Secarut cerita sejarah tentang Kompas di awal ini seperti mengingatkan bahwa itulah alasan Kompas hadir di Indonesia. Kompas ingin menjadi media yang menyuarakan suara rakyat dan terus menjaga semangat nasionalisme anak bangsa menghadapi berbagai ancaman.
Usia 55 tahun adalah usia dewasa. Sejarah menunjukan tugas sebagai "penunjuk arah" masih relevan di jaman ini. Â Semboyan Kompas dahulu yakni sebagai "Amanat Hati Nurani Rakyat" mengingatkan Kompas hadir memang untuk itu.
Persoalan bangsa, bukan saja secara politik tetapi humanis terus dikerjakan Kompas dalam segala bentuk pemberitaannya. Meski, yang perlu selalu dijaga adalah "raksasa" seringkali terancam untuk terbelenggu oleh kemapanan.
Romo Sindhunata yang pernah menuliskan tentang ini dengan lugas. Sindhunata mengatakan bahwa ketika semangat dahulu yang murni itu  ditaruh di ladang kaum borjuis, maka itu tidak akan tumbuh lagi, stuck.
Ketika mandeg, Â maka cita-cita secara sosial, kultural akan dengan mudah diinjak-injak atau semakin hari semakin pudar, padahal di situlah Kompas bisa tumbuh untuk terus menjadi inspirasi dan bahkan kebaruan.
Harapannya masih besar bagi Kompas, dalam kondisi yang tentu ke depannya tidak menjadi lebih mudah, yakni; Kompas tetap bergerak, terus berani untuk menggugat, mengkritisi dan mengubah sesuatu demi kebaikan bangsa.
Selamat ulang tahun Kompas ke-55.
Referensi :
Buku "Jakob Oetama; Bekerja dengan Hati"
Buku " Belajar Jurnalistik dari Humanisme Harian Kompas".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H