pelaksanaan Pilkades.  hal ini akan menjadi bahan gorengan tukang goreng. ( dan sayapun semakin bingung yang tiada tara ).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H