Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Jelang Fase 16 Besar Euro 2020, Akan Terulangkah Dongeng Yunani di 2004?

25 Juni 2021   12:34 Diperbarui: 26 Juni 2021   11:07 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain mendamba agar tim favorit dapat menjadi juara, salah satu yang saya akan nikmati adalah kejutan. Menikmati kedua kutub yang berlawanan itu secara berbarengan terkadang dapat memacu adrenalin sampai di titik tertinggi. Nikmat.

Itulah yang membuat saya memaksa ingatan saya mundur melambung cukup jauh ke perhelatan Piala Eropa 2004 ketika tim Dewa Olympia, Yunani membuat jagat terkejut setelah menjadi juara dengan mengalahkan tuan rumah, Portugal.

Pada 4 Juli 2004 di Lisboa, gol tunggal dari striker, Angelo Charisteas yang membobol gawang Ricardo tak mampu dibalas oleh skuad Portugal yang lebih diunggulkan karena kualitas pemain di dalam tim.

Selain mengandalkan lini serang yang dikoordinir gelandang Barcelona, Deco, Pauleta, dan Cristiano Ronaldo yang masih belia pada saat itu, lini pertahanan de Selecao juga kokoh dengan Ricardo Carvalho, Jorge Andrade, dan Costinha.

Itulah yang membuat pelatih Portugal, Luiz Felipe Scolari nampak tak percaya atas kekalahan tersebut sedangkan pelatih asal Jerman, Otto Rehhagel yang membesut Yunani percaya bahwa Dewa Olympia menaungi tim kelas dua saat itu.

Kelas dua? Ya, saat itu nama-nama seperti Angelos Charisteas, Angelos Basinas, Giorgios Karagounis, Theodoros Zagorakis, dan sang kiper Antonios Nikopolidis yang rambutnya telah memutih, bukan saja tidak dikenal tapi juga nama mereka saja sulit untuk dilafalkan.

Selepas laga tersebut, sang pahlawan, Charisteas menyebut apa yang dilakukannya memang seperti mimpi, sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya.

"Sebagian besar mimpi tidak akan pernah diceritakan kepada orang. Namun, mimpi saya sejak pertama kali bermain sepak bola adalah bisa mencetak gol pada final Piala Eropa. Hal ini karena saya melihat Marco van Basten mencetak gol pada final 1988. Setelah 57 menit, semuanya menjadi kenyataan," kata Charisteas.

Sayangnya seperti sebuah periode yang lama untuk berulang, kisah seperti dongeng Olympia itu hingga 2016 tidak terjadi lagi. Setelah kejutan Yunani, tim mainstream kembali membuat sangat sempit ruang kejutan itu terjadi lagi.

La Furia Roja, Spanyol bahkan dua kali menjadi juara pada 2008 dan 2012 setelah gaya permainan tiki-takanya bukan saja menghipnotis penikmat bola tapi mampu merajai Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun