Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Argentina Juara Copa America 2021, Messi Menari, Neymar Menangis di Maracana

11 Juli 2021   09:38 Diperbarui: 11 Juli 2021   15:40 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pemain Argentina melempar Messi ke udara IPhotograph: Alexandre Schneider/Getty Images

Di Maracana Stadium, sesudah Wasit asal Uruguay, Esteban Ostojich meniup peluit panjang, para pemain Argentina langsung berlarian ke satu titik, yakni ke tempat dimana Lionel Messi berdiri. 

Mereka memeluk, mengerebuti Messi. Tak lama kemudian, Messi diangkat, lalu dilempar ke udara beramai-ramai, bahagia. Di sisi lain, Neymar menangis tersedu-sedu, Brasil bersedih.

Albiceleste menuju ke final Copa America 2021 dengan tak mudah, bahkan tertatih-tatih. Di laga semifinal misalnya, Argentina harus berharap pada dewi fortuna untuk lepas dari tekanan Kolombia dan menang melalui babak adu penalti. 

Karena itulah, banyak tak yakin bahwa final yang dihelat di Stadion terbesar di Brasil, Maracana ini akan berakhir sukacita bagi Tim Tango. Padahal Argentina sedang menunggu untuk lepas dari berbagai asa yang terpendam demikian lama.

Pertama, menunggu gelar pertama Lionel Messi bagi tim nasional. Messi boleh berulangkali mendapat gelar balon d'or. Akan tetapi, tanpa gelar bagi tim nasional, Messi boleh dianggap belum lengkap, apalagi bisa jadi, Copa America kali ini adalah gelaran terakhir yang mungkin dapat diikutinya.

Kedua, bagi timnas Argentina, gelar Copa America sudah sangat lama tidak diraih. Terakhir Tim Tango meraihnya pada gelaran 1993, saat masih jamanya Gabriel Batistuta, Sergio Goychecea dan Oscar Ruggeri.

Akan tetapi, Brasil yang menjadi lawan juga tak mau asa itu pecah telur di Maracana, simbol kejayaan mereka. Sambaleiro tak akan mau, di akhir laga akan ada tarian kebahagiaan tango yang tentu akan sangat melukai mereka. 

Maka tak heran duel el classico  ini berlangsung amat seru, ketat bahkan cenderung keras. Secara taktikal bahkan Tite dan Lionel Scaloni, harus beradu otak sepanjang pertandingan dengan merubah pola dan mengganti pemain.

Secara taktik, kedua tim bermain tanpa merubah terlalu banyak strategi yang dipakai selama pertandingan di Copa ini. Brasil masih menggunakan pola 4-2-3-1 yang selama ini selalu berhasil dan digdaya.

Menariknya, Argentina tidak merubah strategi mereka dengan lebih defensif. Argentina tetap memainkan pola 4-3-3 dan taktik ini baru akan berubah menjadi 4-4-2 defensif, sesudah Angel Di Maria mundur sedikit lebih ke tengah dan menyisakan Messi dan Lautaro Martinez di depan.

Harus diakui, Lionel Scaloni cukup cerdas dengan memainkan pola ini. Angel Di Maria di sisi kanan yang tidak menjadi pemain regular sebelum-belumnya, mungkin disiapkan untuk memanfaatkan celah ketika wingback cepat Brasil, Renan Lodi tatkala asyik ikut menyerang tetapi terlambat mundur kembali.

Di menit ke-22, Scaloni menuai hasilnya. Umpan cantik Rodrigo De Paul berhasil menemui Di Maria,yang unggul sepersekian detik dengan Renan Lodi. Lalu Di Maria melepas lob cantik yang tak bisa dijangkau Ederson. Argentina unggul 1-0.

Sebelum dan sesudah keunggulan Argentina tersebut, pertandingan cenderung seimbang, dan bola lebih banyak tertahan di lini tengah. 

Memang pertarungan di lini tengah amat ketat, ketika Casemiro dan Fred harus berjibaku dengan trio Argentina, Lo Celso, Paredes dan Rodrigo de Paul.

Ketiga trio Argentina ini bukan saja  berusaha menahan aliran bola yang di-build up dari kaki Casemiro dan Fred tetapi juga harus mematikan pergerakan pemain paling berbahaya Brasil, Neymar.

Neymar memang tampil spartan. Neymar berlari kesana-kemari, menjemput bola, memancing para pemain Argentina untuk keluar dari posisinya dan sering sekali melakukan dribel cepat menusuk ke jantung pertahanan Argentina.

Beruntung bagi Argentina, meskipun harganya adalah kartu kuning untuk setiap gelandang mereka, Neymar berhasil dihambat agar tak sering merambat. Skor masih 1-0 untuk Albaceleste, hingga turun minum.

Tite memutar otak di babak kedua. Pelatih Brasil ini lalu mengeluarkan Fred dan memasukan Roberto Firmino di awal babak kedua.

Tujuannya jelas, membuat lini serang Brasil lebih tajam serta berharap Firmino berhasil membukan ruang lebih banyak agar penyerang Brasil seperti Neymar, Richarlison atau Vinicius dapat masuk ke kotak penalti.

Brasil memang tampil lebih mendominasi dan tajam, tetapi selama gol tidak tercipta, maka itu akan sia-sia.

Selain itu, para pemain Argentina harus diakui tampil hebat di laga ini, ibarat para gladiator yang berjuang untuk hidup atau mati.

 Duet lini belakang Otamendi dan Romero sangat kokoh, sedangkan Montiel dan Marcus Acuna  yagn bertahan dari sisi sayap sangat disiplin menjaga ruang. Apalagi Emiliano Martinez yang berada di bawah mistar juga tampil tanpa cacat.

Jika Neymar tidak tertahan di tengah dan dapat membuka ruang  bagi Paqueta atau Gabi, maka disaat itu, Otamendi dan Martinez sudah menjadi penyelamat. Ketika serangan Brasil dipatahkan, Argentina langsung melakukan serangan balik yang juga berbahaya.

Di sepertiga waktu laga, pergantian pemain dilakukan kedua tim. Tite memasukkan Gabi untuk menambah lini serang yang berarti hampir semua penyerang Brasil telah diturunkan kecuali Gabriel Jesus, dan sebaliknya Scaloni juga melakukan kontra strategi dengan memasukan Nicola Tagliafico.

Tagliafico memang diperlukan untuk menjaga pergerakan Richarlison yang beberapa kali lepas dari pengamatan Marco Acuna di sisi kiri pertahanan Argentina ketika berhasil dipancing Firmino. Tagliafico on, Richarlison langsung off.

Dari taktik, tim Samba berubah menjadi 4-1-1-4, sedangkan Argentina menjadi 5-3-2, bahkan menjadi 5-4-1 saat Lautaro Martinez dan Di Maria ditarik keluar lapangan.

Bermain rapat, juga akhirnya membuat kedua tim terpaksa harus beradu fisik. Neymar menjadi pemain yang paling sering dijatuhkan dan akhirnya memancing sedikit kericuhan, di lain sisi, pemain Argentina juga nampak cerdas memancing emosi para pemain Brasil.

Selebihnya, ketika bola hasil patahan serangan Brasil dikuasai Rodrigo De Paul di tengah, maka Argentina akan lebih lama memainkan bola. 

Argentina sudah unggul secara taktik, ditambah Brasil yang tak mampu mencetak gol. Rodrigo de Paul menjadi salah satu pemain yang paling bersinar ketika Argentina ditekan seperti itu.

Pemain yang sudah resmi berpindah dari Udinese ke Atletico Madrid itu bukan saja mampu bertahan dengan baik, tapi juga mampu mengontrol bola, menjaga ritme dan paling penting mampu menjadi penyokong bagi Messi di saat dibutuhkan.

Jika umpan cantik Rodrigo mampu dimanfaatkan Messi menjelang akhir laga, maka perjuangan Brasil akan selesai dengan lebih cepat. 

Akhirnya, hingga 90+5, tak ada tambahan gol dan Argentina menjadi juara. 

Sesudah itu kamera televisi mempertotonkan dua sisi sepakbola yang saling berdampingan sukacita dan kekecewaan. 

Ketika di kubu Argentina mereka sedang asyik menari tango, di kubu Brasil para pemain sedang tertunduk dalam kesedihan.

Messi menari, dan Neymar menangis. Itulah sepakbola, olahraga yang mampu membuat para penikmat bola semakin mencintainya karena pergulatan emosi yang diperlihatkannya dari dalam dan dari luar lapangan hijau . 

Selamat Lionel Messi, selamat Argentina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun