Blusukan, pertemuan informal yang mendekatkan dirinya dengan warganya menjadi sedikit dari apa yang dilakukan oleh Gibran nantinya.
Kedua, gaya kepemimpinan Ahok. Tak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan Gibran untuk meniru gaya kepemimpinan Ahok juga terbuka lebar.
Gibran dalam beberapa pernyataannya, terkesan tidak mau dibanding-bandingkan dengan Jokowi soal gaya, sehingga bisa saja Gibran berbeda, 180 derajat bahkan, yang berarti itu mirip dengan Ahok.
Pendekatan gaya kepemimpinan Ahok tentu lebih berorientasi ke program daripada pendekatan personal. Ahok akan memilih programnya jalan, daripada menghabiskan waktu "mencari muka" atau kongkow dengan orang lain.
Inilah yang membuat Ahok mungkin bisa dikatakan berjarak dengan warganya, tapi kepuasan warga akan programnya meningkat.
Pilihan meniru gaya kepemimpinan Ahok ini bisa saja dilakukan oleh Gibran. Hanya Gibran mesti hati-hati, karena karakter di Solo tentu saja berbeda dengan di Jakarta.
Di Solo, kesantunan, hormat terhadap yang lebih tua dalam komunikasi politik bisa jadi lebih diutamakan daripada jalannya program, sebaliknya di kesibukana Jakarta, orang akan lebih senang pemimpin yang kerja daripada ngebanyol saja.
Sebenarnya ada pilihan ketiga bagi Gibran yakni me-mix antara Jokowi dan Ahok dalam kepemimpinannya. Gibran dapat menjadi pemimpin yang rajin turun ke bawah, tapi juga gesit bekerja dengan karakter yang kuar. Meskipun akan lebih sulit, namun jika berhasil dilakukan maka Gibran tentu akan mendapatkan nilai lebih, khususnya jika berniat menuju ke DKI 2024 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H