Saya tentu saja optimis ketika Menteri Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) Erick Thohir menunjuk Fajrin Rasyid untuk menjadi Direktur PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom yang baru.
Ada tiga alasan, masih muda, pintar dan hebat. Fajrin adalah pria kelahiran Jakarta, 33 tahun lalu. Sepertinya, Fajrin memecah rekor sebagai direktur BUMN termuda, tetapi tentu bukan rekor yang saya banggakan, tetapi "kemudaannya".
Jika berhasil, Fajrin tentu akan menginspirasi banyak anak muda untuk bisa sepertinya. Indonesia membutuhkan anak muda untuk membuktikan bahwa mereka bisa menjadi agen perubahan ketika berada di pucuk pimpinan BUMN yang sarat masalah.
Selain muda, Fajrin juga dikenal pintar. Beberapa tulisan di media daring bahkan seperti memberi bold di keterangan  bahwa Fajrin adalah  lulusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan IPK 4.0 dan predikat Summa Cum Laude. Pintar, bahkan bisa dikatakan jenius.
Selain itu, sebagai seorang Presiden Bukalapak, sekaligus salah satu Co-Foundernya, Fajrin tentu dapat dikatakan pribadi yang hebat.
Pengalaman bekerja sebagai konsultan di Boston Consulting Group (BCG), tampil  di berbagai forum internasional serta terpilih sebagai Endeavour Entrepreneur pada tahun 2016 dan CFO of The Year versi Majalah SWA seperti membuktikan bahwa Fajrin adalah sosok muda yang berprestasi.
Erick Thohir nampaknya sangat yakin akan pilihannya ini, meski target untuk Fajrin tentu tidaklah ringan. Meski belum secara rinci dikatakan kepada media, tetapi harapan agar Telkom mampu merubah dan memperkuat strategi bisnisnya terutama di era pasca-Covid-19 adalah beban yang dipercayakan kepada Fajrin.
Intinya adalah Telkom di bawah kepemimpinan Fajrin harus keratif inovatif harus mulai serius menggarap potensi bisnis di era big data, sehingga mendatangkan laba.
Jika cuma itu, menurut saya mungkin enteng ya buat Fajrin, mungkin. Akan tetapi, berdasarkan beberapa pengalaman dari anak muda, pintar dan hebat yang masuk atau terlibat ke dalam birokrasi, kapabilitas seperti itu tidaklah cukup.
Telkom memiliki persoalan lain dan rumit yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan pintar atau hebat saja  yaitu praktek korupsi dan sistim birokrasi yang bertele-tele.
Telkom bukan BUMN yang lepas dari persoalan ini. Â KPK sendiri pada periode 2009-2014, pernah membuat laporan tentang kasus korupsi di lingkungan PT. Telkom Tbk yang masuk dalam kategori kasus mega korupsi, yang menyebabkan kerugian negara triliunan rupiah. Â
Sesudah itu, jika dilihat dari rekam jejak media, Telkom juga masih tidak lepas dari dugaan tentang adanya praktek korupsi baik secara langsung atau tidak.Â
Sekali lagi, pertanyaannnya adalah apakah kepintaran saja cukup untuk menangani ini semua? Tentu tidak. Persoalan yang biasa dihadapi dari anak muda kreatif saat masuk ke birokrasi adalah ingin cepat membuat perubahan, tanpa terlebih dahulu mempelajari sistim birokrasi dan membenahi yang perlu dirubah.
Itu baru satu hal, belum lagi jika dalam proses pembenahan, para pemimpin muda ini harus berhadapan dengan "mafia" atau orang-orang yang ingin mencari keuntungan dari proyek di BUMN dengan cara-cara seperti KKN.
Nampaknya, Fajrin perlu belajar dari kasus staf milenial muda yang harus mengundurkan diri karena gagal membaca dan mempelajari ini, sehingga tanpa disengaja atau disengaja, langsung atau tidak langsung terlibat di beberapa hal yang sarat dengan konflik kepentingan dengan praktek birokrasi yang keliru
Sebenarnya ketika era BUMN mulai bergerak ke arah yang lebih profesional, hal-hal seperti ini tidak terjadi, tetapi persoalannya ini masih ada. Sistim selama masih dikerjakan oleh manusia, memang masih amat rentan untuk hal-hal ini tetap terjadi.
Kuncinya memang hanya satu yaitu integritas. Sebagai anak muda yang pintar dan hebat, maka tanpa integritas maka akan sulit melakukan perubahan, bahkan jika tak hati-hati, akan gampang ditarik oleh praktek-praktek yang menyalahi hukum.Â
Selama ini, BUMN-BUMN kita sering dikatakan sekarat, namun menurut saya persoalannya bukan karena BUMN kita kekurangan orang pintar dan hebat, tetapi kekurangan orang yang berani berintegritas di dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai anak muda, publik tentu berharap banyak terhadap Fajrin. Bukan sekedar berharap agar melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, tetapi juga meninggalkan legacy, bahwa tidak ada konflik kepentingan yang terjadi dan korupsi ketika dirinya menjadi Direktur Telkom.
Sesuatu yang menjadi kekuatiran banyak pihak,  karena Bukalapak yang bergerak di e-commercing ,  bisa bersinggungan kepentingan dengan Telkom. Karena itu, Fajrin harus berani melepas jubah Bukalapaknya  jika benar akan membuat dia sulit untuk lepas dari konflik kepentingan ke depannya nanti.
Ayo Fajrin, ini kesempatan besar. Kesempatan besar untuk mengabdi pada bangsa, dan kesempatan untuk meninggalkan warisan, warisan tentang membuat sistim yang semakin baik dan lepas dari perilaku korupsi.
Jika ini bisa dilakukan, percaya, target yang dicanangkan oleh Erick Thohir pasti dengan sendirinya bisa dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H