Gambaran kemenangan telak Inggris atas Iran, sudah membayangi euforia para pendukung Argentina jelang laga melawan Arab Saudi. Namun apakah kemenangan telak itu yang dibutuhkan, atau sebenarnya ada lebih daripada itu yang dinantikan dari penampilan Lionel Messi cs?
Meskipun bukan penggemar tim nasional dari Amerika Latin, namun harus diakui bahwa gaung yang mengatakan bahwa dari zona tersebutlah akan lahir juara Piala Dunia 2022 terdengar cukup lantang.
Gaung ini tentu saja mudah ditebak, mengerucut kepada dua negara yakni Brasil atau Argentina.
Saya mau tidak mau harus setuju, karena demikianlah adanya. Hanya sebagai penikmat bola, saya rasa ada sebuah premature sense, sebelum laga perdana yang dimainkan kedua tim ini.
Begini maksud saya. Saya perlu melihat laga pertama Argentina terlebih dahulu untuk menasbihkan prediksi bahwa Argentina pantas menjadi juara, meski banyak yang mengira bahwa Arab Saudi sebenarnya bukan lawan yang tepat sebagai tester.
Preposisi ini menyeret saya, kepada pertanyaan, Argentina seperti apa yang kita (baca ; penggemar Argentina) nantikan jika ingin menapak tepat menuju juara Piala Dunia 2022 ini?
Saya akan perlahan kemukakan pendapat saya. Saya kira akan lebih mudah jika perspektif ini dilihat dari dua laga yang telah dilakoni tim unggulan dari grup berbeda, yakni Inggris dan Belanda.
Seperti yang telah diketahui, Inggris sukses melumat Iran dengan skor mencolok 6-2, sedangkan Belanda bisa dikatakan tergopoh-gopoh mengalahkan Senegal yang pincang tanpa kehadiran Sadio Mane.
Melawan Arab Saudi nanti, kira-kira padanan gambaran apa yang dapat terjadi, Inggris yang dominan, atau Belanda yang bermain cukup ketat.
Di titik ini, saya kira skor besar amat mungkin terjadi. Situasi Inggris vs Iran, sekilas nampak sepadan dengan laga Argentina vs Arab Saudi nanti.
Meski di beberapa titik, saya menduga timnas dari belahan Asia lebih suka berhadapan dengan tim yang lebih lambat dari Amerika Latin daripada Eropa mengandalkan kecepatan dan staminan. Artinya kekalahan tetap terjadi, tetapi tidak semudah seperti laga Inggris melawan Iran.
Jika pada akhirnya menang besar pun, Argentina saya kira tidak akan memakai cara Inggris yang "menikam" habis Iran yang terperangkap kerendahan diri dalam titik maksimal. Akan tetapi gerak membunuh Albiceleste saya duga akan perlahan, seperti efek racun pada kopi yang membutuhkan waktu untuk bereaksi.
Di bagian ini, menyeruak pertanyaan menarik. Seberapa penting kemenangan besar bagi skuad besutan Lionel Scaloni ini dalam laga melawan Arab Saudi nanti?
Jika sekedar nilainya menambah kepercayaan diri para striker seperti Lautaro Martinez, Angel Di Maria atau Lionel Messi, maka itu penting, tapi tidak sangat penting menurut saya.
Alasan saya sederhana. Tim juara tidak membutuhkan agresifitas, tetapi keseimbangan.
Dalam kalimat yang lebih tegas, saya akan mengatakan, bahwa tidak dibutuhkan lusinan gol untuk menjadi juara,tidak sama sekali, yang paling penting adalah kemenangan.Â
skor 1-0, 2-1, tetap sebuah kemenangan, nilainya tidak jauh kurang daripada kemenangan dengan skor telak.
Inilah poin utama yang saya maksudkan. Saya jelas tidak akan menikmati jika Lionel Messi mencetak hattrick, namun gawang Emiliano Martinez tetap kebobolan. Tawat, tak terasa manis.
Apalagi ketika mendapati seorang bek veteran yang masih menjadi andalan Biancoleste, Nicolas Otamendi ternyata sering salah posisi menjaga striker lawan.
Akan menjadi percuma juga jika fans bersorak histeris ketika melihat-lihat Angel Di Maria meliuk, namun bek asal klub Manchester United, Lisandro Martinez ternyata gagal berduel udara dengan striker jangkung milik tim lawan.
Singkatnya, tarian tango ala Lionel Messi tak paripurna terlihat indah, apabila penampilan secara tim ternyata masih meragukan, dengan keseimbangan dan kolektifitas yang dipertanyakan.
Karena itu, saya cenderung memilih Argentina menjadi Belanda saat menghadapi Senegal, daripada Inggris yang super agresif.
Maksud saya begini. Skor besar tidaklah lebih penting, daripada kita menikmati transisi apik ketika bertahan dan menyerang. Hal yang selama ini sudah ditunjukan Argentina, yang klimaksnya ketika berhasil menjadi juara Copa America edisi terakhir.
Kita melihat Argentina yang lebih kolektif. Sang mega bintang, Lionel Messi tetap dipuja, tapi ketika bermain bersama 10 orang lain, Messi merendahkan dirinya untuk menjadi playmaker, menjemput bola, singkat kata mau bermain untuk tim.
Messi di laga nanti tak perlu melewati 6 orang pemain untuk dipuja-puji, karena tanpa itu, Messi sudah dianggap sebagai pemain terbaik jagat ini pada masanya. Messi hanya perlu memastikan bahwa perannya efektif dalam berbagai situasi.
Inilah yang perlu kita nantikan. Melihat Argentina yang kolektif saat bertahan dan menyerang. Belanda nampak "hanya" menang dengan marjin dua gol saja, tetapi clean sheet diraih bukan dengan mudah.
Kita bisa melihat bagaimana rantai lini antar pemain Belanda nampak cukup rapi, dan itulah yang menyebabkan ketika Belanda kehilangan bola, Senegal juga tak dapat cepat menciptakan peluang atau mencetak gol.
Di titik inilah, saya kira Argentina yang dinantikan dalam laga pertama nanti adalah Argentina yang sudah matang dalam hal tersebut.
Laga perdana, siapapun lawannya bukanlah laga yang mudah, namun jika Argentina dapat tampil kolektif dan seimbang, Argentina sudah menapak dengan tepat menghadapi laga-laga selanjutnya. Juara Piala Dunia 2022 seperti prediksi para pandit, amat mungkin terjadi.
Begitu saja. Salam bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H