"Setelah babak pertama selesai, saya menegur keras dan marah kepada para pemain. Tetapi menurut saya sebagai pelatih tidak boleh menilai satu pemain saja," tegas Shin Tae-yong.
Coach STY memang pantas kecewa bahkan naik pitam atas penampilan timnas Indonesia saat melawan Timor Leste yang memang tidak memuaskan, terutama permainan di babak pertama. Skor akhir 4-1 untuk kemenangan Skuad Garuda tidak menunjukkan secara keseluruahn jalannya pertandingan.
Dalam pernyataannya seusai laga tersebut, STY mengatakan bahwa dia telah menegur dan marah kepada pemain saat rehat babak pertama. Jelas STY bermaksud mengatakan bahwa penampilan buruk itu terjadi karena kesalahan pemain.
Apakah demikian adanya, apakah ini karena kesalahan semata? Menurut saya STY ada benarnya, tetapi tidak juga dapat dikatakan sepenuhnya kesalahan pemain.
Saya akan berikan dua argumen, yang berkaitan dengan pemilihan line up atau pemain dan pendekatan taktik yang digunakan.
Mari kita mulai. Jika merujuk pada pemain, maka jelas terlihat bahwa STY tidak puas akan penampilan Edo Febriansyah, Ramai Rumakiek dan Dedik Setiawan. Secara individual, jelas bahwa ketiganya memang bermain buruk.
Dedik Drogba misalnya tidak mampu memanfaatkan peluang emas hasil sodoran bola matang di depan gawang dari Ricky Kambuaya. Tinggal cocor saja, tidak bisa!. Mungkin begitu kira-kira umpatan penikmat laga kemarin..
Soal Edo Febriansyah dan Ramai Rumakiek bahkan lebih dari kesalahan fundamental. Salah umpan, dribble yang tidak beraturan dan jelas cara membaca pergerakan lawan. Â Hadiah penalti untuk Timor Leste, juga dimulai dari kesalahan Edo mengumpan pada rekannya.
Akan tetapi, apakah kesalahan mereka saja? Ijinkan saya untuk sedikit menyanggah. Saya kira ini juga kesalahan pelatih dan tim kepelatihan. Misalnya soal Dedik yang penampilannya tidak membaik. Hemat saya, Dedik seharusnya tidak dipanggil lagi ke timnas, jika memang secara kualitas tidak mumpuni.
Mengapa pelatih dan tim kepelatihan masih menggunakan jasa Dedik, yang di Piala AFF 2020 kemarin sudah melempem?
Bukan soal pemanggilan saja, seharusnya jika masih yakin dengan Dedik, rubah taktik yang mungkin lebih cocok dengan karakter permainan Dedik Drogba.
Maksud saya adalah, jika sudah terbukti bahwa Dedik tidak bisa menjadi seorang targetman dalam skema 4-3-3 maka rubah taktkinya, bisa saja Dedik bermain dalam skema 4-4-2, duet striker. Ini dapat mengakomodir kebutuhan seorang Dedik.
Jika solusi ini juga gagal, kembali ke asumsi pertama, jangan lagi panggil Dedik. Titik.
Berikutnya, soal Edo dan Ramai Rumakiek, jika kita simak hal ini karena kedua pemain memang terlihat belum padu, karena tidak sering bermain bersama. Bek kiri dan penyerang sayap kiri ini kesulitan untuk saling mengisi posisi.
Jika STY naik pitam karena gol dari Paulo Gali Freitas terjadi karena lubang di posisi mereka berdua, saya kira ini juga disebabkan karena tidak ada strategi kontra yang tepat di laga tersebut.
Maksud saya begini. Tim kepelatihan seharusnya tahu bahwa Timor Leste akan bertumpu kepada Gali Freitas, pemain paling berbahaya mereka dengan kemampuan menyusuri dari sisi kanan. Di sini posisi Edo Febriansyah dan Ramai Rumakiek.
Jika demikian, seharusnya, kedua pemain ini perlu ditahan pergerakannya dan fokus pada pergerakan dari sisi kanan, yaitu Irfan Jaya dan Sani Rizki disana. Namun, hal ini tidak dilakukan dengan baik dari segi taktikal.
Gali Freitas terlalu sering dibiarkan bebas, apalagi ketika timnas menyerang. Lubang menganga di sektor itu, dan membahayakan pertahanan Indonesia. Ketidakcermatan ini membuat dua kali Indonesia hampir kebobolan, syukur tendangan penalti Timor Leste mampu digagalkan.
Supaya jangan terlalu panjang, saya kira, saya setuju bahwa diperlukan evaluasi menyeluruh, bukan saja pada pemain tetapi pada pemilihan line up dan pendekatan taktik yang dilakukan oleh tim kepelatihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H