Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jenderal Ahmad Yani, Olokan Nama Kompas dan PKI

28 Juni 2020   18:10 Diperbarui: 28 Juni 2020   18:13 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi : Kompas.com

Ada yang menyebut pilihan untuk menggnti nama agar membedakan karena penggunaan istilah "Rakjat" pada saat itu dikonotasikan merujuk pada PKI, yang saat itu memang kerap menggunakan kara "rakyat" dalam setiap aksinya.

Akan tetapi alasan Soekarno sebenarnya sederhana sekali. Bung Karno ingin agar Kompas dapat menjadi penunjuk arah. Koran ini dapat menjadi pencerah atau penunjuk arah menuju kebaikan dan kebenaran bagi rakyat.

"Saya usul namanya Kompas, yang artinya penunjuk arah" -- Soekarno.

Akhirnya usulan Bung Karno diterima dan Bentara Rayat dijadikan nama yayasan yang menerbitkan Kompas. Frans Seda sempat bercerita lucu bahwa pada saat itu ada orang Medan yang marah karena nama Kompas identik dengan ngompas yang artinya memeras.  

"Olok-olokan" nama Kompas berlanjut,  karena didirikan oleh Partai Katolik, Kompas lalu diplesetkan menjadi Komando Pastor, atau Komando Pak Seda, merujuk pada Frans Seda tentunya.

PKI juga ikut dalam olok-olokan ini ternyata. Mesara Kompas sebagai pesaing, di awal penerbitan PKI menghasut masyarakat dan mengatakan bahwa Kompas merupakan singkatan dari "Komt Pas Morgen", yang artinya Kompas yang akan datang  pada keesokan harinya karena sering telat terbit.

Koran Kompas akhirnya terbit dengan tiras 4.800 eksemplar. Pada awalnya dalam mode mingguan dengan delapan halaman dan digunakan sebagai percobaan untuk mengetehaui atensi dari masyarakat. 

Cerita tentang kekurangan dana juga menyertai pada awal penerbitan, tetapi Kompas tetap berusaha untuk eksis di awalnya.

Peristiwa G30s/PKI meledak tiga bulan setelah Kompas terbit, Kompas tak takut, bahkan menolak ketika diminta untuk menyatakan kesetiaannya pada PKI. Para pendiri, PK Ojong dan Jakob Oetama tidak mau menandatangani kesepakatan pro-PKI. 

Akan tetapi situasi sulit membuat Kompas semakin kuat. Sempat dilarang terbit selama seinggu karena situasi yang tidak kondusif,  Kompas kembali terbit dengan jumlah eksemplar hampir dua kli lipat yakni 8.000 eksemplar dan sesudah itu menembus hingga 23.268 eksemplar dan akhirnya terus berkembang dengan menjadi raksasa media nasional.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun