Bank Indonesia saat ini tengah merencanakan peluncuran mata uang bank sentral di Indonesia yang disebut dengan Central Bank Digital Currency (CBDC). Rencana ini telah tertuang dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) periode 2025-2030 yang nantinya memiliki fungsi yang sama dengan uang Rupiah fisik.
Peluncuran CBDC yang telah direncakanakan sejak tahun 2022 lalu saat ini berada dalam tahap penelitian lebih lanjut. Bank Indonesia berencana menerbitkan Rupiah Digital dalam dua bentuk utama. Yang pertama Rupiah Digital Wholesal (w-Rupiah Digital) yang digunakan untuk transaksi bank dan lembaga keuangan lain. Yang kedua yakni Rupiah Digital Ritel (r-Rupiah Digital) yang digunakan sebagai transaksi pembayaran oleh individu maupun bisnis kecil lain.
Dinamika perkembangan keuangan digital yang pesat pada era 4.0 menuju 5.0 menginisiasi Bank Indonesia dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Tingginya risiko yang timbul pada era digitalisasi berupa shadow banking, cyber security, ancaman risiko sistemik, serta kedaulatan Rupiah mendorong Bank Indonesia dalam menerbitkan sejumlah kebijakan untuk menjaga perekonomian Indonesia.
CBDC memiliki perbedaan mendasar dengan uang digital yang tersimpan dalam mobile banking maupun e-wallet masyarakat. CBDC memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan platform keuangan digital lainnya karena secara langsung diterbitkan oleh Bank Indonesia. Sementara untuk platform keuangan lain seperti mobile banking, gopay, ovo, dana, dan lainnya hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan uang saja.
Optimalisasi Peluncuran CBDC di IndonesiaÂ
Perkembangan digitalisasi yang semakin pesat mengubah preferensi masyarakat dalam aktivitas ekonominya. Transformasi keuangan digital terus menunjukkan perkembangan yang positif. Kondisi ini mendorong sebagian besar bank sentral dunia untuk menciptakan trusted money dalam sebagai alat pembayaran yang sah dan aman bagi masyarakat.
Rencana peluncuran CBDC oleh Bank Indonesia ditargetkan akan terbit pada tahun 2024 ini. Dengan demikian, Bank Indonesia juga perlu melakukan penyeimbangan CBDC dengan infrastruktur pada pasar keuangan yang telah tersedia. Hal ini agar efisiensi dari peluncuran CBDC nantinya akan lebih mudah tercapai.
Proyeksi CBDC terhadap Inklusivitas Ekonomi di Indonesia
Penerbitan CBDC digadang-gadang akan meningkatkan efisiensi serta transparansi. Akan tetapi, dengan kondisi perekonomian Indonesia yang masih memiliki fundamental ekonomi yang kurang cukup kuat apakah memungkinkan penerapan CBDC di Indonesia?
Perlu diketahu bahwa implikasi penerapan CBDC di Indonesia akan membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menjangkau keterbatasan akses yang kurang memadai di Indonesia. Hal ini didasari oleh kondisi sosial-ekonomi Indonesia yang multidimensi. Perekonomian Indonesia yang masih cukup rentan terhadap gangguan internal dan eksternal memungkinkan penerapan CBDC di Indonesia akan berjalan lebih lama daripada perkiraan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan indeks literasi keuangan masyarakat sebesar 65,43 persen sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen. Masih rendahnya tingkat inklusi keuangan Indonesia jika dibandingkan dengan negara di ASEAN lainnya mengindikasikan bahwa inklusi keuangan merupakan hal yang multidimensi dalam perekonomian.
Kompleksitas permasalahan ekonomi yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi saja, akan tetapi faktor non ekonomi memberikan implikasi yang sulit terhadap perluasan pemahaman akses keuangan di Indonesia. Kondisi kemiskinan dan ketimpangan yang masih tinggi di Indonesia memungkinkan perlambatan perluasan penggunaan CBDC diseluruh lapisan masyarakat.
Kondisi kemiskinan Indonesia yang mencapai angkat 9,03 persen pada tahun 2024 dengan tingkat ketimpangan 0,379 masih mencerminkan permasalahan sosial-ekonomi yang perlu mendapat perhatian khusus. Pasalnya, menurunnya kinerja ekonomi sejak pandemi covid-19 yang disusul dengan ketegangan geopolitik yang tak berkesudahan mengakibatkan pemulihan ekonomi yang lamban bagi Indonesia sebagai negara berkembang.
Pada kondisi yang demikian, masyarakat akan mengalami kesulitan dalam penerapan CBDC yang akan diluncurkan oleh Bank Indonesia. Selain itu, sebagian masyarakat Indonesia masih belum memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap keuangan memungkinkan penerapan CBDC di Indonesia akan mengalami beberapa kendala. Keengganan masyarakat terhadap layanan keuangan berbasis digital memberikan tantangan tersendiri bagi otoritas moneter dalam meningkatkan efisiensi penerapan CBDC di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H