Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tuduhan Serius untuk Nadiem

26 Juli 2020   10:08 Diperbarui: 26 Juli 2020   10:13 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah, dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.

Hanya seperti biasa, program ini menimbulkan kontroversi, dan membuat sejumlah organisasi besar mundur dari program POP itu, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Disdakmen) PP Muhammadiyah.

Ada apa sebenarnya, sehingga para organisasi "gajah" ini mundur. Dari pemberitaan berbagai media, dilansir ada beberapa ketidakberesan yang dituduhkan dalam proses POP ini sehingga dirasa akan tidak produktif dalam pelaksanaannya.

Tuduhan yang paling serius adalah soal adanya dugaan telah memilih organisasi yang tidak tepat sebagai penerima dana POP. Dalam pemberitaan dua lembaga CSR dari Sampoerna dan Tanoto Foundation disinyalir lolos seleksi.

Inilah yang membuat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Disdakmen) PP Muhammadiyah memilih mundur, padahal di tiga organisasi inilah sebenarnya program ini dibebankan agar dapat berjalan sukses.

Pertanyaannya adalah bagaimana bisa lembaga CSR dari korporasi besar yang seharusnya membantu negara bahkan kali ini mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Karena itulah dugaan lain tentang adanya ketidakberesan soal transparansi, akuntabel dan pelibatan publik juga mengemuka.

Sejumlah politisi ikut bersuara, seperti politisi Gerindra, Fadly Zon yang meminta agar Presiden Jokowi menegur Nadiem.

"Mundurnya Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma'arif PBNU, serta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dari Program Organisasi Penggerak (POP) milik Kemendikbud seharusnya direspons serius oleh Presiden Joko Widodo," ujar Fadli Zon, Sabtu (25/7/2020).

Bukan itu saja, Fadly juga meminta agar program ini segera dihentikan dengan berbagai alasan seperti proses seleksi bermasalah, payung hukum yang belum jelas dan sebagainya.

Selain politisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut bersuara melalui Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Nawawi mengatakan bahwa KPK terus memantau program seperti ini, seperti program BPJS atau Kartu Prakerja, dan KPK berharap agar perlunya sikap berhati-hati dalam pelaksanaan program sejenis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun