Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menilai 5 Poin Klarifikasi Tamrin Tomagola Soal Pandji, FPI, NU dan Muhammadiyah

22 Januari 2021   22:06 Diperbarui: 22 Januari 2021   22:14 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HRS dan Pandji Pragiwaksono I Gambar : kolase TribunTimur

Akhirnya yang ditunggu dari polemik pernyataan Komika Pandji Pragiwaksono ketika membandingkan antara FPI, NU dan Muhammadiyah dalam salah satu videonya datang juga.

Sebelumnya dalam sebuah video yang diupload Pandi pada 4 Januari lalu, Pandji menilai NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi yang jauh dari kalangan bawah dan nampak elite daripada FPI.

Sosiolog, Tamrin Tomagola yang menjadi sumber rujukan Panjdi dalam pernyataannya itu akhirnya bicara. Sebelumnya, Tamrin nampak berhati-hati untuk mengomentari bagian ini, karena ingin menghindari dari conflict of interest soal FPI.

Baca Juga : Membincang Tamrin Tomagola yang Pernah Disiram Air oleh Jubir FPI

Tamrin mengatakan bahwa klarifikasi tentang persoalan ini sudah dititipkannya kepada Gus Sahal, Pengurus Cabang NU di Amerika.

Ketika publik menunggu klarifikasi itu diungkap oleh Gus Sahal, mungkin karena tak ingin berlarut, akhirnya Tamrin sendiri yang melakukan klarifikasi sendiri melalui akun twiternya @tamrin tomagola.

Menariknya, Tamrin membuat poin-poin pendek  (5 poin) untuk menjelaskan konteks bagaimana sampai pernyataan itu keluar dari mulutnya, yang menurut pengakuan Pandji terjadi dalam sebuah wawancara, 2012 silam.

Ini poin-poin yang terangkum dari cuitan Tamrin di twiiter;

Pertama, konteks pembicaraan antara Tamrin dan Pandji saat itu adalah soal membahas kondisi kehidupan kelompok MISKIN KOTA (MISKOT) di perkampungan KUMUH MISKIN (KUMIS) JAKARTA;

Kedua, NU dan Muhammadiyah dinilai Tamrin kurang menyambangi dan mendampingi meringankan beban kehidupan Umaat kelompok MISKIN KOTA (MISKOT) di perkampungan KUMUH MISKIN (KUMIS) JAKARTA;

Ketiga, kekosongan pendampingan itu kemudian dinilai Tamrin diisi oleh Front Pembela Islam (FPI);

Keempat, menurut Tamrin, FPI punya konsep "KIAI KAMPUNG yg pintu rumahnya terbuka 24 jam untuk Ummat kelompok MISKIN KOTA (MISKOT) di perkampungan KUMUH MISKIN (KUMIS) JAKARTA; sama seperti terbukanya 24 jam pintu rumah para Kiai NU di pedesaan Jawa dan Kalimantan;

Kelima, Tamrin meminta agar penggunaan kata-kata, seperti  "rakyat" dan "elitis" sebaiknya ditanyakan publik kepada Komika, Panji Pragiwaksono.

***

Sosiolog, Tamrin Tomagola I Gambar : Nkriku.com
Sosiolog, Tamrin Tomagola I Gambar : Nkriku.com
Apa yang bisa dinilai dari klarifikasi Tamrin ini jika dibandingkan dengan persoalan yang menimpa Pandji? Paling tidak ada 3 (tiga) poin besar yang dapat diberikan;

Pertama, Tamrin (2012) memang membandingkan antara FPI dengan NU dan Muhammadiyah. Jadi perbandingan itu sebelumnya sudah dilakukan oleh Tamrin, bukan direka Pandji sendiri.

Kedua, konteks perbandingan ini sudah dipersempit Tamrin, yakni di kawasan kumuh dan miskin Jakarta, bukan di seluruh Indonesia.

Artinya, Tamrin ingin menyampaikan bahwa FPI melakukan itu, tapi bukan berarti NU dan Muhammadiyah tidak melakukan itu.

Baca Juga : Menyoal Denny Siregar yang Menegur Pandji

Dalam poin klarifikasinya, bahkan Thamrin sudah menegaskan bahwa yang dilakukan FPI di terhadap masyarakat kawasan kumuh Jakarta, sama seperti yang dilakukan NU di pedesaan Jawa.

Ketiga, ada diksi-diksi yang dirasa Tamrin seharusnya tidak digunakan Pandji seperti "elitis", karena dirinya tidak menggunakan kata-kata itu dalam penjelasannya.

Dari klarifikasi ini, memang cukup jelas untuk menjelaskan titik persoalannya. Pandji ketika me-repeat kembali, dia tidak menggunakan konteks yang sesungguhnya.

Ini ibarat orang mendengar lagu, lalu mendengar awalnya lagu saja, tanpa mendengarkan refrainnya, lalu menilai lagu itu lagu tentang kesedihan, padahal lagu itu sebenarnya lagu tentang cerita hidup yang berarti indah---lagu motivasi.

Persoalan juga bertambah rumit, karena ada kata-kata yang membuat tingkat sensitifnya memang bertambah, seperti "elitis" dan "rakyat" yang digunakan Pandji dalam videonya itu.

Nah, meskipun mungkin hanya untuk mendramatisasi konteks, tapi wajah NU dan Muhammadiyah seperti "tercoreng" karena selama ini mencitrakan dirinya sebagai organisasi yang merangkum semua level dan dekat dengan rakyat kecil.

Dari penjelasan Tamrin dan melihat inti persoalannya, maka kita dapat belajar bahwa  dalam hal menjelaskan sesuatu dan ingin mengambil konklusi atasnya, maka kita perlu berhati hati dalam teks, yakni tidak melupakan konteksnya. Ini terasa penting, agar dapat melihat sebuah fenomena dan persoalan secara komprehensif.

Selain itu, penjelasan Tomagola meskipun dapat meredakan narasi yang terbentuk tapi kemungkinan besar akan berhadapan dengan pertanyaan baru lagi. Apakah memang, di Jakarta seperti itu, bahwa NU dan Muhammadiyah meninggalkan umat di daerah kumuh dan miskin?

Referensi -1

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun