Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Ginting Terhenti, Jangan Salahkan Erick Thohir dan "Rata Kau" Valentino

1 Agustus 2021   14:36 Diperbarui: 1 Agustus 2021   14:38 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Ginting dikalahkan Chen Long di semifinal bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. (Foto: REUTERS/Hamad I Mohammed)

Salah satu kecenderungan manusia adalah suka mencari kambing hitam atas kegagalan. Kasihan juga kambing hitam, karena dianya tak pernah memilih berbulu hitam apalagi bertanggung jawab atas kegagalan atas kesalahan manusia.

Tadi, orang rumah pada mulu-mulu sesudah Anthony Ginting dikalahkan Chen Long pada semifinal bulutangkis tunggal putra Olimpiade 2020.

Mulu-mulu  itu istilah di Kupang untuk orang yang marah-marah tak karuan, bisa pada manusia, bisa juga bukan pada manusia, meja kursi atau bahkan binatang dimarahin. Biasa cari kambing hitam.

Misalnya tadi itu. Setelah pasti Ginting kalah, mulai satu persatu dimarahin. "Ini gara-gara Erick Thohir ini. Tiba-tiba datang jadi bintang tamu, lalu akhirnya bebanin Anthony Ginting yang malah terbeban".

Argumennya lemah tapi memang logis. Saya mau cerita, kemarin saya dari desa, untuk melatih dalam pelatihan pembuatan batako. Sehari sebelum penutupan, warga desa mulu-mulu.

"Ini lagi kenapa harus bupati yang harus datang. Nah, sekarang per KK harus nyumbang 25 ribu dan potong hewan, uang darimana?" kata seorang warga desa.  

Jadi menurut warga desa, kedatangan bupati itu merepotkan dan membebani, karena harus disiapkan acara berbiaya mahal, padahal warga desa tak punya uang. Nah.

Jika dikaitkan, begitu juga cara pandang orang rumah tentang kehadiran Erick Thohir. 

Ini Ginting ada konsentrasi untuk berlaga, kenapa bapak harus datang, berkomentar dan kemarin ikut menyapa, kan jadi beban anak Batak, kelahiran Cimahi itu?

Benarkah demikian? Menurut saya tidak juga. 

Kehadiran Erick Thohir jelas bukan kehadiran karena tak ada kerjaan, apalagi berkeinginan membebani. 

Sedari awal, Valentino Simanjuntak sebagai host bahkan sudah menyebutkan bahwa kehadiran Erick Thohir sebagai anggota IOC, itu badan olimpiade dunia.

Mungkin maksud Valentino adalah ingin menjelaskan bahwa ada keterkaitan kehadiran Erick Thohir dengan jabatannya, bukan hadir karena ada muatan politis atau yang tadi itu, tak ada kerjaan.

Saya sih yes, karena Erick Thohir juga bukan orang baru di olahraga. Bagi saya Erick sudah teruji sebagai orang yang memang menaruh perhatian pada dunia olahraga. Dulu sempat di basket, lalu berpindah ke sepakbola bahkan sempat menjadi pemilik klub besar Italia, Inter Milan. Kurang apa lagi.

Lain cerita jika yang datang ke studio Luhut Pandjaitan atau Moeldoko. Ceritanya bisa lompat-lompat, bukan bicara tentang bulutangkis tapi bisa ke lain, ya tentang itu, tahulah.

Lagian Erick Thohir asyik juga kok, memang pengetahuan bulutangkisnya tidak sebagus Kusnaini, tapi tahulah sedikit-dikit, sehingga kehadirannya tidak membosankan.

Saya malah suka, kalau Erick Thohir memancing, "ayo kejar Ginting, tambah dua lagi, tambah satu lagi " dan seterusnya. Seru juga.

Saya dengan beberapa rumah malah agak merasa kurang nyaman dengan host seperti Valentino yang bising. Menurut saya ini, memang sudah terlalu berlebihanlah---meski ini bisa diperdebatkan juga.

Saya mungkin terbiasa teduh dengan komentator barat yang tenang teduh seperti Gillian Clark. 

Clark memang bisa dianggap sebagai komentator merangkap host kelas dunia soal bulutangkis. Jadi dia memang tidak sebising Valentino.

Ciri khas Gillian Clark itu begini. Dia akan berteriak "Wow"saja ketika ada pukulan yang menurut dia menakjubkan---mungkin karena dia juga adalah mantan pemain dan dia tahu bahwa pukulan itu sulit, selain itu dia akan tenang teduh.

Akan tetapi beda ya sama Valentino. Setiap pukulan masuk dari pemain kita dia akan bilang, "rata kau, rata kau".

Nah, ini kan jadi terdengar tak merdu, karena tidak seperti sepak bola, dimana gol tercipta berselang dalam waktu lama, di bulutangkis itu perpindahan poin dan pergerakan bola cepat. 

Baru beberapa detik "rata kau", lalu "rata kau" terus menerus.

Saya malah gara-gara terhipnotis gaya Valentino, ketika ada bola lawan yang berhasil menghujam lapangan Anthony Ginting, lalu saya spontan bilang "rata kau". Lah, pada Ginting kok begitu, saya bahkan merasa sangat bersalah melakukan hal itu.

Dari cerita panjang lebar tak karuan ini, konklusi Saya seperti ini.  

Kekalahan Ginting, bukan salah Erick Thohir dan teriakan "Rata Kau" Valentino, tetapi ya tadi, kekalahan Anthony Ginting memang membuat kitanya  yang jadi lebih banyak mulu-mulu.

Akan tetapi akan lain ceritanya jika Ginting menang. 

Frasa "Rata Kau", "Rata Kau" akan kita ucapkan rame-rame dari rumah untuk Chen Long dan dalam keseharian kita. 

Kali ini, ya,hening di rumah. Mendung pekat, Ginting kalah, dan itu mulu-mulu Erick Thohir dan 'Rata Kau" belum berhenti.

Begitu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun