'Dengan sangat menyesal, kami harus membatalkan keikutsertaan Indonesia di Piala AFF U-23 2022 karena alasan di atas. Kami meminta maaf kepada semua pihak karena situasi ini di luar kendali kami" ujar Sekjen PSSI, Yunus Nusi.
Indonesia secara mengejutkan tidak jadi mengirimkan timnas U-23 ke Piala AFF U-23 yang rencananya akan berlangsung di Kambja, 14-23 Februari 2022.Â
Ada berbagai alasan di antaranya namun mengerucut kepada sebuah situasi pelik, bahwa para pemain timnas tidak siap karena terserang Covid-19 secara masal.
Banyak sekali yang terserang. Mulai dari Braif Fatari, Taufik Hidayat, Irfan Jauhari, Ahmad Figo Ramadhani, Cahya Supriyadi dan Ronaldo Kwateh adalah nama-nama pemain timnas yang positif Covid 19, plus beberapa pemain yang sedang dalam masa inkubasi karena bersinggungan langsung dengan pemain yang terinfeksi.
Untuk yang kedua ini, nama Alfeandra Dewangga termasuk didalamnya. Hitungan kasarnya, minimal ada 14 pemain yang terserang Covid-19.
Selain yang Covid-19, ada juga yang cedera. Nama dua pemain asal Persipura Jayapura, Gunansar Mandowen dan Ramai Rumakiek termasuk golongan ini. Plus, satu nama, Muhammad Iqbal.
Artinya sudah ada 17 pemain. Jika hanya 23 pemain yang dibawa, maka hanya tersisa 6 pemain. Tak cukup untuk bertanding. Memaksa ke Kamboja dengan kondisi begitu, pada akhirnya hanya menghabiskan biaya saja, dan memperburuk keadaan.
Saya (tentunya bersama dengan pecinta timnas) tentu saja kecewa. Sudah kebayang bahwa bulan kasih sayang ini akan dilengkapi dengan kegembiraan memenangkan Piala AFF U-23, dimana Indonesia adalah juara bertahan.
Bukan itu saja, kerinduan untuk melihat permainan impresif timnas di sebuah turnamen juga begitu besarnya.Â
Seorang kolega yang fanatik timnas bahkan telah berlangganan aplikasi siaran berbayar hanya untuk menonton laga Ramai Rumakiek dkk di AFF U-23.
Hanya penampilan timnas lah yang membuat dia bahagia menyaksikan olahraga kesayangannya ini. Tapi apa daya, uang tak bisa kembali, ketika memang pada akhirnya timnas batal mengikuti Piala AFF U-23 ini.
Pertanyaannya, adalah apakah kita hanya bisa meratap nasib dan menerima kenyataan yang tak menyenangkan ini? Tentu saja jawabannya adalah iya, apa yang bisa dilakukan dengan kondisi timnas yang sakit-sakitan seperti itu.
Akan tetapi pertanyaannya akan lebih menarik dijawab jika pertanyaannya dirubah menjadi, apakah perlu ada evaluasi tentang batal ikut turnamen yang membuat jutaan pecinta timnas kecewa ini? Jelas jawabannya adalah YA.
Saya bisa mengatakan demikian, karena runtut kebelakang dari pembatalan ini memang menunjukkan bahwa seharusnya ada yang bisa dilakukan, minimal pencegahan agar jangan banyak pemain yang harus menjadi korban.
Misalnya tentang kebijakan PSSI melanjutkan kompetisi ketika timnas sedang melangsungkan laga FIFA Matchday.Â
Ini tentu membuat para pemain yang notabene dibayar dan dikontrak klub, konsentrasinya buyar, karena pihak klub tentu saja ngomel.
Apa ini  berarti pihak klub tidak nasionalis? Tentu saja tidak. Wajar sekali jika pihak klub mengeluh karena di negara yang sepakbolanya maju, tak ada laga di kompetisi elit negara mereka, ketika timnas sedang bertanding.
Karena pihak klub ngomel, lalu seperti terjadi bayar utang setelahnya.Â
Ketika ada pemain klub yang kena Covid-19, dan jumlahnya cukup banyak, maka pihak klub meminta pemainnya untuk pulang, membela klubnya.
Katanya, tim kepelatihan dengan rela melepas pemain. Bisa saja demikian tapi jelas bahwa keputusan ini perlu disetujui dan direstui PSSI dan jelas sangat tidak rasional.Â
Bagaimana bisa sebuah pemusatan pelatihan antarnegara yang membawa nama Indonesia harus mengalah membiarkan para pemainnya pulang membela klubnya? Hanya ada di PSSIsaja.
Dan akhirnya ketika pemain cedera, kena Covid-19 rame-rame, dan sebagainya itu, adalah imbas dari keputusan-keputusan yang tak rasional ini.
Artinya, PSSI jelas punya kendali untuk menghentikan ini sedari semula. Bukan hanya ngomong bahwa ini di luar kendali kita.
Jelas banyak hal yang perlu dibenahi, dan itu jelas berkaitan dengan profesionalitas dalam manajemen, dan pengelolaan sepakbola nasional baik di timnas atau level klub.Â
Jika tidak segera dievaluasi dan dirubah, maka kita akan lebih sering mendengar para petinggi PSSI bilang "Ini di luar kendali kita". Sayang Sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H