Keempat, menurut Tamrin, FPI punya konsep "KIAI KAMPUNG yg pintu rumahnya terbuka 24 jam untuk Ummat kelompok MISKIN KOTA (MISKOT) di perkampungan KUMUH MISKIN (KUMIS) JAKARTA; sama seperti terbukanya 24 jam pintu rumah para Kiai NU di pedesaan Jawa dan Kalimantan;
Kelima, Tamrin meminta agar penggunaan kata-kata, seperti  "rakyat" dan "elitis" sebaiknya ditanyakan publik kepada Komika, Panji Pragiwaksono.
***
Pertama, Tamrin (2012) memang membandingkan antara FPI dengan NU dan Muhammadiyah. Jadi perbandingan itu sebelumnya sudah dilakukan oleh Tamrin, bukan direka Pandji sendiri.
Kedua, konteks perbandingan ini sudah dipersempit Tamrin, yakni di kawasan kumuh dan miskin Jakarta, bukan di seluruh Indonesia.
Artinya, Tamrin ingin menyampaikan bahwa FPI melakukan itu, tapi bukan berarti NU dan Muhammadiyah tidak melakukan itu.
Baca Juga :Â Menyoal Denny Siregar yang Menegur Pandji
Dalam poin klarifikasinya, bahkan Thamrin sudah menegaskan bahwa yang dilakukan FPI di terhadap masyarakat kawasan kumuh Jakarta, sama seperti yang dilakukan NU di pedesaan Jawa.
Ketiga, ada diksi-diksi yang dirasa Tamrin seharusnya tidak digunakan Pandji seperti "elitis", karena dirinya tidak menggunakan kata-kata itu dalam penjelasannya.
Dari klarifikasi ini, memang cukup jelas untuk menjelaskan titik persoalannya. Pandji ketika me-repeat kembali, dia tidak menggunakan konteks yang sesungguhnya.