Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Zlatan Ibrahimovic Pensiun, Pernah Benci Guardiola karena Messi

5 Juni 2023   13:55 Diperbarui: 6 Juni 2023   18:58 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zlatan Ibrahimovic, memutuskan pensiun.  Gambar: (GABRIEL BOUYS/AFP) via Kompas.com

"Sudah waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal pada sepakbola, tetapi tidak untuk Anda. Ini terlalu sulit, terlalu banyak emosi. Forza Milan dan selamat tinggal" -- Zlatan Ibrahimovic.

Zlatan Ibrahimovic tidak dapat menahan emosinya ketika berpidato di tengah San Siro, setelah laga terakhir AC Milan melawan Hellas Verona. Pemain yang dijuluki "Singa" itu nampak meneteskan air mata. 

Kepalanya harus menunduk berkali-kali hanya agar jangan terlihat lemah di depan fans yang sangat dicintainya itu. Zlatan Ibrahimovic akhirnya memutuskan untuk pensiun.

Ibra memang kembali ke AC Milan dengan semangat yang hampir sama, dan itu dapat terjadi karena pertalian yang masih kuat antara AC Milan dengan dirinya. 

Milan memang menyambut Ibra bagai pangeran yang kembali ke kerajaannya. Itulah yang membuat Ibra jatuh dalam haru yang dalam.

"Pertama kali saya tiba di sini, kalian memberikan saya kebahagiaan. Kali kedua (memperkuat Milan), kalian memberikan kasih sayang" ucap Ibra yang sudah berusia 41 tahun itu.

Dua kali dalam karirnya, Ibra memperkuat Milan. Periode pertama yakni pada 2010-2012 dan 2020-2023. Total ada 163 laga yang dimainkannya bersama AC Milan dengan torehan 93 gol dan 35 Assist. Dari penampilannya itu, Ibra mempersembahkan dua gelar Seri A untuk Milan.

Milan memang memperlakukan Ibra dengan istimewa. Apa yang diinginkan Ibra sebagai pesepakbola didapatkannya di Milan.

 Penerimaan yang hangat dari pelatih, pemain dan suporter yang memberi ruang khusus untuknya, dan menghormati kemampuannya.

" Saya ingin berterimkasih kepada keluarga kedua saya. Pemain, pelatih dans taf atas kebaikannya kepada saya. Terakhari, dari hati, saya ingin berterimakasih kepada fans. 

Saya akan akan menjadi Milanista sepanjang hidup saya. Sekarang saatya mengucapkan perpisahan kepada sepakbola tetapi bukan kepada kalian. Forza Milan" tutup Ibrahimovic.

Koreo raksasa di stadion bertuliskan Goodbye memang membuat Ibra berasa seperti legenda, mungkin seperti Lionel Messi di hati para fans Barcelona.

Oh iya, Ibra ternyata memiliki kisah dengan Lionel Messi ketika dirinya pindah ke Barcelona, musim 2009-2011. Kisah yang tak baik bagi seorang Ibra, apalagi tentang relasinya dengan pelatih Barca saat itu, Pep Guardiola.

Begini kisahnya. Ibra datang ke Barcelona sebagai seorang pemain yang merasa dirinya adalah bintang.  Datang dari Inter Milan, Ibra dikenal sebagai goal getter yang tajam. Di Inter, Ibra mencetak 57 gol dari 88 kali penampilan.

Manajemen percaya diri bahwa Ibra akan semakin bersinar bersama Barcelona, maka tak heran 69 juta Euro terasa enteng untuk seorang Ibra.

Sayangnya, pendapat manajemen tak selaras dengan pandangan pribadi Guardiola. Ibra malah sering dibangkucadangkan oleh Guardiola. Pep merasa bahwa penyerang Swedia itu tidak cocok dengan skemanya.

Terus dibangkucadangkan, di bukunya biografinya berjudul "I Am Zlatan", Ibra menyebut masa-masanya di Barca adalah masa yang kelam. Bahkan dia menceritakan bahwa dirinya kesulitan tidur di Barcelona karena tidak pernah tahu mengapa dia sering tidak dimainkan.

Guardiola dianggap Ibra membenci dirinya, dan lambat laun, nampaknya Ibra juga membenci Pep. Bahkan diceritakan Ibra, bahwa keduanya saling menghindari baik di sesi Latihan atau di sesi di ruangan.

Apa musababnya? Ibra sudah tahu bahwa ini adalah karena permintaan dari bintang muda Barca dari La Masia yang bernama Lionel Messi. Messi memang mampu mengambil hati Guardiola melebihi penyerang bintang Barca, seperti Ibra dan Thierry Henry.

Konon, Messi yang baru dipromosikan di tim senior meminta Pep Guardiola untuk dimainkan sebagai penyerang tengah, tidak mau lagi bergerak dari sisi sayap. Permintaan yang sekejap disepakati Guardiola.

Tak main-main, untuk menyingkirkan Ibra, Guardiola merubah formasi dari 4-3-3 menjadi 4-5-1. 

Sebenarnya, skema ini tidak serta merta menyingkirkan Ibrahimovic, karena Messi tetap berada di belakang penyerang paling depan.

Akan tetapi instruksinya terlihat jelas. Pemain "besar" hanya bertugas sebagai pemantul, poacher bagi Messi. Pelayan bagi liukan dan kecerdasan dan keajaiban seorang Lionel Messi.

Inilah yang membuat Ibra tidak terima. Di benaknya, Ibra juga bisa meliuk-liuk lincah, dan bahkan dapat menjadi pemain penentu, bukan hanya pemain pelayan bagi Messi. Ibra geram.

"Aku butuh ruang, dan aku harus dibebaskan bergerak. Aku tidak bisa bergerak lari naik dan turun, selalu. Aku punya berat badan 98 kilo dan aku tidak punya kekuatan fisik seperti itu" keluh Ibra.

"Itu tidak akan berhasil, itu seperti kau membeli Ferrari tapi kau mengendarainya seperti hanya mengendarai Fiat" cadas Ibra.

Akhirnya sudah diduga. Bagi Pep, tak mungkin ada dua bintang di panggung yang sama, apalagi sebagai pelatih, Guardiola percaya bahwa pelatih harus menaklukan ego pemain, ketika itu tidak terjadi, sang pemain harus disingkirkan.

Hanya tampil 29 kali dengan torehan 16 gol bagi Barcelona, akhirnya Ibra dipinjamkan dan dipermanenkan AC Milan. Klub Italia yang mau menerimanya dalam keadaan terluka.

Di AC Milan, Ibra mendapatkan apa yang diinginkannya. Pengakuan atas keistimewaannya dan ruang untuk dirinya sebagai pemain penentu diberikan Milan kepadanya. Ibra tampil bak pangeran, jika tak mau dibilang raja.

Ketika kembali di tahun 2020 setelah berkelana ke Liga Amerika Serikat, penerimaan itu nampak kental. 

Ibra dipersilahkan bukan saja untuk memberikan pengaruh ketika bermain, tetapi juga ketika cedera, Ibra dipersilahkan berteriak memberikan semangat kepada para pemain AC Milan.

Ibra menyatu dengan pemain, pelatih, staf dan juga fans. Ibra merasakan yang diinginkan oleh yang berdarah Milanisti.

Maka tak heran, meski jarang bermain karena cedera, Ibra menjadi sangat antusias ketika Milan berhasil menapak semifinal Liga Champions, dan bersua Inter Milan.

Mungkin salah satu alasannya adalah Ibra ingin melihat bahwa klub yang memberikan cinta padanya itu mampu ke final dan berhadapan dengan Manchester City, klub yang dinahkodai Pep Guardiola.

Sayang, keinginan Ibra itu tak kesampaian. Milan mesti tersingkir, dan Ibra tak jadi bersua kembali dengan Guardiola.

Tak mengapa. Pensiun dengan terhormat di klub yang dicintainya. Itu nampak sudah cukup bagi seorang Ibra.

Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun