Bukan soal pemanggilan saja, seharusnya jika masih yakin dengan Dedik, rubah taktik yang mungkin lebih cocok dengan karakter permainan Dedik Drogba.
Maksud saya adalah, jika sudah terbukti bahwa Dedik tidak bisa menjadi seorang targetman dalam skema 4-3-3 maka rubah taktkinya, bisa saja Dedik bermain dalam skema 4-4-2, duet striker. Ini dapat mengakomodir kebutuhan seorang Dedik.
Jika solusi ini juga gagal, kembali ke asumsi pertama, jangan lagi panggil Dedik. Titik.
Berikutnya, soal Edo dan Ramai Rumakiek, jika kita simak hal ini karena kedua pemain memang terlihat belum padu, karena tidak sering bermain bersama. Bek kiri dan penyerang sayap kiri ini kesulitan untuk saling mengisi posisi.
Jika STY naik pitam karena gol dari Paulo Gali Freitas terjadi karena lubang di posisi mereka berdua, saya kira ini juga disebabkan karena tidak ada strategi kontra yang tepat di laga tersebut.
Maksud saya begini. Tim kepelatihan seharusnya tahu bahwa Timor Leste akan bertumpu kepada Gali Freitas, pemain paling berbahaya mereka dengan kemampuan menyusuri dari sisi kanan. Di sini posisi Edo Febriansyah dan Ramai Rumakiek.
Jika demikian, seharusnya, kedua pemain ini perlu ditahan pergerakannya dan fokus pada pergerakan dari sisi kanan, yaitu Irfan Jaya dan Sani Rizki disana. Namun, hal ini tidak dilakukan dengan baik dari segi taktikal.
Gali Freitas terlalu sering dibiarkan bebas, apalagi ketika timnas menyerang. Lubang menganga di sektor itu, dan membahayakan pertahanan Indonesia. Ketidakcermatan ini membuat dua kali Indonesia hampir kebobolan, syukur tendangan penalti Timor Leste mampu digagalkan.
Supaya jangan terlalu panjang, saya kira, saya setuju bahwa diperlukan evaluasi menyeluruh, bukan saja pada pemain tetapi pada pemilihan line up dan pendekatan taktik yang dilakukan oleh tim kepelatihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H