Ini penggalan kalimat Yoshida sebelum dia menangis.Â
"Jika ada yang mesti disalahkan, arahkan kepada saya. Saya bukan Pep Guardiola. Saya Tatsuma Yoshida dari Jepang, tetapi saya bangga dengan Singapura. Saya cinta Singapura dan sekarang saya ingin menangis," kata Yoshida.
Tatsuma Yoshida nampak kecewa setelah para pendukung negara berjuluk The Lions itu mengejek anak asuhnya setelah ditekuk Thailand 0-2.
Di kesempatan itu, Yoshida bahkan menjelaskan bahwa meskipun kalah dari Thailand, namun prestasi melaju ke semifinal di Piala AFF 2020 ini patut dibanggakan, karena sudah lama sekali Singapura tidak melaju ke semifinal. Terakhir, sembilan tahun lalu, di AFF 2012.
Menurut saya, Yoshida memang baper berat, apalagi mengaku dirinya bukan Pep Guardiola.Â
Ya, semua orang tahu, Yoshida bukan Pep dan hanya pelatih yang pernah melatih level klub di Jepang sana, ini pertanda, beban Yoshida nampak berat, apalagi dengan status Singapura sebagai tuan rumah.
Apakah dua kejadian ini positif bagi Timnas Indonesia? Saya akan bilang iya. Singapura sudah sangat kuatir berhadapan dengan Timnas Indonesia.
Mungkin pada awalnya mereka pikir dengan berstatus runner-up mereka akan berhadapan dengan Vietnam, tetapi melihat penampilan pasukan Merah Putih yang semakin trengginas, mereka nampak grogi.
Ini pula yang membuat saya berpikir bahwa kekuatan pemain ke-12 melalui kehadiran suporter dalam jumlah yang banyak untuk mendukung Singapura juga bisa tanpa arti.
Maksud saya begini, dengan suporter yang dianggap terlalu kritis ini, maka bisa menjadi beban bagi para pemain Singapura. Mereka bisa bermain tidak lepas, dan akhirnya teriakan "boo" di lapangan akan Kembali terdengar. Yoshida akan Kembali menangis lagi.
Lalu bagaimana dengan larangan atribut merah putih? Ah, menurut saya jangan terlalu dipikirkan. Merah Putih tetap di hati para pemain kita.