Seorang Teolog Katolik bernama Hanz Kung pernah mengatakan bahwa "Perdamaian dunia tidak akan pernah tercipta tanpa perdamaian antar agama-agama di dunia. Demikian pula sebaliknya, perdamaian antar bangsa di dunia tidak akan pernah tercipta tanpa perdamaian antar agama di dunia". Agama yang baik adalah agama yang menghantar sesorang pada kebaikan (yang Ilahi).Â
Dengan kata lain agama yang baik adalah yang membuat seseorang menjadi baik" ujar Dalai Lama XIV seorang tokoh panutan sekaligus penerima hadiah Nobel Perdamaian dalam Agama Budha.
Bagaimana cara kita memaknai keberagaman keyakinan dan kepercayaan dewasa ini, khususnya dalam konteks hidup bermasyarakat di Indonesia? Indonesia adalah negara beragama yang tidak mendasari hidup berbangsa dan bernegaranya pada satu kepercayaan atau keyakinan agama saja. Jadi bukan negara agama, tetapi negara yang semua masyarakatnya menganut salah satu agama yang diakui negara.
Pertanyaan reflektif sekaligus dialogis bahkan cenderung apologis yang seringkali muncul atau diungkapkan orang beragama maupun tidak beragama adalah: Apakah semua agama sama? Apakah hanya ada satu agama yang paling benar? Apakah semua agama sama-sama benar? Mari kita refleksikan ketiga pertanyaan tersebut dengan pola berpikir moderasi beragama.
Apakah semua agama sama?
Jawabannya adalah semua agama sama-sama memiliki sistem kepercayaan kepada yang Maha Kuasa, yang Ilahi dan relasi manusia dengan yang Ilahi serta relasi antar manusia dengan ciptaanNya. Semua agama lahir dan berasal dari konteks budaya tertentu yang mempengaruhi rumusan iman kepercayaan, cara mengungkapkan iman kepercayaan dan kepercayaan itu sendiri.Â
Semua agama memiliki kebenaran yang bersifat universal, artinya kebenaran dalam tiap agama dapat berlaku bagi semua manusia karena mengajarkan nilai-nilai universal, umum. Kebenaran ini bisa diterima, diakui dan dipahami oleh semua agama.
Misalnya: Agama Kristen mengajarkan hukum utama adalah Cinta Kasih yang dapat diaplikasikan dalam hidup sehari-hari dengan mengasihi Allah dan sesama (seperti mengasihi diri sendiri). Ajaran pokok ini dapat dihayati dengan antara lain: semangat mengampuni dan hidup damai, yaitu dengan cara mengasihi musuk dan menanggalkan hasrat balas dendam.Â
Peduli kepada penderitaan dan keprihatinan sesama dengan cara berpihak kepada orang kecil, lemah, miskin, tertindas dan difabel (KLMTD), serta menjadi sesama bagi yang lain, seperti contoh perumpamaan Yesus tentang "Orang Samaria yang Baik Hati"(Luk 10:25-37). Penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan dengan menjual segala milik dan mengikuti jalan Tuhan, artinya tidak terikat harta dunia, mengutamakan Tuhan dalam hidup (Mrk 10:17-21). Hukum Cinta Kasih yang diajarkan Agama Kristen dapat berlaku untuk semua, karena nilainya yang universal.
Kita dapat menemukan ajaran yang sama, namun dengan istilah yang berbeda yang menjadi inti ajaran Agama Budha yaitu, agar setiap umat memiliki Welas Asih terhadap sesama, siapapun itu, segala makhluk. Maka umat Budha diminta senantiasa berbuat kebajikan, menjauhi berbuat jahat, melatih diri mensucikan hati dan pikiran.Â
Sedangkan dalam Agama Hindu ajaran Cinta Kasih diimplementasikan dalam interaksi sosial religius, yaitu antara pawongan (sesama manusia), palemahan (manusia dengan lingkungan), dan parahyangan (manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa), ketiga hal ini dikenal dengan istilah Tri Hita Karana. Adapun yang mendasari ajaran Cinta Kasih dalam Hindu ajaran yang disebut Tat Twan Asi (dalam Kitab Chandogya Upanisad VI. 14.1) yang menyatakan bahwa "aku adalah kamu". Maknanya kemudian dikembangkan lagi menjadi "engkau adalah dia" atau "dia adalah mereka".
Agama Khonghucu mengajarkan bahwa Cinta Kasih termasuk dalam salah satu Watak Sejati yang dimiliki manusia sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Penghayatan Cinta Kasih dapat menghantar manusia mencapai keharmonisan dan keselarasan dengan Tuhan, manusia dan alam semesta. Maka ada beberapa cara untuk melatih Cinta Kasih dalam diri seseorang, yaitu: ikhlas menerima diri dan orang lain, ikhlas memberi kepada sesama, berpikir positif agar terarah dan fokus dalam menyelesaikan suatu masalah, membahagiakan orang lain, menyelami hati untuk membersihkan diri dari perasaan-perasaan negatif.
Kita menemukan dengan ungkapan berbeda dan indah dalam Agama Islam yaitu ajaran "Rahmatan lil'Alamin" yaitu mengajarkan tentang Cinta Kasih dan Kasih Sayang, baik itu dalam hubungannya dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia, maupun dengan alam semesta.Â
Cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia dalam Islam tidak sebatas cinta kepada keluarga atau cinta kepada sesama umat Islam saja, tetapi cinta dan kasih sayang itu sudah melampaui semua itu. Maha Rahman artinya pengasih dan Maha Rahim adalah penyayang. Kedua sifat ini menjadi dasar pertama umat Islam dalam membangun kehidupan dengan umat lain dan dengan alam semesta.Â
Dalam hubungan dengan makhluk Allah, umat Islam diperintahkan untuk menghormati, mengasihi dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis. Bahkan dikatakan Cinta dan Kasih Sayang adalah bagian dari iman seseorang. Cinta kasih kepada sesama manusia merupakan bentuk keimanan kepada Allah.
Kebenaran objektif dalam setiap agama bersifat hakiki yang merupakan identitas sejati hidup beragama. Bukti bahwa "semua Agama sama", yaitu sama-sama mengajarkan nilai-nilai universal, berlaku umum, untuk semua. Agama-agama mengajarkan bagaimana caranya membangun kehidupan yang harmonis, humanis, rukun, toleran, adil, damai, sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat. Agama-agama mengajarkan kepada setiap penganutnya untuk saling menghormati dan menghargai, menerima dan mengakui perbedaan. Membangun kehidupan yang lebih baik dengan cara hidup yang baik.
Oleh sebab itu, kebenaran objektif agama-agama di dunia adalah kebenaran yang dapat menjadi dasar kerja sama dan dialog antarumat beragama. Bertolak dari keprihatinan dan permasalahan bersama untuk mencari solusi bersama dalam membangun kehidupan yang semakin meneguhkan, menguatkan, mengembangkan, memotivasi, memanusiawikan antar makhluk ciptaan Tuhan.
Lalu pertanyaan selanjutnya "Apakah hanya ada satu agama saja yang benar?" Sebenarnya jawaban atas pertanyaan ini lebih mudah dipahami jika kita melihat kebenaran agama-agama yang bersifat subjektif, artinya kebenaran yang hanya bisa dipahami, diterima, diakui dan dihayati oleh masing-masing penganut agama saja.Â
Kebenaran subjektif lahir dari konteks asal dan sumber dari mana agama itu muncul. Maka sangat kental dengan nuansa budaya, sosial, adat, simbol, kepercayaan, bahasa, cara berfikir, merasakan dan mengungkapkan keyakinan dan kepercayaan. Kebenaran subjektif ini tidak bisa dipahami dan diterima oleh penganut kepercayaan lain, maka kebenaran ini menjadi kekhasan agama yang membedakannya dengan agama lain.Â
Kekhasan masing-masing agama terutama menyangkut pengungkapan iman dan simbol-simbol yang digunakan untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan Tuhan. Oleh sebab itu, kebenaran subjektif ini hanya benar menurut penganut agama yang bersangkutan, seharusnya tidak diperdebatkan apalagi diberlakukan kepada penganut agama lain.Â
Singkatnya, agama-agama berbeda satu sama lain jika dinilai dari kebenaran subjektif atau benar menurut masing-masing agama, bukan paling benar dibandingkan dengan yang lain.
Kesimpulannya bahwa bukan hanya ada satu agama saja yang benar, tetapi semua agama adalah benar menurut masing-masing penganutnya. Oleh sebab itu setiap penganut agama harus memiliki sikap iman yang teguh, kuat dan mendasar atau dengan kata lain fanatik dengan ajaran agamanya masing-masing, tidak boleh ada keraguan sedikit pun untuk meyakini atau percaya pada ajaran agama yang dianutnya.Â
Demikian pula sebaliknya setiap penganut agama tidak boleh memaksakan kebenaran ajaran agamanya kepada agama lain. Apalagi menafsirkan ajaran agama lain dengan menganggap bahwa agamanya yang paling benar, sedangkan yang lain salah atau tidak benar (fanatisme). Sikap fanatisme dapat menimbulkan ketegangan dan ketidakharmonisan hubungan antarumat beragama.Â
Oleh sebab itu diperlukan moderasi dalam beragama, yaitu sikap yang moderat, tidak berlebih-lebihan atau ekstrem, tidak memaksakan kehendaknya kepada yang lain yang berbeda, dengan penuh kerendahan hati menerima bahkan mengakui perbedaan dan kebenaran dalam aneka kepercayaan dan agama. Jadi yang dimoderasi di sini adalah cara beragama, bukan agama itu sendiri karena setiap agama sudah sempurna.
 Deklarasi Abu Dhabi "Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan"
Peristiwa penting dan bersejarah dalam dialog lintas iman terjadi antar para tokoh agama tentang Persaudaraan Kemanusiaan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin, 4 Februari 2019.
Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Ahmad Al-Tayyib menandatangi "Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan" atau dikenal dengan "Deklarasi Abu Dhabi". Perjumpaan tokoh Katolik dan tokoh Muslim pernah terjadi 800 tahun lalu, yakni antara Santo Fransiskus Asisi dan Sultan Malik al Kamil di Damieta Mesir (1219). Santo Fransiskus Asisi terkenal dengan doanya: "Tuhan, Jadikanlah Aku Pembawa Damai". Dan kini kunjungan Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab (3-5 Februari 2019) membawa tema: "Tuhan, Jadikanlah Hamba Perantara PerdamaianMu" ("Make me a channel of your peace"). Logo yang dipilih bergambar burung merpati menggigit daun zaitun yang melambangkan perdamaian. Garis kuning dan bagian tubuh merpati berwarna putih melambangkan bendera Vatikan. Sedangkan warna merah, putih, hijau dan hitam melambangkan bendera UAE.
Dokumen Persaudaraan Manusia merupakan suatu langkah maju dari dialog Kristen-Islam dan menjadi suatu tanda yang kuat akan perdamaian serta harapan akan masa depan kemanusiaan. Apa saja poin penting dari Dokumen Persaudaraan Manusia yang ditandatangani dua pemimpin agama besar di dunia itu?
Inilah 12 poin penting dari dokumen tersebut:
Keyakinan bahwa ajaran asli agama-agama mendorong manusia untuk hidup bersama dengan damai, menghargai kemanusiaan, dan menghidupkan kembali kebijaksanaan, keadilan, dan cinta kasih.
Kebebasan adalah hak setiap orang. Pluralisme dan keberagaman agama adalah kehendak dan karunia Allah.
Keadilan yang berlandaskan kasih adalah jalan untuk hidup yang bermartabat.
Budaya toleransi, penerimaan terhadap kelompok lain, dan kehidupan bersama dengan damai akan membantu mengatasi pelbagai masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan.
Dialog antar agama berarti bersama-sama mencari keutamaan moral tertinggi dan menghindari perdebatan tiada arti.
Perlindungan terhadap tempat ibadah adalah tugas yang diemban oleh agama, nilai kemanusiaan, hukum, dan perjanjian internasional. Setiap serangan terhadap tempat ibadah adalah pelanggaran terhadap ajaran agama dan hukum internasional.
Terorisme adalah tindakan tercela dan mengancam kemanusiaan. Terorisme bukan diakibatkan oleh agama, melainkan kesalahan interpretasi terhadap ajaran agama dan kebijakan yang mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan. Stop dukungan pada terorisme secara finansial, penjualan senjata, dan justifikasi. Terorisme adalah tindakan terkutuk.
Kewarganegaraan adalah wujud kesamaan hak dan kewajiban. Penggunaan kata "minoritas" harus ditolak karena bersifat diskriminatif, menimbulkan rasa terisolasi dan inferior bagi kelompok tertentu.
Hubungan baik antara negara-negara Barat dan Timur harus dipertahankan. Dunia Barat dapat menemukan obat atas kekeringan spiritual akibat materialisme dari dunia Timur. Sebaliknya, dunia Timur dapat menemukan bantuan untuk bebas dari kelemahan, konflik, kemunduran pengetahuan, teknik, dan kebudayaan dari dunia Barat.
Hak kaum wanita untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan berpolitik harus diakui. Segala bentuk eksploitasi seksual dengan alasan apapun harus dihentikan.
Hak-hak mendasar bagi anak-anak untuk tumbuh dalam lingkungan keluarga yang baik, mendapat gizi yang memadai, pendidikan, dan dukungan adalah kewajiban bagi keluarga dan masyarakat. Semua bentuk pelecehan pada martabat dan hak anak-anak harus dilawan dan dihentikan.
Perlindungan terhadap hak orang lanjut usia, mereka yang lemah, penyandang disabilitas, dan mereka yang tertindas adalah kewajiban agama dan sosial, maka harus dijamin dan dibela.
Semoga ke 12 poin penting dari "Dokumen Persaudaraan Manusia" ini dapat dan selalu diperjuangkan oleh semua agama, negara-negara, lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi di dunia. Sehingga terciptalah perdamaian antar bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia karena tercipta perdamaian antar agama-agama di dunia.
Semoga dokumen ini menginspirasi semua agama agar senantiasa berharap dan berusaha untuk mewujudkan perdamaian universal yang dapat dinikmati dalam kehidupan di muka bumi. Amin...amen...aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H