Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menyesali Mengapa "Jenderal" Ricky Kambuaya Baru Ditemukan Timnas Indonesia

31 Januari 2022   18:05 Diperbarui: 31 Januari 2022   18:08 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Inilah Ricky. Dia, lagi, dia lagi, dia lagi Ricky Kambuaya. Pemain dari Sorong, pemain Persebaya. Pemain Indonesia yang menunjukkan konsistensinya" begitu bersemangat komentator televisi merespon aksi Ricky Kambuaya saat membobol gawang timnas Timor Leste kemarin.

Saya kira kita sepakat bahwa man of the match dalam laga tersebut adalah Ricky Kambuaya. Hampir semua hal yang dapat membuat dirinya didaulat menjadi pemain terbaik dilakukannya.

Jenderal lapangan tengah.

Oleh Shin Tae-yong, Ricky dipertahankan di atas lapangan selama 90 menit. Di 90 menit tersebut. Rickylah yang memberi assist cantik untuk Terens Puhiri yang membobol gawang Timor Leste untuk pertama kalinya.

Gol kedua Ramai Rumakiek juga saya rasa ada kontribusi Ricky, meskipun gol itu terkesan lebih individual karena akurasi tendangan jarak jauh Ramai yang memang luar biasa. Alasannya adalah Ricky menjelma menjadi jenderal lapangan tengah, yang membuat bola mudah sekali menghampiri Ramai Rumakiek.

Ricky bergerak kesana kemari, bersama Marselino dan Rachmad Irianto, memastikan transisi menyerang dan bertahan berjalan baik. Yang akhirnya membuat Timor Leste kelelahan dan tak menyangka bahwa bola sudah ada di kaki Ramai, yang tendangan spekulasinya merobek gawang mereka seketika.

Penampilan sang jenderal ditutupnya dengan apik. Di babak kedua, tepatnya menit ke-72. Ricky menggiring bola, meliuk, membuang bola lebih jauh ke depan, melakukan sprint luar biasa dan diselesaikannya dengan bola pressing yang akurat dan indah.

Saya memang lebih senang menyebut Ricky sebagai Jenderal dibandingkan cara Kompas.com menyebut dia sebagai sang orckestra. Tipikal Ricky saya kira bukan seorang seniman, dia adalah seorang pejuang yang melakukan apa saja dengan daya juang yang luar biasa.

Dia bukan pesohor yang terlalu berlebihan merayakan gol. Dia seperti prajurit, yang lebih senang tembakannya tepat sasaran, dan terus bergerak maju tanpa lelah dalam senyap.

Perhatikan saat dia melakukan selebrasi. Dia hanya mengangkat kedua tangannya. Berlari kecil ke tengah lapangan, seperti mau bilang, ayo kita serang dan serbu lagi. Seperti itu.

Sudah sangat lama saya tidak melihat tipikal pemain sekonsistensi Ricky, dan berbakat seperti ini. dari lini tengah pula. Memang creator lini tengah di liga kita memang semakin berkurang sejak klub lebih suka memakai creator seperti Makan Konate dll dari luar negeri sana.

Ricky seperti muncul dari antah berantah, dan itulah yang saya sesali sekali. Mengapa seorang Ricky baru dikenal dan dipuja penikmat bola seperti saya ketika usianya sudah hampir menginjak 26 tahun?

Pemain yang lahir di Sorong, 5 Mei 1996 ini, dikenal malah dari klub-klub kecil. 

Mulai dari Pro Duta di 2015 sebagai pemain yang masih berlabel yunior, lalu berpindah ke PS Mojokerto (2017-2018), naik tingkat sedikit ketika direkrut PSS Sleman (2019-2020), tapi dengan jumlah pertandingan yang diberikan masih sangat minim untuknya. 

Ricky baru semakin dikenal ketika bermain di Persebaya Surabaya (sejak 2020) dan meningkat karena bakatnya baru benar-benar dihargai oleh seorang Aji Santoso. Aji konon hampir tidak percaya, pemain sekualitas Ricky dibiarkan sering berada di bench.

Saya yang pertama kali menyaksikan penampilan Ricky Kambuaya tahun lalu saja---sebelum dipanggil timnas, mengira bahwa dia adalah pemain asing, karena kontrol bola yang sudah yahudd. Tapi mengapa tak ada pencari bakat yang meminatinya.

Apakah karena seorang pemain asal Papua itu baru terkesan hebat jika memulai karir dan bermain di Persipura Jayapura? Seharusnya tidak demikian, karena bakat di tanah Papua itu memang istimewa dari klub manapun dia berasal.

Saya malah sedikit negatif menduga, banyak mata yang tertutup karena untuk melihat dan memiih bakat yang natural itu harus ada A, B dan C yang rumitnya minta ampun. 

Padahal era sekarang sudah era modern yang semuanya bisa diukur dengan data dan penampilan.  Dan yang paling penting, pemain dengna bakat seperti Ricky jangan sampai dilewatkan karena faktor yang demikian. Semoga saya salah.

Mohon maaf saya terlihat tendensius sekali, karena sekali lagi saya menyesal mengapa sekarang jenderal Ricky ditemukan. Mengapa tidak dari 7 atau 8 tahun lalu saja, atau ketika usianya masih seperti Marselino Ferdinan saat ini.

Lalua juga dia tidak pernah dipanggil timnas U-16, U-19, U-20, U-23 atau U lain yang kerap menjadi sorotan bahwa itu kumpulan pemain bola belia paling berbakat di nsuantara ini? Sayang sekali kan?

Bayangkan jika dengan karakter seperti ini Ricky sudah ada di timnas bertahun-tahun lalu, dia akan menjadi stimulus yang baik bagi rekan-rekan setimnya karena apa yang ditunjukkannya di atas lapangan hijau.

Ricky jelas bukanlah pemain yang egois, dia akan memberi umpan kepada pemain lain yang lebih berpeluang gol. Dia tidak ingin panggung hanya untuk dirinya sendiri.

Dia juga terus berlari tanpa lelah, membuat pemain lain yang mulai Lelah bersemangat kembali. 

Dia tidak perlu berteriak untuk membakar semangat pemain lain, tetapi ketika kain celananya di sebelah kanan sudah diangkat sedikit, rekan-rekannya sudah tahu, bahwa dia siap berjuang hingga titik akhir.

Jikalau para pemain lain pun pada akhirnya sudah Lelah, dan sudah cepat puas, baru dia menunjukkan kehebatan individunya. Dia menggiring, melakukan sprint dan melakukan tendangannya yang hebat.

Jika Ricky sudah ada 5 tahun lalu saja. Timnas bisa saja lebih hebat. Tapi ya sudahlah. Sang Jenderal sudah ada saat ini, dan Shin Tae-yong pasti mensyukuri karena ada Ricky di timnya. 

Paling akhir, harapan saya untuk Ricky cuma satu--sama seperti Aji Santoso seusai AFF lalu. Agar Ricky tidak berubah, dan tetap rendah hati, tetap seperti sekarang ini. Bahasa saya; Ricky biarlah tetap menjadi seorang jenderal, tak perlu menjadi pesohor. Itu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun