Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 1998 itu melukiskan kisah yang panjang terkait perjalanannya mengabdi sebagai pengajar di tanah Merauke Papua. Seperti apa perjuangan dan lika-liku pria asal Lamongan ini sehingga sampai di tanah kelahiran mantan pemain timnas Boas Saloza tersebut?
JUMENENG. Begitulah namanya. Pendek dan khas Jawa. Namun, di balik namanya yang pendek, alumni jurusanMei 2007 adalah awal kali Jumeneng memantapkan niat untuk merantau ke Kabupaten Merauke Propinsi Papua. Bermodal tekad dan pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah di IKIP Surabaya, kini Unesa, Jumeneng mengawali pekerjaan sebagai guru honorer di SMP Muhammadiyah Merauke yang dikelolah Sekolah Yayasan Islam. Di sana, selain mengajar di SMP Muhammadiyah Merauke, Jumeneng juga menjadi guru honorer di SMA Negeri 1 Merauke.
Awalnya, sama sekali tidak terpikirkan oleh Jumeneng bahwa akan menjalani karier sebagai pengajar di Papua. Kala itu, ketika lulus dari Unesa, ia sempat mengikuti Tes CPNS di LIPI. Namun, ternyata takdir berkata lain. Ia tidak berhasil lolos tes CPNS. Ketidakberhasilan itu mendorong Jumeneng memikirkan alternatif lain. Ia banting stir dan memutuskan membuka rumah makan di Gresik. Namun, usaha rumah makan itu hanya bisa bertahan sampai tahun 2006. Penyebabnya, kala itu istrinya sedang hamil 5 bulan sehingga tidak bisa membantu mengelola rumah makan.
Dari situ, Jumeneng berpikir cara untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup menjadi lebih baik. Ia pun teringat doa sang ibu yang menginginkan dirinya menjadi guru. Ia juga teringat mengenai firman Allah yang akan mengangkat derajat manusia karena ilmunya. Jumeneng mengaku sang ibu merupakan sosok utama yang memotivasi dan menginspirasi dirinya. Setelah berunding dengan isteri, ia pun memutuskan merantau ke kabupaten Merauke Papua. "Saya berangkat naik Kapal Tatamailau selama 14 hari perjalanan laut," ungkapnya mengenang perjalanan kala itu.
Keputusan merantau ke tanah seberang ternyata menjadi takdir kesuksesan Jumeneng. Selang satu tahun setelah dirinya menjadi guru honorer, tahun 2008 beserta teman guru Bahasa Indonesia direkrut Rektor UNIMER membuka Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Sasarannya adalah guru-guru yang belum S1 atau untuk penyetaraan. Tahun 2012, UNIMER berubah status menjadi UNMUS atau Universitas Negeri Musamus yang ada di Merauke.
Berlanjut tahun 2010, Jumeneng mengikuti tes beasiswa PPs S-2 Â di Unhas dan berhasil diterima. Tahun 2012, ia lulus dengan IP sangat memuaskan dengan Judul Thesis "Wujud Pelanggaran Prinsip Kerja sama dan Makna Implikatur Percakapan Humor Epen Kah". Selama menjadi pengajar di Unmus, ia banyak membimbing mahasiswa dalam menulis karya ilmiah dan skripsi yang mengkaji sastra. Satu di antaranya mengkaji Novel "Namaku Teweraut" di Asmat.
Fokus Mengajar di SMAN 1 Kurik
Pada awal 2017, Jumeneng memutuskan berhenti mengajar di Unmus karena ingin fokus di SMA Negeri 1 Kurik. Di SMA Negeri 1 Kurik, ia menyusun akreditasi sekolah. Sudah 10 tahun sejak sejak berdiri, akreditasi sekolah ini tidak dikembangkan. Berkat kerja keras Jumeneng dan tim, akhirnya SMAN 1 Kurik berhasil mendapatkan akreditasi B plus.
Tak hanya menyusun akreditasi, Jumeneng juga membimbing para siswa dalam berbagai perlombaan karya sastra seperti lomba menulis cerpen dan pembuatan film pendek. Atas bimbingannya tersebut, salah satu siswanya berhasil meraih juara 3 lomba menulis cerpen se-Propinsi Papua dan Papua Barat. Tak hanya itu, pada tahun 2020, siswanya juga berhasil menjadi juara 2 lomba pembuatan film pendek se-Provinsi Papua dan Papua Barat.
Sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, Jumeneng lebih banyak aktif dalam kegiatan ekstra, kepramukaan dan olahraga. Bahkan, pada bulan Ramadan serta pandemi sampai saat ini masih melaksanakan kegiatan pondok ramadan dengan cara masuk pertingkatan kelas. Baginya, hal yang paling berkesan sebagai pendidik di Papua adalah membimbing mahasiswa asli dari pedalaman papua dalam menulis tugas akhir (Skripsi). Awalnya, ia harus mengajari mengetik, mengatur spasi dan mengedit dengan laptop. "Alhamdulillah, sekarang sudah S2 dan menjadi Kabid BAAK di Unmus Merauke," tuturnya.
Berhasil meniti karier yang cemerlang, Jumeneng membagikan sedikit tip untuk para pembaca setia. Setengah merendah, ia mengatakan, sebenarnya tip sukses semua orang ada kesamaan. Yang terpenting adalah niat, tekad, perjuangan dan selalu berdoa untuk meraih kesuksesan. "Pada dasarnya hidup itu pilihan. Dan, pilihan itu harus diperjuangkan sampai mencapai tujuan," tandasnya.
Pria kelahiran Lamongan 10 Oktober 1977 itu menyatakan hidup yang bermanfaat menjadi passionnya saat ini. Segala sesuatu yang diketahui dan dipelajari akan lebih bermanfaat jika diamalkan atau disampaikan pada orang lain. Misalnya saja belajar ilmu pengetahuan Bahasa Indonesia, maka akan diajarkan atau disampaikan pada orang lain agar lebih bermanfaat. "Bermanfaat bagi saya sendiri maupun orang lain, dengan kata lain menjadi amal sholeh dan jariyah," tuturnya.
Sebagai alumni Unesa, tentu saja banyak hal berkesan yang dialami Jumeneng selama menjadi mahasiswa. Hal yang paling diingat adalah pesan dari almarhum dosen pengajarnya Adi Sampurno. Kala itu, sang dosen menyampaikan pesan agar tidak takut jika belum mendapatkan pekerjaan atau nganggur karena pasti Allah sudah menyiapkan rezeki melalui pekerjaaan apa saja. "Yang penting kuliah dengan sungguh-sungguh dan belajar," tuturnya menirukan perkataan dosennya saat itu.
Terkait cita-cita atau rencana terbesar, Jumeneng mengaku tidak memiliki kecuali hanya ingin membalas budi orang tua. "Merawat ibu saya. Mutasi ke jawa. Selain bekerja untuk dunia dan beribadah birrul walidaini pada orang tua," pungkasnya.
Sebagai pengajar di ujung timur Indonesia, tentu saja ia berharap pendidikan di Papua lebih baik dan maju. Selain itu, ia juga berharap kesadaran orang tua asli Papua untuk pendidikan lebih baik dengan dukungan pemerintah daerah, kepala kampung dan kepala adat atau suku. Adapun harapan untuk Unesa, hendaknya dapat merekut putra-putri Papua untuk dididik dan diajarkan teori pembelajaran atau pendidikan yang sesuai dengan konteks budaya masyarakat Papua. Â Sebab, budaya Papua sangat berbeda dengan karakter dan budaya Jawa. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H