Juve memang tak memiliki penyerang semengkilap klub besar lainnya, tetapi mereka berfokus pada kekuatannya, yakni lini belakang.
Apa yang ingin saya sampaikan sebenarnya? Sebenarnya sederhana saja. Jika kita termasuk saya selama ini melihat timnas berdasarkan pesona attacking football Liverpool serta tiki taka ala Pep Guardiola di Manchester City, mungkin perlu membalikkan cara pikir dengan menyadari bahwa kekuatan timnas adalah di sektor belakang.
Saya jelas terkesima dengan ketenangan Rizki Ridho, Dewangga, Fachruddin saat menahan gelombang serangan Vietnam, dan tentu saja terpukau dengan bagaimana Elkan Baggott dapat melakukan kesuksesan passing lebih dari 80 persen saat menghadapi Laos.
Bukan itu saja, Asnawi dan Pramono Arhan juga nampak eksplosif bergerak dari sisi sayap baik bertahan maupun menyerang ketika menjadi wingback bukan full back. Skuad Garuda terlihat kokoh dan menjanjikan bukan?
Jika demikian, bukankah tak ada salahnya jika di bayangan kita, skuad Garuda akan menjadi tim yang dibangun karena kekuatan lini belakang yang hebat.
Saya percaya pada akhirnya akan membuat para gelandang dan pemain depan akan semakin mengkilap karena tak perlu kuatir menyerang karena sektor belakang yang sudah kuat. Â
Artinya jika ini pilihannya. Kita mungkin akan terbiasa melihat timnas kita yang terlihat pragmatis di lapangan. Bermain tak seeksplosif dan indah seperti saat dibesut Luis Milla, tetapi akan lebih banyak meraih hasil positif.
Bukankah kita begitu gembira ketika Evan Dimas cs mampu menahan Vietnam imbang tanpa gol, meski penguasaan bola kita hanya sekitar 30 persen dan menerima gelombang serangan tak henti selama 90 menit?Â
Artinya imun hasil positif dalam pragmatisme sepak bola bertahan, sudah siap kita terima, meski mimpi menjadi Manchester City, Liverpool atau bahkan Bayern mungkin masih tetap ada. Tak mengapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H