Harus diakui, Lionel Scaloni cukup cerdas dengan memainkan pola ini. Angel Di Maria di sisi kanan yang tidak menjadi pemain regular sebelum-belumnya, mungkin disiapkan untuk memanfaatkan celah ketika wingback cepat Brasil, Renan Lodi tatkala asyik ikut menyerang tetapi terlambat mundur kembali.
Di menit ke-22, Scaloni menuai hasilnya. Umpan cantik Rodrigo De Paul berhasil menemui Di Maria,yang unggul sepersekian detik dengan Renan Lodi. Lalu Di Maria melepas lob cantik yang tak bisa dijangkau Ederson. Argentina unggul 1-0.
Sebelum dan sesudah keunggulan Argentina tersebut, pertandingan cenderung seimbang, dan bola lebih banyak tertahan di lini tengah.Â
Memang pertarungan di lini tengah amat ketat, ketika Casemiro dan Fred harus berjibaku dengan trio Argentina, Lo Celso, Paredes dan Rodrigo de Paul.
Ketiga trio Argentina ini bukan saja  berusaha menahan aliran bola yang di-build up dari kaki Casemiro dan Fred tetapi juga harus mematikan pergerakan pemain paling berbahaya Brasil, Neymar.
Neymar memang tampil spartan. Neymar berlari kesana-kemari, menjemput bola, memancing para pemain Argentina untuk keluar dari posisinya dan sering sekali melakukan dribel cepat menusuk ke jantung pertahanan Argentina.
Beruntung bagi Argentina, meskipun harganya adalah kartu kuning untuk setiap gelandang mereka, Neymar berhasil dihambat agar tak sering merambat. Skor masih 1-0 untuk Albaceleste, hingga turun minum.
Tite memutar otak di babak kedua. Pelatih Brasil ini lalu mengeluarkan Fred dan memasukan Roberto Firmino di awal babak kedua.
Tujuannya jelas, membuat lini serang Brasil lebih tajam serta berharap Firmino berhasil membukan ruang lebih banyak agar penyerang Brasil seperti Neymar, Richarlison atau Vinicius dapat masuk ke kotak penalti.
Brasil memang tampil lebih mendominasi dan tajam, tetapi selama gol tidak tercipta, maka itu akan sia-sia.
Selain itu, para pemain Argentina harus diakui tampil hebat di laga ini, ibarat para gladiator yang berjuang untuk hidup atau mati.