Sebenarnya menurut saya, Shin Tae-yong seperti biasa sudah memulai laga dengan penuh kejutan dan terkesan jenius dengan pilihan formasinya.
Maksud saya seperti ini. Jika mayoritas Shin Tae-yong akan memainkan 4-2-3-1 sebagai starter, maka kali ini, Shin Tae-yong langsung memasang skema 3-5-2 sedari awal.
Saya jelas semakin optimistis melihat pilihan ini, karena bagi saya 3-5-2 sangat baik untuk menjaga keseimbangan dan memastikan lini belakang terlihat solid.
Bukan itu saja, di formasi ini membuat pergerakan beberapa pemain nampak super sekali.Â
Sebut saja Asnawi Mangkualam yang ofensifitasnya nampak nyata di formasi ini dibandingkan dengan empat bek sejajar yang membatasi dirinya agar tidak sering melakukan overlap.
Gol dari Witan Sulaeman jelas hasil dari pergerakan eksplosif Asnawi, yang kali ini terlihat lebih nyetel dengan formasi ini.Â
Selain Asnawi ada pula versatile Alfeandra Dewangga yang patut diberi pujian. Dewangga memang pemain serba bisa.
Ketika transisi menyerang, Dewangga maju untuk menjadi gelandang bertahan dan membuat Ricky Kambuaya dan bahkan Rachmad Irianto bisa lebih sering menekan lawan dan juga sering berada di kotak penalti lawan.
Cilakanya, di babak kedua---setelah sudah unggul 1-0, ciri khas ini mulai memudar. Saya perlu mengatakan bahwa momen penurunan yang berujung gol balasan dari Singapura ini terjadi ketika Evan Dimas menggantikan Rachmad Irianto.
Saya tentu saja tak menyalahkan Evan Dimas atas gol balasan tersebut, akan tetapi menurut saya, modifikasi itu tampak keliru.
Maksud saya sederhana saja. Â Mempertahankan Rachmad Irianto, lebih membuat timnas dapat tampil defensif daripada memainkan Evan Dimas---dalam tulisan ini, saya sudah menguraikannya.