Meski di beberapa titik, saya menduga timnas dari belahan Asia lebih suka berhadapan dengan tim yang lebih lambat dari Amerika Latin daripada Eropa mengandalkan kecepatan dan staminan. Artinya kekalahan tetap terjadi, tetapi tidak semudah seperti laga Inggris melawan Iran.
Jika pada akhirnya menang besar pun, Argentina saya kira tidak akan memakai cara Inggris yang "menikam" habis Iran yang terperangkap kerendahan diri dalam titik maksimal. Akan tetapi gerak membunuh Albiceleste saya duga akan perlahan, seperti efek racun pada kopi yang membutuhkan waktu untuk bereaksi.
Di bagian ini, menyeruak pertanyaan menarik. Seberapa penting kemenangan besar bagi skuad besutan Lionel Scaloni ini dalam laga melawan Arab Saudi nanti?
Jika sekedar nilainya menambah kepercayaan diri para striker seperti Lautaro Martinez, Angel Di Maria atau Lionel Messi, maka itu penting, tapi tidak sangat penting menurut saya.
Alasan saya sederhana. Tim juara tidak membutuhkan agresifitas, tetapi keseimbangan.
Dalam kalimat yang lebih tegas, saya akan mengatakan, bahwa tidak dibutuhkan lusinan gol untuk menjadi juara,tidak sama sekali, yang paling penting adalah kemenangan.Â
skor 1-0, 2-1, tetap sebuah kemenangan, nilainya tidak jauh kurang daripada kemenangan dengan skor telak.
Inilah poin utama yang saya maksudkan. Saya jelas tidak akan menikmati jika Lionel Messi mencetak hattrick, namun gawang Emiliano Martinez tetap kebobolan. Tawat, tak terasa manis.
Apalagi ketika mendapati seorang bek veteran yang masih menjadi andalan Biancoleste, Nicolas Otamendi ternyata sering salah posisi menjaga striker lawan.
Akan menjadi percuma juga jika fans bersorak histeris ketika melihat-lihat Angel Di Maria meliuk, namun bek asal klub Manchester United, Lisandro Martinez ternyata gagal berduel udara dengan striker jangkung milik tim lawan.
Singkatnya, tarian tango ala Lionel Messi tak paripurna terlihat indah, apabila penampilan secara tim ternyata masih meragukan, dengan keseimbangan dan kolektifitas yang dipertanyakan.