Azan 'Isya berkumandang. Setelah shalat berjamaah di sebuah pesantren kecil tradisional, tempat aku mengaji. Aku segera pulang ke rumah. Ku ambilkan tas kuliahku, dan ku tarik sebuah buku kecil berukuran 20x18cm itu. Ku simak perlahan samara-samar gambar tua yang ada di halaman sampul depannya. Tergambar anak-anak kecil yang sedang berdiri, ada yang menukik, ada yang duduk sendiri, seperti halnya sebuah kawanan anak kecil sedang menatap sebuah garis lengkung berwarna di langit merah. Dan ku baca di atasnya: Laskar Pelangi.
Aku mengambil posisi di sudut kamar, dan ku sibak lembar demi lembar. Ku baca baris demi baris. Ku lewati alinia ke alinia, bab ke bab. Ternyata tulisan yang berada dalam novel yang sedang ku pegang, membawaku ke alam sebelumnya yang pernah ku lewatkan bersama teman-teman kecil ku tempo dulu. Kata demi kata yang terangkum indah di dalamnya, membuat tubuhku dingin menggebu-gebu. Aku terus membacanya, sampai aku susah tidur. Seakan jelmaan kalimat-kalimat di dalamnya bersatu menjadikan sebuah pemandangan yang sangat indah luar biasa dalam benakku. Menjelma menjadi ribuan mawar merah dan putih, melingkari ratusan bunga-bunga melati liar, menjamah puncak-puncak anggrek berwarna warni. menjadi seperti bukit, yang di tandang dengan hamparan biru menyilau yaitu laut lepas di ujung mata. Ah, amboi hebatnya buku ini.
Aku sendiri seakan mengalahkan sejuta impian, dan melebur di dalamnya. Laksana lampu-lampu kecil di tepian pantai senja Kute. Aku berdiri di ladang sabana namun berbatu raksasa. Dan memandang ke arah bohlam senja, menapaki desis-desis ilalang padang. Uhui, asyiknya membaca buku hebat usulan si Nurdin pintar. Memang, orang pintar itu susah di tebak. Buktinya, dia memberiku buku pintar pula.
Senangnya hatiku malam ini, tak terperi. Benar kata guru ngajiku kemarin malam. Aku menanyakan sesuatu padanya, tentang mimpiku yang aneh menurutku. Aku bermimpi mendaki sebuah gunung yang tinggi menjulang ke awan biru, dan aku berada di puncaknya. Setelah mendengar cerita mimpiku itu, guru ngajiku itu berbisik pelan padaku.
"Jangan takut, nak. Engkau akan mendapatkan sesuatu yang besar nantinya. Itu akan menjadikanmu merasa bahagia. Senang dalam hidupmu....".
"Apa itu guru?"
"Jangan tanyakan lagi. Nanti kau akan mendapatkannya sendiri. Sesuatu yang mungkin itu sebuah jalan untukmu. Atau sebuah tantangan menurutmu, untuk menjadi seorang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain".
Apa pula maksud guruku itu. Aku sendiri tak mengerti apa maksudnya tentang mimpiku. Aneh bukan main.
Jiwa ini seakan tenang sekali malam ini. Aku merasakan kenyamanan. Nyaman sekali, kawan. Seperti seorang raja yang berada dalam singgasana tahtanya. Alamak, tinggi sekali pikiranku.
Kuakhiri lembar demi lembar terakhir novel ini. Tak kusangka, arlojiku telah menunjukkan waktu yang sangat larut. Sekarang pukul 02.15 Wib. Larut sudah aku bersama petualangan sepuluh kawanan burung-burung kecil itu. Ikal membawaku sungguh jauh ke alamnya. Bertemu kawan-kawannya seperti Lintang dan Mahar. Ikal mengenalkanku dengan mereka. Dengan petualangan unik, hebat luar biasa bersama mereka anak-anak pulau Belitong yang lugu nun mengesankan. Sungguh hebat perjalanan ikal dan kawan-kawannya.
Ku bacakan profil penulisnya. Aku suka sekali padanya. Sosok penulis yang luar biasa. Tak ada novel-novel sebelumnya yang membuatku terpana sebagaimana ketika aku membaca Laskar Pelangi. Tak ada karakter-karakter tulisan yang pernah berjumpa denganku seindah karakter tulisan Andrea Hirata ini. Maaf, bukannya aku memuji. Tapi ini isi hatiku sendiri. Mengatakannya dengan sebuah kejujuran hati seperti yang kukatakan tadi.