Perhatikan bagaimana gaya Paulo Gali Freitas yang masih belia itu menggiring bola dengan begitu indah, mirip orang Brasil fasih memainkan jogo bonito, seperti individu yang memang lahir dan besar di lingkungan bola.
Timnas Timor Leste dipilih untuk menjadi lawan tanding bagi Timnas Indonesia di FIFA Matchday, dalam dua kali pertandingan. Di laga pertama, timnas Indonesia berhasil menang 4-1, melalui laga yang sebenarnya tak mudah bagi Evan Dimas dkk. Bahkan, Timor Leste sempat unggul 1-0 lebih dulu di parah babak pertama.
Timnas Timor Leste yang berjuluk Matahari Terbit ini memang tampil apik di babak pertama seiring penampilan skuad Garuda yang tak sempurna.
Gali Freitas dkk membuat lini pertahanan Indonesia kocar-kacir, beruntung tendangan penalti Timor Leste gagal, kalau tidak Indonesia bisa lebih sulit membalikkan keadaan.
Itulah yang membuat saya berpikir bahwa suat saat bisa saja Timnas Timor Leste bisa lebih hebat dari Indonesia, meskipun sarana prasarana mereka masih sangat jauh dibandingkan Indonesia.
Soal stadion misalnya. Dari jumlah stadion, maka hanya ada empat stadion sepakbola  di Timor Leste sana, dengan Stadion Estadio Municipal Dili atau Stadion Nasional Dili, menjadi stadion yang paling besar.
Bagaimana jumlah kapasitas penonton? Meski terus dibenahi, tapi berdasarkan data dari AseanFutbol, Timor Leste menjadi satu-satunya negara yang tidak mempunyai Stadion dengan kapasitas lebih dari 10 ribu kursi.
Memang dari data yang lain, missal dari Wikipedia dituliskan bahwa kapasitas Stadion Nasional adalah 13 ribu, tetapi mungkin ad acara menghitung yang berbeda.
Tapi bukan itu yang saya mau katakan. Ada perbandingan yang jomplang tentang jumlah stadion dan kapasitas yang memadai antara Indonesia dan Timor Leste.Â
Jika, sebut saja Timor Leste punya satu stadion kapasitas di atas 10 ribu, maka Indonesia menurut data AseanFutbol memiiki 111 stadion.
Meski perbandingannya bisa disebut tidak apple to apple, karena seperti satu provinsi dengan puluhan provinsi, tapi yang saya mau katakan bahwa sarana adalah bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan iklim sepakbola yang sehat.Â
Soal ini jelas Timor Leste ketinggalan.
Akan tetapi apakah ini berarti bahwa Timnas Sepakbola Timor Leste akan selalu ketinggalan atau kalah seperti saat kemarin? Saya kira tidak demikian adanya, apalagi pada faktanya ada negara kecil yang prestasinya jauh lebih baik dari Indonesia kan? Banyak malah.
Karena itu ijinkan saya mengemukakan 3 (tiga) hal yang dapat mendukung pernyataan saya tersebut.Â
Pertama, kecintaan dan kultur sepakbola di Timor Leste. Seperti kami di Timor Barat, soal sepakbola, orang Timor Leste itu dapat disebut fanatik.
Perbincangan dan cerita bola mengisi setiap sudut ruang orang Timor Leste. Kita bisa menemukan mereka bermain bola dengan penuh kegembiraan, khas orang timur.
Di laga pertama melawan Indonesia, itu jelas terlihat.Â
Perhatikan bagaimana gaya Gali Freitas yang masih belia itu menggiring bola dengan begitu indah, seperti orang Brasil fasih memainkan jogo bonito karena individu yang memang lahir dan besar di lingkungan bola.
Tak heran, dari begitu banyak julukan ada satu julukan Timnas Timor Leste yang menarik yakni The Little Samba Nation. Artinya, Â falam kegembiraan akan bola itu, saya kira akan lahir bibit-bibit hebat sepakbola Timor Leste di masa depan.
Kedua, jumlah penduduk yang sedikit dan wilayah Timor Leste yang tidak luas bisa menjadi keuntungan. Populasi Timor Leste itu 1,3 juta penduduk menurut data tahun 2020. Populasi Nusa Tenggara Timur (NTT) dimana saya menetap itu, adalah 5 juta sekian. Total Indonesia adalah sekitar 274 juta penduduk.
Cerita timnas U-19 era Indra Sjafri menemukan potensi Yabes Roni itu sulitnya minta ampun. Indra harus berkeliling sampai di Kabupaten kecil Bernama Alor dan menemukan Yabes, cerita yang serupa ketika menemukan beberapa pemain lainnya.
Untuk itu, seharusnya Timor Leste lebih mudah. Gerak untuk mengendus bakat-bakat hebat tidak sesulit di Indonesia. Jika sudah mampu menemukan maka tinggal fokus dan pembinaan saja, sehingga muncul Gali Freitas lainnya.
Bayangkan saja jika itu terjadi, konteks dream team akan lebih mudah dan lebih cepat dilaksanakan di Timor Leste sana.
Ketiga, koneksi dengan negara yang memiliki kedekatan historis seperti Portugal dan Brasil. Dalam tulisan saya berjudul "Belajar dari Naturalisasi Gagal Timor Leste", saya menemukan begitu banyak orang Brasil dan Portugal di timnas Timor Leste beberapa tahun lalu, sebelum dianulir karena ketidasahian dokumen.
Saya kira ini karena kedekatan historis dan tentu saja berarti hubungan bilateral yang mudah dengan kedua negara tersebut.Â
Ini berarti peluang terjadinya naturalisasi dapat dilakukan lagi, baik naturalisasi murni, atau faktor dan garis keturunan. Jika ini berjalan lebih baik dari sebelumnya, maka bisa menyulap timnas Timor Leste menjadi lebih kuat.
Selain dari naturalisasi, koneksi seperti sister city juga bisa menaikkan kualitas sepakbola di Timor Leste. Sepertinya sudah dimulai.
Misalnya nama Carsae FC, klub di Tiles sana sudah berubah menjadi Boavista menyerupai nama klub di Portugal dan Brasil sana. Bisa saja ini berarti ada diskusi selanjutnya tentang pola pembinaan atau soal kualitas yang lebih baik.
Jika ketiga hal ini bisa berjalan, niscaya mimpi bahwa timnas Timor Leste bisa lebih baik dari Indonesia bisa terjadi. Kecuali, ketiga faktor pendukung ini diintervensi oleh penyakit non teknis seperti kepentingan politik sesaat dan korupsi dalam pembinaan sepakbola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H