Siapa yang menduga bahwa hanya beberapa detik sesudah tendangan striker Lyon, Ekambi membentur tiang gawang kiri Manuel Neuer, malah penyerang sayap Bayern, Serge Gnabry yang menceploskan bola ke gawang Lyon di menit ke-18.
Tak ada kejutan di laga semifinal Liga Champions 2019/2020 antara Bayern Munchen melawan Lyon. Bayern tampil matang melawan Lyon---klub yang menyingkirkan Juventus dan Manchester City.
Di hadapan Bayern, Lyon bertekuk lutut dengan skor 3-0 dalam pertandingan yang dihelat di Estadio Jose Alvalade. Dua gol dari Gnabry dan satu gol Lewandowski membuktikan bahwa untuk laga puncak, kematangan dari sebuah tim adalah salah satu kunci untuk superior terhadap lawan yang dihadapi.
Bayern memang digdaya terhadap Lyon. Kedigdayaan itu ditunjukkan dengan mengontrol laga dari awal hingga akhir. Los Gones dapat membahayakan gawang Manuel Neuer, tetapi keran gol tetaplah dikontrol Bayern.
Apa yang membuat Bayern membuat Lyon tak berkutik dalam pertandingan ini? Saya melihat paling tidak ada 3 (tiga) alasan yang dapat dikemukakan;
Pertama, taktik 4-2-3-1 Hansi Dieter-Flick yang sudah klik dengan pergerakan pemain yang efektif.
Sebelum pertandingan, saya menduga bahwa jika Bayern akhirnya dikalahkan oleh Lyon, maka salah satu alasan utamanya adalah soal taktikal. Saya berpikir bahwa taktik ofensif 4-2-3-1 oleh pelatih Bayern, Hansi Flick akan mental dengan gaya permainan balance 3-5-2 milik Rudi Garcia, pelatih Lyon.
Ternyata hal itu tidak terjadi. Hansi Flick menunjukkan bahwa dia sudah klik dengan formasi tersebut, dengan lawan bagaimanapun. Tak ada perubahan taktik, ada pengaturan dalam pergerakan pemain yang diinstruksikannya dengan jeli dan efektif.
Dalam 3-5-2, garis pertahanan Lyon sedikit mundur ke belakang menjadi 5-3-2 saat diserang Bayern, dalam kondisi Lyon yang defensif ini, Flick tinggal memainkan beberapa pergerakan pemain. Salah satu yang saya amati adalah fleksibilitas dari dua gelandang Bayern, Leon Goretzka dan Thiago Alcantara.
Ketika menyerang, Goretzka dan Thiago dapat bergantian dapat maju lebih ke depan sekaligus memaksa Lyon kesulitan melakukan transisi cepat saat ingin melakukan serangan balik. Pergerakan ini yang membuat hanya Aouar yang dapat bergerak bebas mendukung serangan namun Maxence dan Guimaraes tertahan di belakang.
Keseimbangan akhirnya menjadi milik Bayern, bukan Lyon. Ketika mampu menjaga arus bola dengan agresivitas yang seimbang, gol memang hanya tinggal menunggu waktu.
Dan hal yang paling penting yang perlu digarisbawahi adalah Hansi Flick membuat agresivitas Bayern tidak nampak kebablasan seperti gaya Manchester City, tetapi tetap terkontrol sepanjang pertandingan. Akan menarik bagaimana melihat 4-2-3-1 ini akan bersua dengan 4-3-3 milik PSG di final nanti.
Kedua, keunggulan individual dari para pemain Bayern yang dapat cepat mengubah pertandingan.
Gaya bermain Jerman dikenal amat matematis dan terkadang jauh dari kreativitas tinggi. Pergerakan pemain yang terlalu meliuk-liuk dianggap membuang waktu dalam konsep efektivitas Jerman ini.
Inilah mungkin yang membuat Coutinho bukan pilihan utama di starting line up Bayern. Akan tetapi jika dibutuhkan, para pemain Bayern dapat membuat kejutan dengan akselerasi yang nampak indah dilihat.
Apa yang dapat kita simpulkan dari gol tersebut? Keunggulan individu dalam sebuah tim amat menentukan ketika tim lawan bermain mengandalkan kolektivitas dan bertahan dengan rapat. Perlu ada akselerasi individu yang tak diduga yang dapat merubah arah pertandingan.
Melalui gol tersebut, Lyon memang tak langsung panik. Namun ketinggalan gol membuat Rudi Garcia perlu memaksa pemainnya untuk sedikit lebih agresif, dan konsekuensinya adalah akan ada ruang kosong yang tercipta.
Hasilnya, Bayern membuat gol kedua saat 45 menit babak pertama belum juga rampung, namun aroma kekalahan Lyon sudah amat menyengat tercium setelah gol kedua Bayern tersebut.
Bagaimana dengan Robert Lewandowski? Ah, gol yang dicetaknya bagai topping yang cantik bagi kemenangan Bayern. Gol kelima belas Lewa di kompetisi ini, dan rasanya gol sundulan yang sulit dilakukan striker dari tim lain, ketika Denayer dan Marcelo selama ini terkenal tangguh dalam duel udara.
Kemampuan Lewa membuat gol di tengah kepungan kedua bek raksasa Lyon ini membuat Bayern semakin terlihat jelas memiliki individu-individu yang siap mengubah hasil pertandingan di saat tim lawan sedikit lengah.
Ketiga, kekuatan di setiap lini Bayern yang mumpuni dan seimbang.
Seperti gading yang tak retak, seharusnya didapati titik kelemahan Bayern yang dapat diintip lawan untuk dieksploitasi, sayangnya bagi lawan hal itu samar terlihat. Â
Sebelum pertandingan, sebenarnya saya memberikan perhatian penuh di sisi kiri pertahanan Bayern, terutama ketika full back kiri mereka, Alphonso Davies ikut menyerang. Saya menduga ini ruang yang dapat dimanfaatkan oleh Lyon.
Sepertinya Rudi Garcia, allenatore Lyon juga melihat hal tersebut. Beberapa kali terobosan cepat diberikan kepada Ekambi yang bergerak di wilayah tersebut.
Satu dua kali memang terlihat berhasil, namun selebihnya ketika Davies mampu menjaga posisinya---terutama ketika Bayern sudah unggul dua gol, maka Lyon hanya bisa menunggu kapan 90 menit dibunyikan tanpa mampu mencetak sebiji gol pun.
Selain sektor kiri, bek tengah juga menjadi perhatian saya, terutama kecepatan dan fisik bek senior Bayern, Jerome Boateng. Sayangnya bagi lawan, dua bek tengah itu seperti persahabatan yang dapat menopang satu sama lain.
Secara fisikal, Jerome Boateng amat tangguh dan kelebihannya adalah dalam membaca arah serangan lawan. Keunggulan ini ditopang dengan kecepatan David Alaba yang mampu beberapa kali adu sprint dengan striker Lyon, Ekambi.
Duet bek tengah yang nampak tanpa cela, meskipun Boateng perlu diganti di babak kedua untuk menjaga kebugaran menuju babak final nanti. Untuk pergantian Bayern juga tak perlu khawatir.
Di bench mereka memiliki bek timnas Jerman, Niklas Sule yang juga mampu tampil beringas di lini belakang. Jika diperlukan pun, masih ada Joshua Kimmich yang juga trampil tampil sebagai bek tengah.
Lini belakang yang solid ini, ditambah dengan lini tengah yang kreatif plus lini depan yang tajam, membuat Bayern menurut saya akan sedikit lebih diunggulkan saat melawan Paris Saint Germain (PSG) di final nanti.
Bayern bukan saja akan menjadi berbahaya karena sulit diduga dalam setiap alur pergerakan serangan yang dibangun, tetapi juga memiliki pertahanan yang kokoh. Ah, tetapi terlalu prematur untuk menilai laga final nanti.
Die Roten perlu sedikit beristirahat dan sejenak tenggelam dalam euphoria kemenangan meyakinkan atas Lyon ini. Selamat, Bayern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H