"Pernyataan @pandji sangat mudah dibantah & harus dibantah..Sangat retoris & menunjukan keberpihakan-nya secara sadar. Meski mengutip pendapat orang lain, dia sdh mengambilnya sbg pendapatnya JUGA. Itu haknya. Sebaiknya dibantah. Tp tak usah diadukan ke polisi" tulis Budiman di akun twitternya pada 21 Januari lalu.
Budiman lalu mencoba lebih detail menjelaskan maksudnya di cuitan berikutnya.
"@pandji  bukan orang bodoh jd layak diajak berdebat. Spt yg pernah kukatakan: di negara demokratis yg matang, argumen yg cerdas atas opini apapun jgn dipidanakan. Jika lantas argumennya terbukti tak cerdas, itu jg bukan kejahatan, cuma menunjukkan kualitasnya.."
Mungkin begini maksud Budiman. Budiman berpikir bahwa ini soal tarung opini tidak lebih. Ketika Pandji menggunakan hasil pengamatan Tamrin dan dijadikan rujukan maka itu sudah menjadi pendapatnya secara pribadi.Sekarang, ayok, didebatkan.
Budiman berpikir akan lebih baik jika ruang diskursus itu diperlebar, sehingga opini tidak perlu dipidanakan. Apabila di ruang diskursus itu Pandji tidak mampu mempertahankan pendapatnya, maka menurut Budiman, anggap saja Pandji tidak mampu.
Hingga sekarang harapan Budiman itu tidak terlaksana. Meski defensive, tapi Pandji tidak agresif defensif, tidak membela atau mempertanggungjawabkan poin yang dimaksudnya.
Harapan Budiman agar pendapat itu menjadi pendapat Pandji dan dijelaskan secara komprehensif tidak terjadi.
Mengapa tidak terjadi ruang diskursus yang diinginkan Budiman? Paling tidak ada dua hal yang dapat diduga. Pertama, Â kekeliruan terhadap interpretasi parsial yang menjadi kontroversi, telah disadari oleh Pandji.
Pandji tak punya amunisi kuat untuk menjelaskan tentang NU dan Muhammadiyah yang elitis menurut pendapatnya karena dia telah gagal memahami "konteks" dan akhirnya melemahkan jika masuk di ruang argument.
Kedua, ruang kontroversi di dunia maya yang berubah menjadi riuh, membuat Pandji merasa tidak akan efektif jika dia membeberkan perspektifnya terhadap opini yang dipersoalkan.
Memang perlu kehati-hatian soal ini. Kompleksitas terjadi, karena ini bukan saja soal dituduh memihak FPI---yang sudah dibubarkan pemerintah, tetapi juga label-label yang mungkin tanpa segaja diciptakan oleh  Pandji.