Sentilan Partai Demokrat bahwa ada kepentingan Jokowi di balik pembatalan revisi UU Pemilu  yakni untuk mempersiapkan Gibran Rakabuming Raka maju Pilgub DKI untuk menjegal Anies Baswedan direspon oleh PDIP.
PDIP melalui Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa jangan sampai ada  pola pikir pragmatis untuk kepentingan jangka pendek yang hanya untuk meraih kekuasaan.
Djarot kembali menegaskan sikap Jokowi dan koalisi pemerintah bahwa ada kepentingan yang lebih besar, yakni keselamatan kesehatan dan ekonomi rakyat yang terkena dampak pandemi di balik pembatalan revisi UU Pemilu ini.
Menarik melihat isu ini bergulir, Demokrat mengumpan, PDIP menampik, dan sepertinya akan panjang bergulung.
Bagaimanapun secara politik, Jokowi akan dihubungkan dengan kepentingan Gibran sang anak, yang sudah menjadi Walikota Solo, persis mengikuti jejak sang bapak.
Persoalannya adalah apakah tepat jika Gibran yang belum bekerja apa-apa bagi rakyat Solo sudah didengungkan oleh Demokrat akan bermain di Pilkada DKI 2024 nanti?
Jika kita lihat respon dari PDIP (bisa dibaca;Jokowi) maka terlihat bahwa ada kehati-hatian dalam menanggapi isu yang sengaja diangkat oleh Demokrat ini.
Mengapa demikian? Secara politik bisa saja ada kepentingan lain dari pihak eksternal untuk menjadikan ini sebagai bola panas yang bergulir kemana-mana.
Maksudnya seperti ini. Sampai saat ini, kepastian bahwa siapa yang akan diusung oleh PDIP untuk Pilkada DKI 2024 masih belum jelas. Nama terakhir yang panas dibicarakan adalah Mensos, Tri Rismaharini atau akrab disapa Risma.
Banyak pengamat politik yang melihat bahwa ditariknya Risma ke kabinet Jokowi salah satunya untuk itu, maka jangan heran jika sepak terjang Risma terus disorot oleh oposisi.
Sehingga, melepaskan nama Gibran lebih dini untuk diutak-atik demi Pilkada 2024, bisa saja menimbulkan polemik di internal PDIP.Â
Jika Risma sudah disiapkan, lalu mengapa sekarang ada Gibran, lalu jika Gibran, apakah sudah disetujui oleh Megawati, atau hanya langkah politik personal Jokowi, dan lain sebagainya.
Cara melempar isu politik  untuk membuat kegaduhan di lawan politik bukan sesuatu yang asing di politik. Cara ini memang menggunakan ruang ketika politik itu adalah seni kemungkinan, apapun bisa terjadi.
Jika benar seperti ini, maka Jokowi perlu lebih berhati-hati meresponnya. Salah satu yang perlu dijaga adalah menjaga Gibran agar tetap di trek sebagai Walikota Solo untuk sementara waktu.
Salah satu yang memang ditunggu publik adalah apakah Gibran mampu membuat gebrakan yang melebihi Jokowi saat di Solo, atau ternyata hanyalah pion dari sebuah keadaan politik, bernama dinasti politik yang tidak bisa membuat inovasi dan lain sebagainya.
Mengapa ini penting untuk dicermati Jokowi? Membiarkan sang anak yang masih hijau untuk berada di tengah kejamnya hutan politik, maka bisa berakibat dua hal, pertama, sang anak menjadi lebih kuat, atau ternyata melemah dan terkubur. Ini tentu tidak diingikan oleh Jokowi dan tentunya oleh PDIP.
Di sisi lain, isu Gibran versus Anies, juga akan terus mengakngkat popularitas dan elektabilitas Anies, sesuatu yang tidak akan diinginkan oleh lawan politik, termasuk PDIP tentunya.
Membiarkan isu anak presiden melawan seorang gubernur, maka jika tak hati-hati, akan seperti politik menarik simpati, dan kita tahu, bahwa kemana simpati itu akan tertuju.
Oleh karena itu, PDIP sepertinya merasa perlu untuk memutuskan gerak isu ini untuk terus bergulir sesegera mungkin.
Salah satu langkahnya adalah membiarkan dan emmastikan Gibran bisa bekerja dengan tenang di Solo. Lalu pastikan dengan segera, bahwa konsentrasi pemerintah untuk fokus pada pandemi, memang terbantu secara signifikan setelah ditiadakannya Pilkada 2022 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H