"Ini cerita ketika tulang mulai menua, masih mungkin ada hasrat yang menggebu-gebu, berkumpul dan bernyanyi seperti dulu..."- Fourtwenty, dalam "Kita Pasti Tua".
Sepenggal lirik lagu Fourtwenty itu memaut, menandas bahwa meski sudah mulai uzur, tetapi hasrat dan ambisi bisa saja tetap membukit, terkadang bisa lupa terhadap keadaan bahwa fisik sudah tak bisa lagi, namun di politik ada perkecualian di sana.
Nama Megawati dan Jusuf Kalla (JK) Â tiba-tiba kembali didengungkan kembali oleh beberapa pengamat politik. Para pengamat politik itu mengatakan bahwa kedua politisi senior-- jika tak mau dibilang lanjut usia itu, akan turun mengelanggang di Pilpres 2024 nanti.
Ada apa gerangan? Ternyata pemicunya adalah kemenangan Joe Biden di Pemilu Amerika Serikat (AS) lalu. Kesuksesan Joe Biden yang sudah tak muda lagi itu, membuat nama Mega dan JK kembali diapungkan untuk dapat bersaing pada Pilpres 2024 nanti.
Untuk informasi, Joe Biden berusia 78 tahun, seumuran dengan JK, Â sedangkan Megawati berusia 74 tahun. Jadi jika JK turun di Pilpres 2024 maka diakan berusia 82 tahi sedangkan Mega berusia 78 tahun.
Akan tetapi mari kita lihat fenomena ini dari beberapa perspektif. Â Pertama, kontistusi kita memang tidak membatasi usia untuk ikut dalam kontestasi pemilu, ini memang dapat dijadikan alasan bagi Mega dan JK jika benar-benar berhasrat untuk mengikuti pilpres nanti.
Artinya ketika, usia 78 dan 82 tidak berhasil, masih bisa lagi di usia 83 dan 87 lagi, tentunya dengan syarat lolos tes kesehatan saja.
Kedua, yang membatasi Mega dan JK, adalah diri mereka sendiri dan bagaimana partai politik melihat dahaga terhadap regenerasi kepemimpinan yang hari demi hari terus membukit.
Kita ambil pendapat dari akal rumput saja, banyak sekali komentar yang bermunculan ketika nama Mega dan JK kembali diapungkan untuk Pilpres 2024, dan mayoritas akan ngomong " tidak ada yang lain lagi kah?".
Memang ini bukan berarti bahwa Mega dan JK tidak punya kapabilitas, tetapi mungkin keduanya perlu berpikir untuk merubah peran, seperti menjadi King Maker, yang sebenarnya Mega sudah berhasil lakukan pada Jokowi.
Politisi senior seperti mereka, mungkin perlu aktif untuk mendorong dan mengungkit sosok-sosok muda sehingga regenerasi kepemimpinan di bangsa ini nampak sehat.
Parpol juga seharusnya memiliki peran yang sama. Akan seperti langkah mundur, jika kemunculan Risma, Anies, Ganjar , AHY bahkan Sandi harus tenggelam lagi ketika parpol akhirnya memilih para politisi senior untuk turun di perhelatan pilpres nanti.
Persoalannya, hal-hal seperti ini---regenerasi kepemimpinan, sering terbenam di ambisi politik yang lebih mementingkan kemenangan daripada hal-hal seperti ini.
Maksudnya seperti ini. Jika potensi kemenangan ada di politisi senior, mengapa harus mengusung yunior.
Ini memang akan dilihat dari elektabilitas dan popularitas, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa terkadang di cara pikir politik yang ganjil hal demikian tidak dihiraukan lagi.
Bisa dibayangkan seperti ini. Jika pada akhirnya Gerindra maju sendirian dengan Prabowo, dan kemungkinan besar elektabilitas Anies turun, dan Ganjar serta Risma apalagi Puan dirasa tak mampu menahan laju Prabowo, maka supaya terasa apple to apple, maka Mega dan JK dipaksa untuk turun gunung, dan itu bisa saja terjadi.
Semoga tidak, karena kita berhasil adanya kesegaran nantinya di Pilpres nanti. Namun, jikalau itu terjadi, maka akan timbul gelombang menggerutu " yah, dia lagi, dia lagi..". Akan tetapi sekali lagi di politik, apa saja bisa terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H