Selain itu backpass yang dituduhkan Allegri haters untuk mencacinya juga terpaksa dilakukan, karena mesti menunggu garis penyerangan berada di posisinya masing-masing.Â
Gaya lamban inilah yang membuat Allegri diprotes Ronaldo. Keinginan Ronaldo agar suplai bola terhadapnya berjalan cepat, tidak terjadi.
Tak ayal, pihak manajemen mesti memilih, dan akhirnya Allegri yang menghadirkan banyak gelar, tanpa sekalipun scudetto lepas, dipaksa untuk keluar dan diganti oleh Maurizio Sarri yang dipercaya lebih atraktif dan akan membuat Ronaldo nyaman.
Kenyamanan yang dimaksud lebih daripada itu, harapan besarnya adalah mampu membuat Juventus yang dapat meraih gelar Liga Champions.
Ternyata sama saja, gelar tidak diraih, Juventus zaman Sarri dan suksesornya, Andrea Pirlo ngos-ngosan meraih Scudetto. Bahkan, di Liga Champion pencapaian mereka berdua juga dapat dikatakan tak sebaik Allegri, yang pernah membawa Juventus dua kali menjadi runner-up.
Dalam rehatnya, Allegri ternyata masih memberikan pendapatnya tentang Juventus dan Ronaldo.Â
Ada satu pernyataan kritis Allegri yang terlihat ofensif dan pedas menyerang Ronaldo, yakni dengan menyebut bahwa permainan Juventus tidak akan berkembang bersama Ronaldo.
Dari sisi Allegri, ada benarnya pernyataan ini. Ronaldo sentris membuat para pemain lawan akan sedikit ragu untuk tampil baik, karena sang bintang adalah Ronaldo.Â
Akhirnya, ketika Ronaldo tampil buruk, maka Juventus  juga tampil buruk. Berbeda sekali dengan gaya sepak bola yang diinginkan Allegri, balance dan kolektivitas.
Sekembalinya Allegri ke Juventus, masa depan Ronaldo terus dipertanyakan.Â
Meskipun beberapa kali pandit transfer seperti Fabrizio Romano dan Romeo Agresti menyebut bahwa Ronaldo akan kembali pada tanggal 25 Juli, tetapi gejolak antara Allegri dan Ronaldo, sengaja atau tidak tetap muncul di permukaan.