Konon istilah kuda hitam berasal dari cerita panjang "Black Stallion", ketika seorang pelayar bernama Alec Ramsey berhasil membawa kuda hitam Afrika yang tak yang ditemukannya tanpa sengaja, hingga menjadi juara lomba pacu kuda di Inggris. Jadi singkatnya, kuda hitam itu berdefinisi demikian "sesuatu, seseorang yang tidak diperhitungkan tetapi akhirnya menjadi juara suatu kompetisi".
Menarik menghubungkan ini dengan perhelatan kompetisi Pilgub DKI 2022 yang sebentar lagi akan berlangsung- jika draft proglenas tentang pelaksanaan Pemilu akhirnya disahkan.
Siapa yang akan menjadi kuda hitam di Pilgub DKI 2022 nanti?
Memang, bagi beberapa pihak mungkin terlalu dini untuk membicarakan tentang kuda hitam, ketika merujuk pada istilah bahwa kuda hitam baru muncul ketika peserta kompetisinya sudah jelas. Sehingga dianggap terlalu prematur untuk menilainya.Â
 Tidak mengapa, karena dari perkembangan politik, nampaknya semakin mengerucut kepada dua kandidat kuat, yaitu Gubernur DKI, sekaligus petahana, Anies Baswedan dan Menteri Sosial, Tri Rismaharini alias Risma yang kemungkinan besar akan diusung PDI-P.
Karena sudah semakin dekat, saling acung kehebatan masing-masing calon dilakukan. Bukan itu saja, namun kedua belah pihak juga mulai terlihat saling tuding, saling menjatuhkan dan sebagainya.
Di tengah polarisasi yang terjadi, pendapat pengamat politik, Â Refli Harun seperti mengingatkan bahwa ada satu sosok yang dapat dikatakan bisa menjadi kuda hitam ketika fokus perhatian kepada Risma dan Anies.
Siapa itu? Â Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat saat ini.
Dari kanal Youtubenya, Refly mengatakan bahwa salah satu alasan AHY akan menyeruak menjadi salah satu calon yang diperhitungkan adalah geliat Demokrat yang menolak untuk pelaksanaan  pilkada serentak pada 2024.
Penolakan ini secara politik dibaca Refly karena Demokrat sangat berkepentingan di dalamnya, yakni meloloskan AHY menjadi salah satu kontestan.
Dari penjelasan Refly selanjutnya dikatatakan bahwa ada beberapak kemungkinan yang dapat terjadi, AHY akan maju sendiri sebagai Cagub seperti 2017, atau akan berpasangan dengan Anies.
"Sederhananya begini, kalau nanti Anies Baswedan misalnya berpasangan dengan AHY atau AHY sendirian ingin maju ke medan pertarungan di 2022 misalnya, untuk itu ada dua kemungkinan, menjadi calon gubernur berhadapan dengan Anies Baswedan lagi, atau dia menyodorkan diri menjadi pasangannya Anies Baswedan," ujar Refly Harun.
Selanjutnya, Refly lalu menyamakan dengan apa yang dilakukan oleh Sandiaga ketika menjadi Wagub DKI lalu melepas jabatan karena memilih menjadi Cawapres Prabowo pada 2019.
Baik. Sekarang coba kita pilah, apakah ada kemungkinan untuk yang dimaksud Refly ini? Menurut saya ini, kemungkinan ini terbuka lebar, minimal dilihat dari sisi simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan.
Keduanya tentu butuh jembatan jikalau pintunya adalah menjadi presiden. Menjadi gubernur DKI sebelumnya tentu salah satu cara ideal untuk mencapai tujuan utama, sama seperti yang dilakukan Jokowi.
Namun, pertanyaannya sekarang, jika berkoloborasi, siapa yang akan memilih menjadi Cagub dan siapa yang Cawagub? Jika menilik kepada prediksi politik Refly Harun, maka ada kemungkinan Anies bisa memilih menjadi Cawagub dan memberikan kesempatan kepada AHY.
Meskipun menurut saya kemungkinan itu kecil, tapi ini memang masuk akal. Mengapa? Anies butuh kendaraan politik, melihat dirinya yang bukan orang dari partai politik, maka menjadikan AHY sebagai Cagub bisa menjadi alat barter yang bagus untuk menarik dukungan Demokrat untuk dirinya.
Tentu saja ini tak masalah bagi Anies, karena jabatan ini hanyalah jembatan baginya. Artinya, Anies akan meninggalkan posnya sebagai wakil gubernur, ketika terjun di 2024 nanti.
Persoalannya Anies harus hati-hati. Berdampingan dengan AHY bisa menjadi kontraproduktif baginya. Apalagi jika, tidak ada kesepakatan yang terjadi, bahwa siapa yang akan meninggalkan siapa. Bisa saja, menilik pada elektabilitas saat ini, AHY tetap dapat menjadi jualan yang menarik di Pilpres 2024.
Untuk itu, saya pikir, kemungkinan AHY akan maju sendiri dapat terjadi, dan memang ada faktor "kuda hitam" yang mampu membuat kejutan.
Apa itu? AHY dapat memanfaatkan kejenuhan pemilih terhadap kedua sosok Risma dan Anies. Mendekati kontestasi, dipastikan saling nyinyir, menunjukkan kesalahan pasangan akan semakin kuat di antara dua kutub ini.
Di sinilah, AHY dapat maju sebagai calon yang nampak "tampak dosa". AHY menjadi calon yang polos dan netral. Jika skenario ini menjadi kenyataan, AHY dapat melenggang mulus menuju DKI 1.
Duga-menduga ini, emmang baru kelihatan---perkiraan saya, mendekati pertengahan tahun atau akhir tahun ini. Semua pihak sedang menunggu, apakah akan ada perkembangan elektabilitas yang terjadi sesudah Risma mengambil Kursi Mensos, dan lebih dekat ke Jakarta.
Menunggu dan membaca kekuatan calon lawan, adalah hal yang penting sekarang. Kita tunggu siapa yang paling jeli. Risma, Anies atau bahkan AHY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H